Dosen ITS Surabaya Kembangkan Riset Nano Chitosan untuk Pengobatan Covid-19, Berbahan Hewan Laut
Dsen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengembangkan chitosan sebagai material untuk aplikasi medis dan industrial.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Pipin Tri Anjani
“Dengan teknik yang berbeda pada proses konvensional yang menggunakan bahan kimia, alhamdulillah properties (sifat) chitosan juga berbeda,” tutur alumnus Curtin University of Technology, Western Australia ini.
Lulusan doktor dari Institute Materials for Research (IMR), Tohoku University, Jepang ini juga membeberkan bahwa chitosan yang ia kembangkan bukan hanya untuk aplikasi medis.
Namun juga bisa diaplikasikan untuk industri pengolahan makanan, industri pertanian, industri perikanan, tekstil, kertas, sampai biosorption logam tanah jarang dan logam berat lainnya.
"Tapi yang paling utama adalah menciptakan kemandirian dalam membuat dan memproduksi sendiri dari bahan baku lokal dalam rangka meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan proses yang murah dan ramah lingkungan,"tegasnya.
Sungging menambahkan produknya ini diharapkan berkualitas medis dengan tingkat efisiensi yang tinggi, murah dan ramah lingkungan.
Baca juga: CCTV Adegan Ranjang RSUD Heboh, Fakta di Baliknya: Pelaku Pasien Covid-19, Direktur RS-Polisi Gercep
"Secara tidak langsung, hal tersebut menjawab tantangan isu dalam proses pembuatan chitosan yang saat ini masih belum efisien,"lanjutnya.
Produk chitosan milik Rini ini beberapa sudah diuji baik uji in-vitro maupun in-vivo.
Chitosannya ini juga telah diaplikasikan sebagai dental filler, bone cement, implant coating, antibacterial dan therapeutic agent.
"Pengujian secara klinis juga sudah dilakukan kepada pasien sukarela dengan trackrecord medis yang sudah tidak mampu lagi ditangani oleh dokter,"tegasnya.
Serta ada beberapa pasien yang memang tidak memiliki asuransi kesehatan tetapi penyakit yang diderita membutuhkan biaya yang besar seperti kanker, diabetes, bacterial diseases, virus diseases, Covid-19 dengan penyakit bawaan (penyerta), dan pneumonia serta beberapa penyakit lainnya.
Saat disinggung mengenai kendala risetnya, ia mengungkapkan biaya produksi dan rumitnya birokrasi kesehatan menjadi kendala terbesar.
Sehingga ia berharap adanya mitra yang juga memiliki jiwa kemanusiaan dan sosial untuk program gratis chitosan bagi yang membutuhkan terutama bagi masyarakat tidak mampu.
Harapannya, dari risetnya ini Indonesia tidak lagi bergantung pada produk impor, sehingga kemandirian pada bahan baku lokal yang dapat dikelola dan dimanfaatkan bisa diaplikasikan untuk pemenuhan masyarakat Indonesia dengan proses yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
“Harapan ke depan, ITS dapat membaca potensi dan prospek dari hasil pengembangan laboratorium-laboratorium yang ada, salah satunya dengan dukungan dan support fasilitas laboratorium di ITS baik itu di departemen maupun laboratorium bersama,” pungkasnya.