Berita Jatim
Gus Hans Angkat Bicara Soal Kasus Pelecehan Anak Kiai Jombang: Jangan Melembagakan Masalah Personal
Gus Hans angkat bicara soal kasus pelecehan seksual yang dilakukan anak kiai di Jombang pada santri putri: Jangan melembagakan masalah personal.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Constantine Koloway
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kasus pelecehan seksual anak kiai di Jombang, Jawa Timur, berinisial MSA (40) kepada santri putrinya ramai dibicarakan.
Hal itu pun memantik komentar dari kalangan pesantren.
Di antaranya, dari Wakil Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur, KH Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans.
Gus Hans meminta semua pihak untuk mengedepankan hukum positif yang berlaku.
"Siapapun pelakunya, dia adalah warga Negara Indonesia. Sehingga, memiliki kewajiban untuk mentaati aturan hukum positif yang berlaku,” kata Gus Hans, Sabtu (15/1/2022).
Baca juga: Jadi DPO, Anak Tokoh Agama Jombang Tersangka Rudapaksa Santriwati Bakal Dijemput Paksa
Lebih jauh, Ketua Ikatan Alumni UPN Yogyakarta ini menilai, tidak arif ketika masalah individu dikaitkan dengan lembaga atau institusi tertentu. Termasuk, dengan keterlibatan pesantren.
“Kita tidak boleh melembagakan permasalahan personal. Jangan membawa-bawa institusi hanya untuk melindungi tindakan yang dilakukan oleh orang per orang. Walaupun orang tersebut memiliki ‘saham atau jasa’ yang besar dalam institusi tersebut," tegasnya.
Keterlibatan lembaga hanya akan membenturkan antarsesama masyarakat. Ini akan menimbulkan permasalahan sosial masyarakat berkepanjangan.
"Kita jadi teringat kasus Suni-Syiah beberapa waktu lalu yang ternyata 'hanya' berawal dari perselisihan keluarga saja. Kemudian, ini menjadi isu nasional hingga berujung pengusiran,” kata Dewan Penasihat PW GP Ansor Jatim ini.
Selain sosial masyarakat, hal ini juga akan menimbulkan kesan negatif kepada lembaga, institusi, bahkan komunitas yang bersangkutan.
"Mereka tidak sadar bahwa praktik melembagakan permasalahan personal ini justru akan men-downgrade," katanya.
"Bukan hanya institusinya saja, tetapi seluruh komunitas yang sewarna dengan mereka, dan kita semua pun akan terkena dampaknya,” jelas Gus Hans.
Menurut Gus Hans, kasus pelecehan seksual yang terjadi di pesantren bukan hal baru, seperti halnya kasus kriminal lainnya. Terutama, dalam kontek pemanfaatan agama dan kekuasaan dalam melancarkan modus operandinya.
Gus Hans mengatakan, hal serupa juga terjadi di gereja, misalnya antara pimpinan gereja dengan jemaatnya. Juga di kantor-kantor milik negara dan swasta antara atasan dan bawahannya dengan alat ketakutan dan ancaman.
Oleh karenanya, tambah Gus Hans, setiap kasus harus bisa diselesaikan secara aturan yang berlaku.
"Maka dalam hal ini perlu kita bersikap tegas kepada siapapun," katanya.
Untuk diketahui, MSA terjerat kasus pencabulan terhadap santri putri pondok pesantren (ponpes). MSA juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pada Kamis (13/1/2022) lalu, pihak kepolisian mendatangi komplek Pesantren Shiddiqiyah, Jombang. Polisi mengantarkan surat panggilan untuk MSA.
Namun kedatangan polisi justru diadang oleh sejumlah orang.
Massa yang mengadang beberapa kali melantunkan bacaan, "Ya Jabbar, Ya Qohar."
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Gatot Repli Handoko membenarkan ada penyidik Polda Jatim yang mengantar surat panggilan untuk tersangka MSA.
"Penyidik mengantar surat panggilan, tapi yang bersangkutan (MSA) tidak ada di tempat," kata Kombes Gatot Repli Handoko saat dikonfirmasi Kamis (13/1/2022) dikutip dari Kompas.com, Sabtu (15/1/2022).
Pemanggilan tersebut, merupakan kali kedua. Pihaknya berharap tersangka MSA bersikap kooperatif dengan proses hukum yang saat ini sedang berjalan.
Berkas kasus pencabulan MSA diketahui sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sejak Selasa (4/1/2022) lalu. Proses selanjutnya, Kejati Jawa Timur menunggu penyidik polisi menyerahkan berkas perkara sekaligus tersangka MSA kepada penyidik kejaksaan.