Ning Lia : Soal Dukungan ke Baslon Pilwali Surabaya, Pintu Silaturrahmi terbuka
Salah satu figur yang dinilai representasi adalah Lia Istifhama. Secara terpisah, Gus Yusuf Hidayat selaku ketua timses Ning Lia, menjelaskan hal
Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Proses Pilwali Surabaya masih berjalan, namun penentuan rekom partai sudah selesai dengan didaftarkannya Machfud Arifin-Mujiaman dengan Eri Cahyadi-Armudji ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya.
Geliat cara mereka menarik simpati masyarakat pun terlihat kuat berkompetisi berkenaan head to head Pilwali kali ini cukup berimbang bahkan bisa menghadirkan efek kejut tentang siapa yang kelak menjadi pemenang.
Setelah Tri Rismaharini memastikan dukungan kepada Eri-Armudji, maka figur lain di Surabaya pun cukup menjadi buah bibir, tentang kemana arah dukungannya? Terlebih, pengamat politik, Agus Mahfudz Fauzi, menjelaskan bahwa representasi perempuan tidak bisa diabaikan.
"Kedua Paslon tidak ada figur perempuan. Maka, harus ada figur perempuan yang tetap dirangkul sekalipun bukan sebagai Paslon. Kalau tidak ada sosok yang menjadi ikon perempuan millenial, maka program yang ditawarkan sebatas tekstual saja," ujar mantan komisioner KPU Jatim tersebut.
Dosen Unesa tersebut menambahkan pentingnya Paslon menggandeng sosok yang memiliki kedekatan dengan kelompok perempuan millenial.
• Rekom Jatuh ke Eri - Armuji, Ning Lia Ucapkan Terima Kasih kepada Massa PDI Perjuangan
• Kelayapan Dengan Motor Curian, Maling Motor Ini Diringkus Polres Lumajang
• Buntut Viral Tank TNI Seruduk Gerobak di Jalan, Perekam Video Diburu Habis? Kapendam: Tak Benar
Salah satu figur yang dinilai representasi adalah Lia Istifhama. Secara terpisah, Gus Yusuf Hidayat selaku ketua timses Ning Lia, menjelaskan hal senada dengan pengamat politik tersebut.
"Yang disampaikan mas Agus sangat tepat. Bahwa meskipun tidak sebagai petarung dalam Pilwali, namun sosok perempuan millenial bisa memiliki peran penting. Kenapa begitu? Karena kreativitas dan keunikan pasti menjadi identitas. Contoh Ning Lia, bukan hanya basis relawan, tapi harus diakui, Ning Lia ini cukup kuat melakukan dobrakan politik," jelasnya.
"Di awal proses, ia terang-terangan tidak gentar meski dicibir Bonek, alias gak kuat bondho ratusan milyar. Namun ternyata, ia mampu terus berjalan selama running Pilwali. Ia baru terhenti ketika rekom tidak didapatnya. Dari sini, kita belajar tentang sosok yang bisa memberikan value kuat dalam kompetisi politik. Ning Lia sosok yang sempat hadir untuk memberikan kontribusi tentang politik santun, persaingan sehat dan tidak melakukan tebar janji apalagi memiliki kecenderungan money politics. Kehadiran Ning Lia yang diterima masyarakat luas, pasti menjadi poin penting untuk membuat ritme pilkada lebih menarik," imbuhnya.
Sedangkan Lia Istifhama sendiri, melalui telpon seluler menjelaskan secara normatif dan landai-landai aja.
"Awal saya hadir, saya selalu berusaha noto niat. Yaitu saya ingin hadir untuk menunjukkan bahwa siapapun bisa tampil. Berkarya gak usah nunggu kaya, gak usah ngenteni sugeh. Dan salah satu proses berkarya adalah berpolitik. Namun ketika saya tahu bahwa meraih rekom rasanya mustahil, maka saya pun memikirkan strategi soft landing. Nah, sekarang ganti. Strategi bagaimana kita bisa berperan sekalipun kita bukan leader di depan. Dan kesimpulannya simpel. Saya akan melakukan beragam cara agar tetap bisa peduli pada relawan. Dan saya yakin, pasti ada sosok pemimpin yang tulus ingin membangun silaturahmi. Yang tidak memiliki gengsi tinggi dan asli mau turun ke masyarakat. Dan saya sebagai masyarakat seperti lainnya, selalu membuka pintu rumah," pungkasnya.
Ning Lia juga masih membuka pintu dukungan untuk para paslon Pilwali Surabaya.
"Untuk Soal Pintu Silaturahmi Terbuka," jelasnya.