Tempat Ibadah Selalu Jadi Sasaran Aksi Teror Bom dalam 5 Tahun Terakhir, BNPT-RI Ungkap Alasannya
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT-RI) mengungkap alasan kelompok teror kerap menargetkan lokasi tempat ibadah saat beraksi.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Ndaru Wijayanto
Reporter: Luhur Pambudi I Editor: Ndaru Wijayanto
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT-RI) mengungkap alasan kelompok teror kerap menargetkan lokasi tempat ibadah saat beraksi.
Tinjauan tersebut merujuk pada peristiwa ledakan bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Katedral, Jalan Kartini, Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu (28/3/2021).
Termasuk dengan insiden bom bunuh diri serupa di tiga gereja tahun silam di Kota Surabaya. Yakni Gereja Kristen Indonesia Jalan Diponegoro, Gereja Santa Maria Jalan Ngagel, dan Gereja Pantekosta Jalan Arjuno, Minggu (13/5/2018) silam.
Direktur Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT-RI, Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid menegaskan, pemilihan tempat ibadah sebagai objek sasaran teror atau serangan oleh kelompok terorisnya sebagai bentuk propaganda.
Sebuah siasat licik yang sengaja dilakukan oleh kelompok tersebut bertujuan memantik prasangka yang berujung mengadudomba entitas kelompok yang terdapat di suatu kawasan.
"Maka indikasi kuat, ini bagian dari propaganda adu domba mereka. Sehingga terjadi (rasa) saling curiga, sehingga terjadi konflik sosial masyarakat," katanya saat dihubungi TribunJatim.com, Minggu (28/3/2021).
Radikalisme dan terorisme, ungkap Nurwakhid, tak ubahnya jenis lain dari gerakan politik mengatasnamakan agama. Tujuannya tak lain dan tak bukan, untuk merebut kekuasaan dengan siasat mengganti ideologi dan sistem negara.
Hanya saja dalam konteks kejahatan teroris di Indonesia yang kerap dilatarbelakangi oleh kelompok yang mengatasnamakan agama; dengan mengsung misi negara Islam (Khilafah), berjumlah minor.
Maka, aksi teror dan penyerangan terhadap simbol negara atau entitas agama tertentu, sengaja dipilih oleh kelompok tersebut.
"Mengadu domba dengan nuansa SARA (suku, agama, ras), seperti kejadian di Ambon, Poso, dan sebagainya. Itu yang selalu memantik adalah kelompok radikal dan terorisme," jelasnya.
Sehingga, lanjut Nurwakhid, pihaknya berpesan kepada masyarakat agar tetap solid, dan jangan takut. Mengingat, bahwa insiden ledakan tersebut tidak ada kaitannya dengan agama apapun atau kelompok organisasi masyarakat (ormas) resmi apapun.
"Tapi ini sungguh terkait dengan kelompok terorisme. Atau jaringan radikalisme atau terorisme," pungkasnya.
Sekadar diketahui, pihak Polri menyimpulkan pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, berjumlah dua orang. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
Kesimpulan tersebut diperoleh oleh Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol E Zulpan, setelah Tim INAFIS, DVI dan Puslabfor Polda Sulsel melakukan proses identifikasi terhadap jenazah kedua pelaku bom bunuh diri yang berserakan akibat efek ledakan dari sekitar lokasi kejadian.