Dihantam Pandemi, Pengerajin Wayang Kulit Tradisional Plosklaten Kediri Tetap Kebanjiran Pesanan
Mbah Subroto pengerajin wayang kulit yang berusia 78 tahun masih tampak sehat dan kuat tekuni profesi sebagai wayang kulit tradisional
Penulis: Farid Mukarrom | Editor: Januar
Reporter: Farid Mukarrom | Editor: Januar AS
TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Mbah Subroto pengrajin wayang kulit yang berusia 78, tahun masih tampak sehat dan kuat tekuni profesi sebagai pengrajin wayang kulit tradisional.
Dalam usia yang senja ini Mbah Broto warga Desa Panjer Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri mampu produksi ratusan wayang kulit yang digunakan untuk menghidupinya.
Sekalipun saat ini sedang masa pandemi Covid-19 yang mengakibatkan menurunnya omset jualan wayang kulit. Hal ini tak pernah menyurutkan semangat Mbah Broto dalam menekuni usaha wayang kulit.
Sambil mendengarkan radio campur sari dan gamelan jawa Mbah Broto nampak asik usaha wayang kulitnya ini yang baru saja mendapatkan pesanan sejumlah 125 buah.
Baca juga: Pulihkan Trauma Korban Tanah Longsor Nganjuk, Tagana Jatim Siapkan Program Pemulihan Psikis
Dalam seminggu Ia mampu produksi satu wayang kulit dengan berbagai macam karakter, seperti Kudoro, Janako dan Gatot Koco.
Kepada SURYA.CO.ID Mbah Broto mengatakan bahwa ia sebelumnya adalah pemain tanggapan wayang. Namun sambil jadi pemain wayang, ia juga jadi pengerajin wayang.
"Saya itu dulu jadi gender (penuntun suara) ikut wayangan dari Blitar dan sudah 30 tahun lebih," ungkapnya Rabu (17/2/2021).
Kemudian hal yang pertama dia lakukan adalah menatah kulit lembu yang ia dapat dari Blitar menggunakan alat besi.
"Pakai cat nya sesuai dengan pesanan karakter para pemesan," tutur pria kelahiran 1942.
Mbah Broto mengaku bahwa ilmu untuk jadi pengerajin wayang ini didapatkan pengalaman ayahnya.
"Ayah saya itu dulu dalang dan dulu keluarga kami sangat mencintai wayang," ucapnya.
Seiring berjalannya waktu, wayang kulit buatannya semakin dikenal oleh masyarakat luas.
Mbah Broto mengatakan bahwa usahanya ini sudah di ekspor mulai Kediri sampai Sulawesi, dan Banyuwangi.
"Kalau yang di Sulawesi juga main wayang, bukan untuk koleksi. Mungkin karena mereka tahu kualitasnya jadi mau pesan dari saya," kata Mbah Broto.
Saat ini meskipun penjualan sedang naik turun adalah hal yang sudah biasa, namun Mbah Broto tetap konsisten membuat wayang kulit berapapun pesanan yang ia terima.
Sebelum masa pandemi, Mbah Broto bisa menjual hingga 50 lembar wayang kulit dengan berbagai ukuran. Dengan harga paling murah 400.000 dan termahal itu ada 3000.000.
"Sekarang saya jual 300.000 per wayang. Sedangkan yang paling mahal harganya mencapai 2.500.000 per wayang, biar orang mau beli," ujar Mbah Broto.
Dengan turunnya harga, banyak pelanggan yang menganggap ini sebagai aji mumpung. Mereka buru-buru memesan sebelum harganya naik lagi. Contohnya saja seorang dalang asal Kota Blitar yang langsung memesan 125 wayang kulit untuk menggantikan wayangnya yang lama.
“Mumpung harganya sedang turun, para dalang dan seniman akhirnya banyak yang pesan. Jika dihitung-hitung, pendapatan saya bisa Rp 10 juta per bulan selama masa pandemi,” katanya.
Selain itu menurut Mbah Broto bahwa sebelumnya Bupati Kediri Haryanti Sutrisno pernah kunjungi dirinya untuk beli wayang kulit.
"Tahun 2019 kemarin waktu ada kunjungan ke Pabrik Tahu. Bu Bupati datang dan pesan wayang saya," tuturnya.
Sementara itu Mbah Broto menyampaikan pesan kepada para pemuda saat ini, terutama pada generasi milenial untuk tidak lupa tentang sejarah.
"Saya berharap generasi muda jangan sampai melupakan seni wayang kulit ini karena sudah menjadi peninggalan jaman kuno dan sangat perlu dilestarikan," ajaknya.