Soal Target PKB Raih 30 Kursi DPRD Jatim, Ini Tantangan yang Harus Dihadapi Partai Menurut Pengamat
Soal target tinggi PKB yang ingin raih 30 kursi DPRD Jawa Timur, ini tantangan yang harus dihadapi partai menurut pengamat.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Bobby Constantine
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pengamat Politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam menilai target Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Pemilu 2024 tidak mudah.
Untuk bisa meraih 30 kursi DPRD Jawa Timur, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi.
"Butuh ekstra usaha dan kerja keras untuk mencapai target itu," kata Surokim kepada TribunJatim.com, Rabu (13/1/2021).
Surokim menjelaskan sejumlah tantangan PKB, baik dari dalam maupun luar partai.
Pertama, dari soal basis pemilih PKB yang cenderung lekat dengan Nahdlatul Ulama (NU).
"Selama ini, (suara PKB) hanya mengandalkan ceruk suara Nahdliyin, pemilih (dari) NU. Ini memang memberikan keuntungan sekaligus tantangan," kata Surokim.
Baca juga: Yakin Tak Ganggu Kinerja Halim Iskandar Sebagai Menteri, Ini Strategi PKB Maksimalkan Kerja Partai
Baca juga: Anggota Fraksi Golkar DPRD Jatim Sabron Djamil Pasaribu Meninggal, Sarmuji: Kehilangan Kader Terbaik
Basis Nahdliyin merupakan massa riil yang menjadi modal mendulang suara.
Namun di sisi lain, suara Nahdliyin kerap kali tak bisa utuh dan tersebar di banyak partai.
"Hal ini disebabkan banyaknya tokoh maupun kader NU yang cukup merata di banyak partai. Bukan hanya di PKB saja," kata pria yang juga Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) UTM ini.
Sedangkan untuk meraih suara non-Nahdliyin, sudah berjejal partai bernafas nasionalis. Perlu strategi khusus untuk menarik massa tersebut ke dalam pemilih PKB.
Tantangan lainnya, pendekatan kepada pemilih milenial yang semakin lama, jumlahnya semakin besar.
Baca juga: Halim Iskandar Kembali Terpilih Jadi Ketua PKB Jatim, Anik dan Fauzan Jadi Sekretaris-Bendahara
"PKB terlihat cukup nyaman dengan para senior di Nahdliyin. Padahal ada pemilih milenial dengan jumlah cukup banyak dan masih menjadi massa mengambang," katanya.
Menurut Surokim, pemilih milenial memiliki idealisme dalam menentukan pilihan. Dibandingkan berbicara soal ideologis, pemilih milenial lebih rasional dengan membaca program.
Menjawab tantangan tersebut, Surokim menyebut ada sejumlah strategi yang bisa dilakukan. Di antaranya, mulai berbicara soal program yang bukan hanya tentang religiusitas namun juga hal lain.