Kilas Balik
Jelang Supersemar, Soekarno Gemetar Ketakutan Istana Dikepung Pasukan Liar, Posisi Soeharto Disoroti
Menjelang lahirnya Supersemar, Soekarno ternyata sempat gemetar ketakutan di Istana karena serangan pasukan liar, keberadaan Soeharto dipertanyakan.
Penulis: Ignatia | Editor: Arie Noer Rachmawati
Namun, hal ini tidak digubris Amir Mahmud.
Baca juga: Soekarno Sakit saat Bacakan Proklamasi, Malam Sebelumnya Sempat Diculik, Terhenti karena Fatmawati
Sabur pun ketakutan hingga akhirnya mengirim nota langsung kepada Presiden Soekarno yang masih memimpin sidang.
"Membaca laporan Brigjen Sabur, Soekarno menjadi kalut. Laporan tersebut dilaporkan kepada Wakil Perdana Menteri Dr. Leimena, Dr. Soebandrio, dan Chairul Saleh," tulis Jonar TH Situmorang dalam bukunya Presiden (daripada) Soeharto ini.
Soekarno langsung meninggalkan rapat dan menyerahkan sisa rapat dipimpin oleh Leimena.

Namun, ketergesaan Soekarno itu membuat para menterinya tak tenang mengikut rapat.
Hingga akhirnya rapat ditutup.
Soebandrio yang saat itu menjabat Kepala Badan Pusat Intelijen (BPI) lari terbirit-birit mengejar Bung Karno yang sudah berjalan bersama pengawalnya menaiki helikopter untuk diamankan ke Istana Bogor.
Baca juga: Diidolakan Soekarno, Nasib Titien Sumarni Sang Artis Tersohor Era 50-an Justru Berakhir Pilu
Akhirnya kini terungkap siapa saja sebenarnya sosok-sosok yang ada dalam pasukan liar tersebut.
Masih dilansir dari Kompas.com, di dalam buku Misteri Supersemar disebutkan bahwa pasukan liar yang dimaksud adalah pasukan Kostrad.
Hal ini kemudian diakui oleh Kepala Staf Kostrad, Kemal Idris.
"Saya disuruh Pak Harto. Lalu, saya memerintahkan Sarwo Edhie untuk menggerakkan pasukannya ke istana untuk menangkap Bandrio," kata Kemal Idris.
Menurutnya, pasukan sebanyak dua kompi atau sekitar 80 personel itu sengaja tidak memakai tanda kesatuan supaya Soebandrio tidak takut keluar istana.

Pengerahan pasukan liar ini dianggap terkait dengan keinginan Soeharto yang disampaikannya langsung kepada Soekarno soal menteri-menteri yang terlibat G30S akan segera ditangkap.
Soekarno menolak mentah-mentah permintaan itu.
Sehingga, Soeharto menggunakan strategi lain untuk menangkap para menteri yang diduga terlibat PKI melalui kerja sama dengan mahasiswa yang melakukan unjuk rasa.