Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Jatim

Hari Santri, Gubernur Khofifah Dorong Penguatan Kemandirian Ekonomi Santri Melalui Entrepreneurship

Peringati Hari Santri Nasional 2021, Gubernur Khofifah dorong penguatan kemandirian ekonomi santri, pesantren dan alumni melalui entrepreneurship.

Editor: Dwi Prastika
Istimewa/TribunJatim.com
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa serahkan penghargaan kepada juara lomba Inovasi Bisnis Entrepreneur kategori santri junior dan senior, Jumat (22/10/2021). 

TRIBUNJATIM.COM - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengajak segenap elemen masyarakat untuk menjadikan peringatan Hari Santri Nasional 2021 sebagai momentum untuk menguatkan kemandirian ekonomi pada pribadi santri, pesantren dan alumni. Caranya melalui pengembangan kewirausahaan (entrepreneurship).

“Membela tanah air bisa diwujudkan dengan menguatkan kemandirian ekonomi pada pribadi santri, pesantren dan alumninya. Karena itu, jiwa entrepreneurship harus ditanamkan dan dipraktikkan. Santri harus bisa menjadi bagian dari penguatan ekonomi Indonesia. Santri harus mampu menjadi motor penggerak roda perekonomian bangsa, bahkan dunia. Itu juga makna Nahdlottujjar. Bangkitnya para wirausaha,” kata Gubernur Khofifah saat menjadi Inspektur Upacara Peringatan Hari Santri Nasional 2021 di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat (22/10/2021).

Khofifah berharap, momentum Hari Santri Nasional ini bisa menggugah semangat kewirausahaan. Santri harus bisa menjadi pionir dalam mewarnai pertumbuhan ekonomi Indonesia dan dunia. Apalagi Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar dunia.

“Potensi yang dimiliki Indonesia sudah sepatutnya dapat menjadi kekuatan santri, pesantren dan alumni pesantren serta kekuatan pelaku ekonomi lainnya. Mari kita kerja keras, kolaboratif dan terukur agar Indonesia bukan lagi negara pengimpor halal food terbesar di dunia, tapi berubah menjadi negara pengekspor produk halal food,” katanya.

Hal ini dikarenakan sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar dunia, Indonesia belum optimal sebagai produsen halal food. Di mana salah satu negara yang menjadi produsen makanan halal atau halal food terbesar di dunia adalah Brazil, disusul Australia. Sedangkan Indonesia merupakan pasar potensial bagi mereka.

“Idealnya, fenomena ini bisa berbalik. Produk halal food sangat mudah ditemui di Indonesia. Hampir semua produk makanan dari UKM dan UMKM di Indonesia tergolong halal food. Itu potensi yang luar biasa. Sayangnya, potensi itu belum dioptimalkan, sehingga Indonesia masih menjadi objek pasar,” katanya.

Hal ini, lanjutnya, selaras dengan pernyataan Wakil Presiden RI, KH Maruf Amin yakni Indonesia sudah saatnya membangun dan memperkuat industri produk halal. Harapan itu mulai direalisasikan secara perlahan. Salah satunya melalui kawasan industri halal yang berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur.

Iklim yang mendorong terwujudnya industri halal di Jawa Timur memang mulai terbentuk. Selain kawasan industri halal, berbagai elemen menggelar event yang mendorong produk UKM dan UMKM mengoptimalkan perannya. Seperti Festival Ekonomi Syarian (FESyar) yang baru saja berlangsung awal bulan ini. Lalu, penyediaan rumah kuratif oleh Bank Indonesia dan Pondok Kuratif oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur.

Perangkat lain yang menjadi pendukung UKM dan UMKM merambah pasar internasional adalah Export Centre. UKM dan UMKM yang memproduksi halal food bisa menyerap informasi melalui Export Centre tersebut. Selain itu, Pelaku UKM dan UMKM khususnya yang dikelola santri dan pesantren juga harus menyiapkan standar kualitas melalui sertifikasi.

“Sepintas tahapan yang harus dilalui terlihat berat. Tapi, tahapan itu merupakan proses yang harus dilewati seorang wirausaha, khususnya santripreneur, pesantrenpreneur dan sociopreneur untuk menaikkan kelas jenis usahannya. Pemerintah pusat maupun Pemprov Jatim berkomitmen untuk mendampingi dan menjembatani pelaku UKM dan UMKM berbasis santri dan pesantren dalam merambah pasar ekspor yang lebih luas, salah satunya melalui program OPOP,” ungkapnya.

Lebih lanjut, orang nomor satu di Jatim ini mengatakan, kemandirian ekonomi seorang santri bisa membawa efek bola salju pada berbagai hal. Kekuatan ekonomi di lingkungan santri dan pesantren secara tidak langsung memberi kontribusi pada iklim pertumbuhan ekonomi. Baik pertumbuhan ekonomi pada tingkat daerah, provinsi, maupun pusat.

Kontribusi yang seperti itu merupakan bentuk siaga jiwa dan raga dalam membela tanah air, mempertahankan persatuan Indonesia, dan mewujudkan perdamaian dunia. Hal ini sesuai dengan tema Hari Santri kali ini, Santri Siaga Jiwa dan Raga.

“Peringatan Hari Santri kali ini diharapkan menjadi renungan bersama. Sudah saatnya, santri dan pesantren menjadi bagian dari penguatan ekonomi bangsa secara lebih kokoh. Sudah saatnya pula, santri dan pesantren menjadi subjek yang mewujudkan industri halal di Indonesia menjadi nomor satu di dunia,” katanya.

“Untuk itu terima kasih kepada semua masyayikh, para ulama, pengasuh pesantren se-Jawa Timur bahkan seluruh Indonesia yang telah memberikan kontribusi terbaik bagi hadirnya pendidikan karakter di Indonesia. Santri ditempa dengan hidup penuh kesederhanaan, perilaku akhlaqul karimah, berpegang teguh pada aqidah dan ajaran Islam yang ramah dan penuh kasih sayang, serta Islam rahmatan lil alamin,” imbuhnya.

Peringatan Hari Santri tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, di mana pada tahun ini dilakukan dengan upacara bendera. Peserta upacara sendiri terdiri dari para santri yang berasal dari berbagai pondok pesantren di Jatim seperti Ponpes Tebuireng Jombang, Ponpes Tambak Beras Jombang, Ponpes Amanatul Ummah Surabaya, Ponpes Wali Barokah Kediri, Ponpes Modern Muhammadiyah dan Ponpes Al Mizam Muhammadiyah.

Upacara diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran oleh Nahawi, juara MTQ Tahun 2020 yang dilanjutkan dengan pembacaan sejarah singkat Hari Santri oleh Muhammad Yunus, Kepala Satuan Pendidikan Mu’adalah Ponpes Tebuireng Jombang. Kemudian dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih, pembacaan teks Pancasila, pembukaan UUD 1945 dan Ikrar Santri.

Sejarah Hari Santri sendiri bermula dari peristiwa pada akhir September 1945, di mana tentara Belanda kembali ke Indonesia untuk memulihkan kekuasaan. Mereka ndompleng di dalam tentara sekutu sebagai pihak yang mengalahkan Jepang, karena Belanda adalah bagian dari sekutu. Mereka berlindung di balik NICA (Nitherlands Indie Civil Administration).

Berdasarkan pengamatan itu, para ulama Nahdlatul Ulama (NU) merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu yang diperlukan dalam upaya membela Negara Republik Indonesia. Maka para ulama NU itu bermusyawarah di kantor PBNU di Bubutan Surabaya, dipimpin oleh Rais Akbar PBNU Hadlratus Syaikh KH Hasyim Asyari. Musyawarah mengeluarkan sebuah fatwa yang dinamakan resolusi jihad pada 22 Oktober 1945.

Resolusi itu memberi fatwa untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Kepada seluruh laki-laki Islam yang sudah dewasa dan bertempat tinggal dalam radius 94 km dari Surabaya untuk berjihad membantu TNI bertempur melawan Belanda. Mereka yang gugur dalam pertempuran itu akan menjadi syuhada (mati syahid) yang ganjarannya adalah surga.

Dengan semangat berjihad, ribuan muslimin tanpa kenal takut bertempur melawan tentara Belanda dan Inggris di Surabaya pada 10 November 1945. Tanggal itu lalu ditetapkan sebagai Hari Pahlawan. Pertempuran melawan Belanda dan Inggris itulah satu-satunya jihad fisik (berperang) yang pernah difatwakan oleh jumhur ulama Indonesia.

Tanggal 22 Oktober yang menjadi Miqot Zamany atau titik balik meletusnya perang fisik 10 November antara para santri melawan tentara Belanda dan sekutunya yang dahsyat tersebut kemudian ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden Joko Widodo berdasarkan Kepres Nomor 22 Tahun 2015.

Selain itu, peran para Ulama juga sangat besar ketika Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa. Tepatnya pada pertengahan bulan Ramadhan tahun 1948, Presiden Pertama Republik Indonesia Ir Soekarno, mendapatkan solusi konflik dari KH Wahab Chasbullah dengan menyelenggarakan silaturahim atau lebih dikenal dengan sebutan halal bihalal yang hingga kini masih digunakan oleh umat Islam di Indonesia sampai sekarang.

Beri Lencana Jer Basuki Mawa Beya Kategori Emas

Dalam kesempatan ini, Gubernur Khofifah turut memberikan Lencana Jer Basuki Mawa Beya Emas kepada Alm KH Abdul Wahab Chasbullah (pencipta lagu Syubbanul Wathan), yang diterima oleh Nyai Hj Mahfudhoh Abdul Wahab Chasbullah. Kemudian Lencana Jer Basuki Mawa Beya Emas kepada juga diberikan kepada Alm KH Ali Manshur Shiddiq (pencipta Syair Sholawat Badar) yang diterima oleh Gus Saiful Islam Ali Manshur.

Selain itu, turut diserahkan pula penghargaan kepada juara lomba Inovasi Bisnis Entrepreneur kategori santri junior dan senior. Untuk kategori santri junior di antaranya Juara 1 diraih Ceviera Jihan Maulidia dan Nur Imtinan Raudhatus Shafiyah dari Ponpes Modern Al-Rifaie 2 Malang dengan inovasi Sabun Cuci Piring "MOVE CLEAN".

Juara 2 diraih Nuril Iklimah dari Ponpes Al-Yasini Pasuruan dengan inovasi Kulit Buah Kapuk dan Daun Lobak Solusi untuk penyakit Myo pada udang. Serta juara 3 diraih M Ghofur Rofiq Amanu dan M Hidayat Nur Tsalis dari Ponpes Amanatul Ummah, Mojokerto dengan inovasi Smart Stove.

Kemudian untuk kategori Santri Senior di antaranya Juara 1 diraih oleh Siti Dzurriyati dan Putri Nadia Anggraita dari Ponpes Daarussalaam Madiun dengan inovasi Simple Calligraphy Gift, Juara 2 diraih Aprillia Widyaninh Tyas dari Ponpes Bani Syihab Malang dengan inovasi Decoupage, dan juara 3 diraih M Andryan Wahyu Saputra dari Ponpes Al-Islam Malang dengan inovasi Platform Budidayaku.

Turut hadir jajaran Forkopimda Provinsi Jatim, pengasuh Ponpes di Jatim, pimpinan organisasi keagamaan Islam, Pimpinan Wilayah NU, Muhammadiyah dan LDII Jatim, serta Kepala OPD di lingkungan Pemprov Jatim.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved