Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Suasana Mencekam di Nusakambangan saat Eksekusi Mati, Dokter Hastry: Yang Tak Tampak Ikut Nonton

Ahli forensik dr Sumy Hastry Purwanti atau akrab disapa dr Hastry takut dan khawatir saat pertama kali masuk tim eksekusi mati di Nusakambangan.

YouTube Denny Darko
Mentalis Denny Darko saat mewawancarai ahli forensik Kombes dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F. 

Kesulitan dalam kasus ini terutama keluarga dan korban kekerasan seksual, tidak segera melapor ke polisi. Sekali pun kasus itu sudah dilaporkan, korban enggan bercerita lepas kepada penyidik atas apa yang dialaminya.

Perannya di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak dalam kasus ini benar-benar diuji. Ia dan penyidik harus berlomba dengan waktu untuk membuat korban berbicara dan menceritakan rincian kejadian.

Semakin lama dibiarkan, bekas luka dan jejak kekerasan akan menghilang. Pada ujungnya, penyidik jatuh pada kesimpulan bekas luka di tubuh korban akibat benda tumpul, begitu kata dia.

Beberapa tahun lalu, ia pernah menangani kasus pembunuhan bocah perempuan usia enam tahun di Wonosobo. Leher korban dijerat lalu dinodai hingga meninggal oleh kakak tirinya.

Pelaku menyembunyikan jenazah korban lima hari di atas langit-langit rumah. Keluarga kebingungan mencari korban sampai akhirnya tercium bau busuk. Korban pun ditemukan.

"Kondisi di Wonosobo dingin, jenazah bisa dibilang masih bagus. Sehingga pemeriksaan jenazah korban tidak ada kendala. Cuaca juga mempengaruhi kondisi jenazah," ia menjelaskan.

Tak hanya kasus-kasus di daerah pelosok, kasus asusila yang melibatkan pesohor seperti artis dan pejabat pernah Hastry tangani. Soal yang satu ini susah-susah gampang, Hastry harus tebal telinga dan banyak bersabar karena pesohor dan pejabat merasa besar hati.

"Saya pernah dikata-katai, tapi itulah risikonya," Hastry mengenang.

Hastry harus mau berbagi dengan penyidik di satu ruangan menonton rekaman video mesum kasus asusila.

Hanya dengan menontonlah ia bisa tahu detail perbuatan untuk mencari seseorang diduga kuat pelakunya.

Hastry berharap keluarga, perempuan dan anak korban kekerasan seksual segera melapor jika mengalami kekerasan.

"Jangan ulur waktu, agar bisa segera diungkap," pesan dia.

Tonton Videonya

Baca juga: Buku Tarbiyah Jihadiyah hingga Buku dengan Cover Imam Samudra Disita dari Teroris di Jawa Timur

Sosok dr Hastry

Kombes Pol Sumy Hastry Purwanti merupakan ahli forensik yang cukup diperhitungkan dunia.

Laman Divisi Humas Polri juga menyebut Kombes Pol Sumy Hastry Purwanti merupakan Polwan Ahli Forensik pertama di Asia.

Selain itu, Kombes Sumy disebut berpengalaman mengidentifikasi korban, seperti korban pembunuhan, mutilasi, bom hingga jatuhnya pesawat.

Tangani Berbagai Kasus

Kombes Pol Sumy Hastri Purwanti kerap menangani sejumlah kasus besar.

Dikutip dari Kompas.com, berbagai kasus besar pernah ditangani sejak ia masih menempuh pendidikan sebagai dokter spesialis forensik di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.

Kasus-kasus itu antara lain Bom Bali I (2002), bom Hotel JW Marriott (2003), bom di Kedutaan Besar Australia, bencana alam tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam (2004), kecelakaan pesawat Mandala di Medan (2005), Bom Bali II (2005), serta kecelakaan pesawat Sukhoi (2012).

Kepiawaiannya dalam mengungkap identitas jenazah yang sulit teridentifikasi pun membuat namanya cukup diperhitungkan di dunia.

Bahkan, ketika peristiwa kecelakaan pesawat Malaysia Airlines MH17 terjadi di Ukraina beberapa waktu lalu, dia sempat dipanggil ke Belanda untuk membantu proses identifikasi tersebut.

"Enggak diseganilah. Kebetulan kan kerja di kepolisian dan memiliki keahlian. Jadinya sering diminta bantuan kalau ada kejadian di dalam dan luar negeri," katanya.

dr Hastry
Kepala Instalasi Forensik RS Polri Kramat Jati Kombes Sumy Hastry Purwanti saat memberi keterangan di Jakarta Timur, Kamis (6/2/2020) (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

Hastry mengungkapkan, menjadi dokter forensik merupakan profesi yang sangat menantang.

Layaknya seorang polisi yang mengungkap sebuah kasus kejahatan, tak jarang dokter forensik juga harus dihadapkan pada realita bahwa jenazah yang dihadapinya tidak utuh.

Dengan demikian, mereka harus menyusun satu per satu bagian tubuh jenazah dan mencocokkannya dengan data antemortem dan postmortem sebelum akhirnya menentukan identitas jenazah.

"Saya ini enggak mikir mau perempuan atau laki-laki. Begitu kali pertama kerja dan ke TKP (tempat kejadian perkara) lalu kasus terungkap, itu senang banget," ujarnya.

Menurut Hastry, ada beban mental yang dihadapi oleh seorang dokter forensik.

Ia bercerita, ketika sebuah kecelakaan atau bencana besar terjadi, keluarga korban pasti akan menunggu kepastian nasib keluarganya yang menjadi korban dengan harap-harap cemas.

Setidaknya, jika memang keluarga mereka meninggal dunia, jenazah dapat teridentifikasi dan segera dikembalikan ke keluarga untuk dimakamkan.

"Kasihan kalau tidak teridentifikasi, ini jadi beban juga buat kami. Kita berharap proses identifikasi bisa cepat selesai dan segera disemayamkan," katanya.

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Kisah Dokter Hastry Takut Awal Masuk Tim Eksekusi Mati di Nusakambangan: Yang Tak Tampak Ikut Nonton

---

Berita tentang aksi terorisme

Berita tentang Psikolog Forensik

Berita tentang Jawa Timur

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved