Virus Corona di Lamongan
Cara Pelaku Usaha di Lamongan 'Bernapas' di Tengah Pandemi, Jeli, Produksi Masker Kain Batik SNI
Pawestri Batik, pelaku usaha batik di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur jajal produksi masker kain batik di tengah pandemi Covid-19: bisa nernapas.
Penulis: Hanggara Syahputra | Editor: Hefty Suud
TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Perajin kain batik kini sangat kreatif. Tak hanya dijadikan bahan pembuatan baju, kain batik juga bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan hiasan rambut hingga sepatu atau sandal.
Belakangan, di tengah pandemi virus Corona ( Covid-19 ), muncul produk masker kain batik.
Produksi masker kain batik jadi semakin banyak, sebab mempunyai peluang yang cukup besar di pasaran. Produksinya pun sudah mengikuti standar, masker kain batik tiga lapis.
Salah satu yang menjajal peruntungan masker kain batik adalah Pawestri Batik, pelaku usaha batik di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
• Persebaya Tetap Berlatih Meski Kompetisi Ditunda, Aji Santoso Siapkan Model Latihan Khusus
• Alasan Klub Liga 2 PSHW Batal Rekrut Mantan Striker Persija Jakarta, Pilih Datangkan Pemain Muda
Owner Pawestri Batik, Nurhayati Assa'adah mengatakan produksi masker cukup membuatnya bisa bernapas, di tengah anjloknya penjualan kain batik di masa pandemi Covid-19.
"Cukup lumayan tinggi penjualannya. Istilahnya saya hidup dari masker batik," kata Nurhayati, kepada awak TribunJatim.com, Jumat (2/10/2020).
Diungkapkan, pandemi Covid-19 memaksanya untuk lebih inovatif dan jeli dalam memanfaatkan peluang.
• Tingkatkan Imunitas Tubuh di Tengah Pandemi Covid-19 dengan Cara Berfikir Positif
• Ramalan Zodiak Besok Sabtu, 3 Oktober 2020: Sagitarius Terdesak Masalah Uang, Pisces Jaga Kesabaran
Saat lagi ramai - ramainya masyarakat mencari masker, Nurhayati menjadikan momen itu sebagai kesempatan emas.
"Ya dituntut kreatif lah biar bisa bertahan, kalau sekarang yang sedang dibutuhkan masyarakat adalah masker, kita bikin masker, tapi bahannya kain batik," ungkapnya.
Produksi masker batik ia dimulai sejak harga masker medis mengalami kenaikan yang menggila.
Diakui harga masker produksinya lebih mahal dari masker medis. Kelebihan masker kain batik bisa dicuci dan bisa dipakai berulangkali.
Nurhayati tidak seorang diri memproduksi masker, tapi untuk produksi masker ia kerja sama dengan UKM.
"Standarnya harus sesuai keinginan saya. Harus SNI lah, " katanya.
Masker batik produksinya dipasarkan secara online dengan harga yang cukup beragam, mulai dari Rp 20 ribu hingga Rp 200 ribu, tergantung kualitas bahan dan motif batik.
Kalau batik tulis dengan bagian motifnya yang bagus, semisal tepat motif wayang atau motif lainnya, itu bisa Rp 150 ribu hingga Rp 200.
"Kalau motif yang pinggir-pinggirnya itu beda lagi harganya, lebih murah," kata Nunung, panggilan akrab Nurhayati ini.
Nurhayati mengungkapkan, konsumen masker batik produksinya tersebut tidak hanya dari Lamongan, tapi juga banyak yang dari luar kota, Bandung, Jakarta dan Malang.
"Pemasarannya meluas, karena kita mainnya di online," katanya.
Senada, pengusaha batik Cahaya Utama, Sifwatir Rif'ah asal Desa Sendangagung, Kecamatan Paciran Lamongan juga masih bisa bersyukur dimasa pandemi Covid -19.
"Alhamdulillah masih bisa bertahan dengan memproduksi masker batik, meskipun belum bisa meng-cover penjualan seperti biasa," kata Sifwa.
Diakui, Covid-19 membuat pemasaran batik produksinya merosot hingga 70 persen jika dibandingkan dengan kondiai normal.
Bahkan, ada yang hampir 90 persen, terutama yang jualan offline, stok barang menumpuk, karyawan juga ada yang dikurangi.
"Sekarang ini hanya mengandalkan penjualan masker batik serta pesanan seragam batik aja," kata Sifwa yang juga seorang dosen di salah satu PTS di Lamongan ini.
Penulis: Hanif Manshuri
Editor: Heftys Suud