Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Trenggalek

Menengok Tradisi Setandan di Desa Pegunungan Trenggalek yang Hampir Punah

Selain dikenal sebagai kota penghasil Gaplek, Kabupaten Trenggalek ternyata dulunya juga dikenal sebagai kota penghasil buah pisang

Editor: Januar
Istimewa/TribunJatim.com
Pisang untuk Tradisi Setandan di Trenggalek 

Editor: Januar AS

TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK - Selain dikenal sebagai kota penghasil Gaplek, Kabupaten Trenggalek ternyata dulunya juga dikenal sebagai kota penghasil buah pisang. 

Hal itu bisa dibuktikan setiap momen hari raya Idul Fitri, masih ada sejumlah rumah-rumah warga yang memajang buah pisang satu tundun di halaman depan rumah. 

Di desa Petung, kecamatan Dongko misalnya. Rumah warga di sepanjang jalan tersebut nampak halaman depannya dihiasi dengan janur kuning dan satu tundun buah pisang yang digantung. 

Buah pisang itu sengaja digantung karena memang disuguhkan untuk masyarakat yang lewat. 

"Saya penasaran ini kok dijemur? Kelihatan aneh aja. Tapi setelah saya berhenti, saya tanya sama yang punya katanya boleh diambil. Memang disuguhkan karena sudah tradisinya, akhirnya ya saya ambil," kata Angga warga Gresik yang kebetulan melintas, Minggu (16/5/2021). 

Sebuah kearifan lokal yang tetap terjaga dengan baik. Tradisi ini bernama setandan dan sudah ada sejak lama. Meski saat ini telah banyak yang mulai meninggalkan, faktanya beberapa warga masih bertahan dengan melestarikannya. 

Baca juga: ASN Pemkab Kediri Dites Antigen Pada Hari Pertama Kerja Usai Libur Lebaran 2021, Begini Hasilnya

Selain Desa Petung, potret budaya tersebut juga bisa kita lihat di desa Pandean, Sikki dan Sumberbening. Warga di beberapa desa itu juga mencoba untuk melestarikan tradisi warisan leluhurnya ditengah gerusan zaman.

Satu di antaranya potret budaya itu bisa dilihat di desa Pandean. Saat memasuki hari raya Idul Fitri, masyarakat setempat menggantung buah pisang di depan rumah. Pisangnya boleh diambil siapa saja.

"Setiap lebaran warga desa sini selalu menyediakan pisang sak tundun yang digantung di depan rumah. Tradisi ini turun-temurun sejak zaman nenek moyang dulu,"ungkap Ikhsan Hadianto, warga asli desa Pandean.

Berdasarkan sejarahnya, Ikhsan menyebutkan ada beberapa versi. Salah satunya, tradisi itu bermula saat era kolonial. Masing-masing rumah menggantung pisang sebagai suguhan warga yang kelaparan karena perang melawan penjajah.

"Kebiasaan masyarakat akhirnya bergeser menjadi suguhan saat Lebaran. Jajanan pasar seperti rengginang, semprong dan kembang goyang saat itu memang belum ada sebagai suguhan lebaran," ujarnya 

Sementara versi lain menyebutkan, lanjut Ikhsan menjelaskan. Tradisi ini dulunya bermula saat hari lebaran banyak warga yang mondar-mandir melakukan ziarah. 

"Karena wilayah pegunungan yang luas dengan kondisi jalan yang penuh tanjakan dan turunan, membuat warga mudah kelaparan. Sehingga pisang menjadi alternatif suguhan bagi warga," bebernya.

Perlu diketahui. Buah pisang menjadi satu-satunya suguhan saat lebaran. Sebab, kala itu pisang menjadi salah satu hasil bumi yang melimpah bagi masyarakat yang bermukim di ketinggian sekitar 1000 meter di atas permukaan laut (mdpl). 

Begitulah nuansa budaya masyarakat tradisionalis yang dulunya penuh kegotong royongan dan saling berbagi satu sama lain. Namun, potret kehidupan seperti demikian. Kini agaknya mulai jarang kita temui di sejumlah desa.

Kumpulan berita Jatim terkini

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved