Ribuan Buruh di Surabaya Geruduk Kantor DPRD Jatim, Minta Presiden Buat Perpu Cabut UU Cipta Kerja
Ribuan buruh di Surabaya geruduk Kantor DPRD Jatim. Desak Presiden membuat Perpu cabut Undang Undang Omnibus Law. Dinilai merugikan rakyat.
Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Hefty Suud
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Ribuan buruh di Surabaya geruduk Kantor DPRD Jatim, Jalan Indrapura, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya, Selasa siang (6/10/2020).
Tuntutannya yakni segera membuat peraturan pengganti Undang Undang Omnibus Law (UU) Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI Senin (5/10/2020).
Mereka yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) datang dengan pengawalan ketat oleh kepolisian.
• Kondisi Sopir Truk Muatan Cabai yang Tabrak Remaja Balap Liar, Uang dan Harta Bendanya Raib Dijarah
• TIPS Memilih Mainan Edukatif untuk Anak di Tengah Pandemi dari Psikolog, Perhatikan Usia Buah Hati
Ada yang mengendarai motor, serta mengerahkan dua unit truk besar beserta peralatan orasi dan sejumlah umbul umbul.
Dendi Prahitno, Ketua KSPSI Surabaya, mengatakan, Kamis (8/10/2020) seluruh serikat pekerja di Jawa Timur akan terjun ke lapangan serentak, menolak undang undang yang meresahkan buru tersebut.
"Kami berharap bapak Presiden membuat Perpu untuk mencabut Undang Undang Omnibus Law. Karena merugikan pekerja dan rakyat," ujarnya.
• Harga Tiket Masuk Kampung Korea Kediri & Jam Buka, Bisa Sewa Kostum Hanbok, Banyak Spot Foto Menarik
• Pulihkan Ekonomi dari Dampak Pandemi Covid-19, Ipuk Janji Bawa UMKM Banyuwangi Naik Kelas
Dendi juga menjelaskan, sebelum melalui DPRD, beberapa hari yang lalu pihaknya sudah bertemu dengan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, dan petinggi partai untuk menyuarakan aspirasi tersebut.
"Mereka memahami serta merespons keinginan kami untuk diteruskan dan disampaikan ke bapak Presiden. Kami kesini supaya bisa didengar langsung oleh jajaran DPRD," jelasnya.
Dengan adanya Perpu, bisa mengeluarkan klaster ketenagakerjaan yang tertulis didalam isi undang undang. Jika tuntutannya tidak dipenuhi, massa mengancam akan mengerahkan massa dengan jumlah yang besar.
"Pengesahan undang undang begitu cepat. Isinya berubah mengikuti keinginan orang orang tertentu. Sehingga sekarang namanya bukan RUU," katanya.
Penulis: Febrianto Ramadani
Editor: Heftys Suud