Penampakan Kerangkeng Penjara Manusia di Rumah Bupati Langkat, Diduga Ada Praktik Perbudakan Modern
Terbit Perangin Angin, Bupati Langkat yang terjaring OTT diduga melakukan kejahatan lain berupa perbudakan terhadap puluhan manusia.
TRIBUNJATIM.COM - Sebuah temuan baru muncul setelah penangkapan OTT Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin.
Ada penjara manusia di rumah Bupati Langkat.
Sontak, hal tersebut menggegerkan publik.
Penjara atau kerangkeng manusia itu terbuat dari besi kokoh dan digembok.
Mirisnya lagi penghuni lebam-lebam.
Baca juga: Jadi Budak Narkoba, Pria di Sumenep Pasrah Ditangkap Polisi, Simak Kronologi Lengkapnya
Terbit Perangin Angin, Bupati Langkat nonaktif yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK diduga melakukan kejahatan lain berupa perbudakan terhadap puluhan manusia.
Dugaan itu diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, yang menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara (dengan besi dan gembok) di dalam rumah Bupati tersebut.
Migrant Care mengadukan temuan tersebut kepada Komnas HAM RI Jakarta, Senin (24/1/2022).

Dalam kesempatan tersebut, ditunjukkan pula sejumlah foto dan video kondisi para korban yang masih berada dalam kerangkeng.
Dalam foto yang ditunjukkan tampak wajah seorang korban di dalam kerangkeng mengalami lebam di sekitar mata dan wajah.
Dalam video, ketika direkam korban tersebut tampak ketakutan dengan mata yang berkaca-kaca.
Jeruji kerangkeng menyerupai penjara tersebut tampak terbuat dari besi kokoh dengan dua gembok terpasang di bagian pintunya.
Di bagian dalamnya, terdapat semacam dipan berukurang sekira setengah meter. Di bagian bawah dipan tersebut tampak tikar dan sejumlah korban yang duduk di atasnya.
Di dinding belakang bagian dalam kerangkeng tersebut tampak tali jemuran tempat para korban menggantung pakaiannya.
Tampak pula sejumlah tikar, botol air mineral, sapu dan semacam lemari kecil di dalam kerangkeng tersebut.
Baca juga: Arti OTT KPK Terkait Penangkapan Hakim & Panitera PN Surabaya, Kata Ini Sempat Menuai Kontroversi