Virus Corona
Bolehkah Tidak Usah Minum Obat saat Isolasi Mandiri di Rumah Positif Corona? Simak Penjelasan Dokter
Bolehkah tidak usah minum obat saat isolasi mandiri di rumah karena positif Covid-19? Begini penjelasan dokter.
Penulis: Alga | Editor: Arie Noer Rachmawati
Penulis: Alga Wibisono | Editor: Arie Noer Rachmawati
TRIBUNJATIM.COM - Tak sedikit yang memilih isolasi mandiri di rumah bagi mereka yang terkonfirmasi positif Covid-19 dengan gejala ringan atau tanpa gejala.
Namun, bukan berarti tak perlu melapor jika terkonfirmasi positif Covid-19 dan bisa langsung melakukan isolasi mandiri.
Ya, bila memang hendak melakukannya, ada beberapa hal yang perlu diingat.
Selain itu, apakah boleh isolasi mandiri namun tidak minum obat?
Simak info selengkapnya.
Baca juga: Oknum Satpol PP Bangkalan Digerebek Warga Usai Bawa Masuk Wanita di Rumah, Berdalih Isolasi Mandiri
Lapor RT atau RW
Jika ingin melakukan isolasi mandiri, jangan sampai tidak melapor ke RT atau RW atau bahkan tenaga medis.
Penting untuk melapor, meski saat ini kapasitas banyak rumah sakit penuh karena tingginya kasus Covid-19.
Hal ini dilakukan sebagai bagian dari tracing atau penelusuran kontak erat.
Selain itu, melapor juga membuat seseorang bisa mendapatkan anjuran terapi dan penanganan yang tepat jika menunjukkan gejala Covid-19.
Penting dilakukan guna memantau kondisi kesehatan sang pasien yang terkonfirmasi positif Corona.

Boleh tidak usah minum obat?
Dokter Spesialis Paru dari Eka Hospital Cibubur, dr Paulus Arka Triyoga, SpP, menjelaskan.
"Kalau gejala ringan boleh kok enggak minum obat, multivitamin juga bisa."
"Tapi kalau ada keluhan, sebaiknya kami diberi kabar."
"Kalau batuk, ditambah obat batuk. Kalau pilek, ditambah obat pilek," ucap Arka.
Hal ini penting untuk terus diingatkan karena masih ada masyarakat yang malas atau takut melapor ketika dinyatakan terkonfirmasi positif.
Misalnya khawatir akan didatangi pihak Puskesmas dan diketahui statusnya oleh warga sekitar.
Padahal, karena tingginya angka kasus, pemantauan terhadap individu yang melakukan isolasi mandiri kini banyak dilakukan secara jarak jauh.
Jadi, setelah dinyatakan terkonfirmasi positif Covid-19, sebaiknya langsung melapor ke RT/RW, Gugus Tugas, atau Puskesmas setempat.
Lakukan juga penelusuran kontak terhadap anggota keluarga yang tinggal di satu rumah.
Jika ada yang terkonfirmasi positif Covid-19, pastikan turut melapor.
Namun, bila kondisi rumah tidak memungkinkan untuk melakukan isolasi mandiri, sampaikan pada fasilitas kesehatan untuk dibantu mencarikan tempat isolasi mandiri.
"Kalau di rumah tidak bisa banget, padat, kamar cuma satu, dan banyak yang kena, minta tolong pada Puskesmas."
"Nanti bisa kok dibantu mencarikan tempat isolasi mandiri."
"Setiap Dinas Kesehatan juga punya tempat sendiri, seperti rumah sakit daruratnya," ujar Arka.

Alat yang harus tersedia saat isolasi mandiri
Menurut dr Arka, ada dua alat yang harus ada ketika seseorang isolasi mandiri di rumah, yakni termometer dan pulse oximeter.
"Sekarang sudah mencari rumah sakit karena sedang penuh banget."
"Sebaiknya minimal ada temperatur suhu, jadi tahu apakah demam atau tidak," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (26/6/2021).
Sementara pulse oximeter dapat membantu mengecek saturasi oksigen.
Terutama jika individu yang terkonfirmasi positif memiliki gangguan respiratorik, seperti batuk atau napas berat.
"Kalau sudah di bawah 93-95 persen itu peringatan," katanya.

Bisa sembuh
Penderita virus Covid-19 juga bisa sembuh meski hanya melakukan isolasi mandiri di rumah.
Hal ini berlaku bagi mereka yang memiliki gejala ringan.
Contohnya kisah Elizabeth Scheneider, wanita 37 tahun asal Amerika Serikat yang sembuh dari virus Corona dengan melakukan perawatan di rumah.
Dilansir dari AFP, Schneider yang memiliki gelar doktor di bidang bioengineering menyebut, kisahnya dibagikan untuk memberi sedikit harapan kepada orang-orang yang sedang dilanda kepanikan.
Kisahnya lebih umum daripada yang orang mungkin pikirkan.
Sebab otoritas kesehatan AS mengatakan, 80 persen kasus yang terjadi di sana merupakan kasus ringan.
Sisa kasus yang memerlukan rawat inap terutama dialami warga di atas usia 60 tahun.
Ditambah orang-orang dengan masalah kesehatan lain (komorbid), seperti diabetes, penyakit jantung, atau penyakit paru-paru.
Schneider mengungkapkan bagaimana dia pertama kali mulai mengalami gejala mirip flu pada 25 Februari 2021 lalu.
Gejala tersebut muncul tiga hari setelah dia menghadiri pesta.
Belakangan, setidaknya ada lima orang lainnya di tempat tersebut yang diidentifikasi terkena virus Corona.
"Ketika bangun aku merasa lelah, tetapi itu tidak lebih dari apa yang biasanya dirasakan ketika harus bangun dan pergi bekerja."
"Dan aku pun sangat sibuk di akhir pekan sebelumnya," kata dia.
Dia merasakan sakit kepala muncul di siang hari, bersama dengan demam dan sakit-sakit pada tubuh.
Ia lalu tidur siang dan bangun dengan suhu 39 derajat Celcius pada malam harinya.
"Saat itu aku mulai menggigil tak terkendali dan merasa kedinginan serta kesemutan parah. Itu cukup mengkhawatirkan," ujar Schneider.
Dia kemudian mengambil obat flu yang dijual bebas dan memanggil seorang teman untuk berjaga-jaga jika dia perlu dibawa ke rumah sakit.
Namun, demamnya mereda pada hari-hari berikutnya.
Schneider sebelumnya tak mengira terjangkit virus Corona, karena tidak mengalami gejala seperti batuk atau sesak napas.
Dia melakukan imunisasi flu, tetapi mengira penyakitnya disebabkan oleh strain yang berbeda.
Ketika mengunjungi dokter, dia diperintahkan untuk pulang, beristirahat, dan minum banyak cairan.
Titik di mana dia mulai curiga adalah ketika seorang teman di Facebook mengunggah tulisan bahwa beberapa orang dari pesta mengalami gejala seperti yang dialaminya.
Orang-orang ini pergi ke dokter dan dinyatakan negatif terkena flu, tetapi tidak ditawari tes virus Corona.
Sebab, mereka tidak menunjukkan gejala umum seperti batuk dan kesulitan bernapas.
Schneider kemudian mendaftarkan diri dalam sebuah program penelitian yang disebut Seattle Flu Study dengan harapan dapat mengatasi penyakitnya.
Dia dikirimi kit swab oleh para peneliti, yang kemudian ia kirimkan kembali.
Setelah beberapa hari, tepatnya pada 7 Maret 2021, Schneider mendapat kabar jika dinyatakan positif Covid-19.
Anehnya, Schneider justru merasa lega.
"Aku sedikit terkejut, karena kupikir itu agak keren," kata dia.
Ia merasa kejadian ini menarik dari perspektif ilmiah, sebab gejalanya sudah mereda pada saat dia didiagnosis.
Otoritas kesehatan setempat kemudian memintanya untuk tinggal di rumah selama setidaknya tujuh hari setelah timbulnya gejala, atau hingga 72 jam setelah gejala berhenti.
Sementara itu, Schneider yang telah merasa lebih baik selama seminggu terakhir telah mulai berkeliaran di luar.
Dia masih menghindari pertemuan besar dan memilih bekerja dari rumah.
"Jika kalian pikir terkena virus ini, kalian mungkin memang kena," kata Schneider.
"Tetapi jika gejala kalian tidak mengancam jiwa, cukup berdiam di rumah, berobat dengan obat-obatan yang dijual bebas, minum banyak air, banyak istirahat, dan lihat perkembangannya."
Meski begitu, Schneider tetap mengingatkan pentingnya mempertimbangkan individu berisiko tinggi dan tinggal di rumah jika merasa sakit.
Berita tentang Covid-19
Berita tentang isolasi mandiri