Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Polemik Kasus Salah Transfer, Pasal TPPU Dihapus Diganti Pasal Penggelapan, Begini Pernyataan Jaksa

Kasubsi Pra Penuntutan Kejari Tanjung Perak I Gede Willy Pramana: perkara salah transfer akan dilanjutkan ke tahap pembahasan pokok perkara.

Penulis: Samsul Arifin | Editor: Hefty Suud
TRIBUNJATIM.COM/FIRMAN RACHMANUDIN
Adik Terdakwa Ardi didampingi tim kuasa hukum mencari keadilan terhadap proses hukum kakaknya terkait kasus salah transfer. 

Reporter : Syamsul Arifin | Editor: Heftys Suud

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kasubsi Pra Penuntutan Kejari Tanjung Perak I Gede Willy Pramana meyakini dalam putusan sela nanti perkara salah transfer akan dilanjutkan ke tahap pembahasan pokok perkara. Mengingat, surat dakwaan telah disusun.

Dalam surat dakwaan tersebut Ardi bakal dijerat Pasal 143 ayat (2) huruf A dan huruf B UU No. 8 Tahun 1981.

“Kemudian yang menarik adalah penerapan Pasal 85 UU No.3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana. Dimana tindak pidana terletak pada saat pelaku dengan sengaja dan mengakui sebagai miliknya,” kata Willy yang juga sebagai jaksa penuntut dalam kasus ini, Senin (1/3/2021). 

Baca juga: Ramalan Zodiak Besok Selasa 2 Maret 2021 Virgo Kejar Peluang yang Menghampirimu, Leo Krisis Keuangan

Baca juga: Pria Trenggalek yang Bunuh Bapak Kandungnya Meninggal Dunia, di Penjara Sempat Mengeluh Sakit Kepala

Nah, dari situlah menurut Willy adalah letak kesalahan dari pelaku. 

Willy menjelaskan, jaksa memiliki kewenangan untuk mengubah pasal dari yang semula diterapkan oleh penyidik. 

Artinya, pengubahan pasal tersebut sudah sesuai dengan KUHAP.  

“Itu, kan, kewenangan jaksa, karena jaksa tidak terikat. Kita ini, kan, pengendali perkara dan penerapan pasal jaksa yang berwenang. Yang mempertanggungjawabkan hasil penyidikan (di persidangan), kan, jaksa, bukan polisi,” tandasnya.

Willy lantas menguraikan alasan menghapus pasal TPPU dan menggantinya dengan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan di surat dakwaan Ardi. 

Baca juga: Cara Mengganti Kartu ATM ke Chip Bank BRI, BCA, BNI hingga Mandiri, Lengkap Rincian Biaya Ganti

Baca juga: Kapan Sebaiknya Membayar Utang Puasa? Simak Ketentuan Waktunya untuk Persiapan Bulan Ramadhan 2021

“Ketika kita bicara TPPU, kita bicara hasil dari tindak pidana, berarti kita berbicara barang yang diperoleh yang berupa bentuk, kemudian harus jelas juga penguasaan barang, dan bertujuan harus jelas. Nah, ini belum ditemukan (di perkara Ardi),” ucapnya.

Imbuh Willy, “Bahkan dalam Pasal 1360 KUHPerdata mengatur -Barang siapa secara sadar atau tidak,menerima sesuatu yang tak harus dibayar kepadanya, wajib mengembalikannya kepada orang yang memberikannya.” 

Sementara terkait kesalahan Bank. dalam melakukan kesalahan transfer tersebut disebutkan telah diselesaikan melalui mekanisme internal. 

Jadi, sebelum menggunakan uang yang masuk ke rekening, pelaku harusnya mempunyai itikad baik dengan melakukan pengecekan terhadap yang melakukan transfer. 

“Perlu diketahui uang Rp 51 juta tersebut habis hanya dalam waktu dua hari sejak Ardi menerima dana tersebut,” ungkapnya. 

Terpisah, Penasihat hukum Ardi, R Hendrix Kurniawan mengatakan, ada beberapa kejanggalan, dari proses musyawarah dengan pihak BCA hingga proses hukum yang dijalani kliennya. 

Sementara pihak BCA mengklaim sudah melaksanakan kebijakan sesuai aturan perbankan yang belaku.

Setidaknya empat hal yang menjadi poin bantah-membantah antara pihak Ardi dengan pihak BCA. Pertama, terkait pengembalian dana oleh Ardi yang ‘nyasar’ ke nomor rekeningnya. 

Hendrix menuturkan, berdasarkan berita acara pemeriksaan, kasus salah transfer itu bermula ketika karyawan BCA Citraland Surabaya berinisial NK salah menginput data rekening dari nasabah berinisial P yang melakukan transaksi warkat kliring pada 11 Maret 2020 dengan jatuh tempo pencairan selama satu minggu, yakni 17 Maret 2020.

Rupanya, NK keliru menginput satu angka pada nomor rekening P, dari semestinya angka nol ke angka enam. Duit pun masuk ke rekening Ardi. 

Hendrix menuturkan, kliennya mengira duit tersebut adalah transfer fee jasa jual beli dua unit mobil yang berhasil ia jual. Duit itupun dipakai. 

“Dana bisa cair tanggal 17 Maret dan baru sepuluh hari kemudian, 27 Maret, pihak bank baru memberitahu dan menemui klien kami. Mestinya, jika salah transfer pihak bank, kan, langsung menghubungi,” katanya.

Kedua, terkait proses musyawarah dan pengembalian. Hendrix mengatakan, begitu didatangi pihak BCA, Ardi beriktikad baik untuk mengembalikan dana ‘nyasar’ itu namun dengan cara diangsur, karena duit sudah kadung dipakai. 

Namun, pihak BCA tidak mau dan meminta duit dikembalikan langsung sebesar Rp 51 juta. Karena tidak ada titik temu, BCA melalui kantor legalnya mengirimkan somasi hingga dua kali.

Saat disomasi, Ardi langsung mendatangi kantor hukum yang ditunjuk BCA dan membawa duit Rp 5 juta untuk angsuran. 

Namun ditolak dan disarankan langsung disetorkan ke rekening Ardi yang sudah diblokir. Saat diblokir, uang di rekening Ardi sebesar Rp5 juta. 

Ditambah uang angsuran Rp5 juta, total uang di rekeningnya Rp10 juta. 

“Ketika dilaporkan pada Agustus 2020, klien kami bisa kumpulkan uang Rp41 juta dan coba mengembalikan, tapi oleh BCA diminta kembalikan ke NK,” tandasnya.

Ketiga, terkait identitas pelapor. Hendrix menuturkan, adalah janggal ketika pihak BCA menyampaikan bahwa pelapor kasus yang membelit kliennya ke Polrestabes Surabaya bukanlah BCA selaku badan hukum, namun NK selaku karyawan BCA. 

Padahal, kata dia, saat kejadian NK bertugas dan melakukan kesalahan transfer atasnama BCA.

“Kenapa sekarang jadi personal,” ucapnya.

Keempat, terkait proses hukum yang dilalui Ardi. Hendrix juga mempertanyakan proses hukum terhadap kliennya yang disebut amat cepat, terutama saat berkas perkara dinyatakan P21 oleh Kejari Tanjung Perak, pada 19 Januari 2021 dan sudah ada penetapan majelis hakim yang akan disidangkan empat hari kemudian, 23 Januari. 

Sebab, lanjut dia, pada yang sama ia mengajukan praperadilan.

“Tujuannya agar praperadilan kami gugur,” kata Hendrix menduga.

Pernyataan pihak BCA berbeda dengan apa yang disampaikan Hendrix. Dalam keterangan resminya Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F Haryn, tak menjelaskan kronologi salah transfer Rp51 juta yang dilakukan karyawannya saat itu, NK dan nyasar ke Ardi.

Hera hanya menjelaskan ihwal surat pemberitahuan dan upaya pengembalian dana dari pihak Ardi Pratama. 

“Berdasarkan catatan bank, nasabah telah menerima 2 (dua) kali surat pemberitahuan terjadinya salah transfer dari bank dan pihak bank telah meminta nasabah untuk segera mengembalikan dana tersebut sejak Maret 2020. Kedua, berbeda dengan Hendrix, Ardi disebut pihak BCA tidak menunjukkan iktikad baik untuk mengembalikan dana yang nyasar itu. Di samping itu, telah dilakukan upaya penyelesaian secara musyawarah, namun tidak ada itikad baik dari nasabah untuk mengembalikan dana sehingga sampai saat ini (1/3/2021) belum ada pengembalian dana dari nasabah (Ardi Pratama),” tandas Hera.

Ketiga, pihak BCA menegaskan bahwa pelapor Ardi bukanlah BCA selaku badan hukum, melainkan NK yang saat melaporkan kasus itu ke polisi sudah tidak lagi berstatus karyawan bank tersebut. 

Tidak dijelaskan NK berhenti apa karena disanksi, mengundurkan diri, atau pensiun. 

“Pelaporan dilakukan oleh karyawan BCA yang pada saat melaporkan kasus ini yang bersangkutan sudah purna bakti dan dengan kesadarannya sendiri dan itikad baiknya sudah mengganti dana salah transfer tersebut,” pungkas Hera.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved