Harga Garam di Kabupaten Gresik Anjlok, Petani Terancam Gulung Tikar: Tidak Kuat, Ini Paling Buruk
Harga garam di Kabupaten Gresik rendah. Pengurus Asosiasi Persatuan Petani Garam Kabupaten Gresik akui terancam gukung tikar: ini yang paling buruk.
Penulis: Willy Abraham | Editor: Hefty Suud
“Pemerintah kalau bisa jangan import, kasihan petani garam. Saya sejak kecil lulus SD sudah ikut jadi petani garam. Kalau harganya seperti ini mau dikasih makan apa?” tanya Sarimin.
Pria asal Kabupaten Sumenep, Madura ini memboyong istri dan anak keempatnya yang masih kecil ke Gresik untuk menghemat biaya hidup.
Tinggal di bangunan semi permanen yang disediakan pemilik lahan, Sarimin mengaku hasil dari menjadi garam itu masih belum cukup.
Sesekali tatapannya kosong melihat putri keempatnya saat mengantar segelas minuman kepadanya.
Mertuanya di Madura pun hingga mengirim beras agar keluarga kecilnya bisa makan.
Total lahan seluas 2 hektar ini dikerjakan dengan dibantu istrinya di Desa Roomo, Kecamatan Manyar. Hasil yang ia terima harus dibagi dengan pemilik lahan.
Pembagiannya, 40 persen untuk dirinya 60 persen untuk pemilik lahan.
Tidak sampai disitu, lokasi lahan tambak garam yang dikelilingi pabrik membuatnya harus pintar memanfaatkan waktu.
Sebab, aroma yang keluar dari cerobong asap pabrik membuatnya pusing. Saat menjelang maghrib, dia harus masuk ke dalam rumah semi permanen yang terbuat dari anyaman bambu itu, karena aromanya semakin menyengat.
Guna memenuhi kebutuhan hidup, Sarimin terpaksa menjadi tukang angkut garam dari tempat produksi ke gudang penyimpanan. Mengangkut satu karung garam dihargai seribu rupiah.
Namun Sarimin dalam satu hari mampu mengangkut 60 karung garam menggunakan sepeda motor bebek protolan warna hitam miliknya menyusuri jalan setapak lahan garam menuju gudang.
"Mau bagaimana lagi, saya tetap tanggungjawab dengan keluarga. Lumayan bisa dapat Rp 60 ribu meskipun tidak setiap hari. Bisa buat beli air dan iuran bayar listrik,” pungkasnya.
Penulis: Willy Abraham
Editor: Heftys Suud