Berita Kabupaten Malang
Meski Harga Kedelai Tinggi, Pengrajin Tempe di Kepanjen Malang Pilih Tetap Produksi: Untung Sedikit
Meski harga kedelai sedang tinggi, pengrajin tempe di Kepanjen Malang memilih tetap produksi: Untungnya sedikit sekali.
Penulis: Erwin Wicaksono | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Erwin Wicaksono
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Meski harga kedelai tinggi, Satuni (60) tetap memproduksi tempe.
Pengrajin tempe asal Penarukan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang ini hanya bisa pasrah meratapi berjualan tempe sebenarnya tak banyak menguntungkan.
"Bayangkan, sekarang harga kedelai Rp 11 ribu per kilogram. Kebutuhan kami sebanyak 15 kilogram per hari, untuk 15 potong tempe dengan harga Rp 10 ribu per potong. Jadi pendapatan kita hanya Rp 150 ribu per 15 kilogram kedelai. Ya mau ambil untung bagaimana? Ada memang untung tapi merit (sedikit) sekali," ujar Satuni ketika ditemui di ruang produksi tempe miliknya, Senin (21/2/2022).
Setiap harinya, Satuni memproduksi tempe bersama suaminya, Wakino (59). Ia pun sedikit bercerita proses cukup panjang produksi tempe.
Setiap pukul 05.00 WIB, ia langsung memilah kedelai untuk didiamkan di dalam panci besar berisi air. Lama kedelai didiamkan ke dalam air yakni selama semalam.
Dengan telaten, ibu dua anak itu tekun memproduksi tempe di dapurnya yang tradisional. Semua proses produksi dilakukannya dengan manual.
Tungku pembakaran pun masih menggunakan kayu untuk mengurangi biaya produksi.
Guna meraup keuntungan, Satuni berputar otak menciptakan produk yang lebih menguntungkan. Ia akhirnya menggenjot produksi tempe berbahan baku kacang tanah. Warga setempat menyebutnya bongkil. Dihargai Rp 1.000 per buah, Satuni bisa meraup kenuntungan hingga Rp 50 ribu per hari. Ia mengaku bisa memproduksi 100 tempe kacang per hari.
"Alasan saya tetap buat tempe berbahan kedelai ini hanya untuk melayani pelanggan yang sudah ada. Istilahnya jaga pelanggan. Meskipun sebenarnya gak untung-untung amat," ungkapnya.