Demo Tolak Omnibus Law di amongan
Usung 2 Tuntutan, Massa ALM Sibukkan Personil Polres Lamongan, 27 Kapolsek dan 135 Anggota Dibon
Hanya dengan dua tuntutan, Aliansi Lamongan Melawan (ALM) Lamongan Jawa Timur ternyata berhasil menyibukkan anggota Polres.
Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Hanya dengan dua tuntutan, Aliansi Lamongan Melawan (ALM) Lamongan Jawa Timur ternyata berhasil menyibukkan anggota Polres.
Bahkan semua kapolsek se - Lamongan bersama 135 anggota perwakilan 27 Polsek dikerahkan mengamankan aksi massa aliansi di pintu gerbang Kantor Pemkab jalan KH Ahmad Dahlan dan Gedung DPRD jalan Basuki Rahmat, Selasa (20/10/2020).
Di dua titik konsentrasi aktivis gabungan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Forum Nasional Mahasiswa Lamongan (Fornasmala) dijaga ketat polisi.
Massa sekitar 50 mahasiswa ini seperti demo hari - hari sebelumnya, menyuarakan dua tuntutannya yang dianggapnya sangat urgen.
"Atas pertimbangan ini. Kami aliansi Lamongan Melawan menyatakan sikap menolak pengesahan Undang Undang Cipta Kerja," ungkap Korlap aksi, Eko Prasetyo dalam orasinya.
Baca juga: Niat Cari Kayu, Warga Kota Batu Temukan Batu Bata Diduga Peninggalan Sejarah di Hutan Kasinan
Baca juga: Rela Dimadu, Istri Pertama Suami Nita Thalia Komentari Perceraian Nurdin: Istri Mana Sih yang Mau
Baca juga: Saudara Kembar Treni-Trena yang Dipertemukan Kembali Lewat TikTok Berpisah Sejak Masih Bayi
Dua poin tuntutan para aktivis diantaranya, menuntut pihak Pemkab dan DPRD Lamongan untuk mengeluarkan surat kelembagaan resmi terkait tuntutan aksi pada tanggal 08 Oktober 2020 ke DPR RI sebelumnya.
Tidak hanya menuntut pada para wakil rakyat menolak UU Cipta Kerja, massa juga nenuntut DPRD untuk mempertanggungjawabkan proses pembuatan RTRW 2020-2040 yang dinilai menelikung para mahasiswa.
Para aktivis ini bahkan memberi rapor merah pada Jokowi, pemerintah pusat dan DPR RI telah melakukan penghianatan terhadap rakyat Indonesia dengan mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja yang kontroversi serta mendapat banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat baik buruh, petani, nelayan, mahasiswa, dan pelajar.
Dalam hal ini massa melihat pemerintah tidak sedikitpun mempertimbangkan suara rakyat dan bahkan pemerintah tidak menghiraukan nasib rakyat yang sedang hidup di dalam bayang kematian Covid-19.
"Ini langkah mundur untuk presiden Jokowi untuk kesekian kalinya, " katanya. Hari ini 20 Oktober 2020 adalah hari dimana genap 1 tahun kepemimpinan Jokowi pada periode ke-2 dengan catatan buruk.
Para aktivis mencontohkan, permasalahan Covid-19 masih belum dapat di atasi secara maksimal oleh pemerintah pusat dan bahkan jumlah korban Covid-19 bukan malah berkurang tetapi jumlah korban semakin meningkat.
"Namun hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan tenaga medis yang terus berkurang dari waktu ke waktu, " ungkapnya kepada TribunJatim.com.
Di tengah pandemi Covid-19 yang masih belum terselesaikan ini pemerintah malah mengeluarkan senjata ampuh untuk menindas rakyat dengan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja yang mengakomodir segala kepentingan pemodal.
Itu semua dapat dilihat, dalam muatan Cipta Kerja yang memberi akses atau membuka jalan untuk liberalisasi lahan, kapitalisasi hak-hak buruh yang di cantumkan secara terang-terangan di dalam Undang-Undang tersebut.
"Ini melengkapi penderitaan rakyat yang semakin membabi buta serta mengancam ketersediaan SDA yang semakin terbatas akibat dari aktivitas industrialisasi yang menggunakan lahan produktif pertanian, " ungkap para aktivis.
Pemerintah Kabupaten Lamongan juga tak mau kalah dengan pemerintah pusat dalam pemanfaatan kondisi pandemi Covid - 19 untuk mengeluarkan senjata - senjata ampuh dalam penindasan rakyat dengan mengesahkan Raperda RTRW 2020 - 2040 yang mengalami banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat Lamongan.
Raperda RTRW 2020 - 2040 dalam penyusunannya tidak memenuhi prosedural hukum yang sudah di atur dalam UU No 12 Tahun 2011 Adapun muatan dari RTRW 2020 - 2040 juga sangat mengancam kesehatan lingkungan, liberalisasi lahan, kesejahteraan rakyat.
Di pintu gerbang Pemkab, massa ditemui Kepala Dinas Tenagakerja, Hamdani Azahri, dan di depan massa Hamdani balik bertanya substansi apa serta apa yang diinginkan oleh massa dalam perjuangan ini.
Jika ada keberatan dan menolak Undang - Undang Cipta kerja, kata Hamdani meminta para aktivis mau menyebut poin - poin apa saja, dan pasal mana saja yang memberatkan.
"Kami pemerintah Lamongan bisa menyampaikan keberatan Undang - Undang tersebut, " kata Hamdani.
Hamdani mengakui sudah mencermati, dan pihaknya juga konsisten untuk tidak membohongi para altivis.
Hamdani mengaku sudah melakukan apat dengan Kapolres, Dandim dengan serikat pekerja di Lamongan, tentang apa saja yang menjadi keberatan dan akan disampaikan konsep yang jadi keberatan.
"Lamongan menolak Omnibuslaw, dan itu surat sudah dikirim ke pemerintah pusat, " kata Hamdani kepada TribunJatim.com.
Saat bergeser ke gedung DPRD, massa ditemui Sekretaris Dewan, Aris Wibawa dan menyatakan pihaknya belum menerima surat yang sudan disepakati dengan Ketua DPRD.
"Di dewan ada mekanisme, kalau formalitas itu sudah ada, pasti akan kami lanjutkan, " kata Aris.
Massa tidak puas atas jawaban dua pejabat tersebut, hingga massa membubarkan diri. (Hanif Manshuri/ribunjatim.com)