Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ramadan 2022

Arti 'Marhaban Ya Ramadan', Ini Penjelasan dari Quraish Shihab, Disertai Keistimewaan Bulan Ramadan

Inilah arti sebenarnya dari Marhaban Ya Ramadhan. Bagi umat Islam, bulan Ramadan merupakan bulan yang sangat istimewa.

Tribunnews.com
Ilustrasi arti dari kata “Marhaban Ya Ramadan”. 

Arti kata Marhaban Ya Ramadhan sebenarnya dalam tulisan di quraishshihab.com, Marhaban Ya Ramadhan dijelaskan secara rinci.

Berikut ini penjelasan ulama Quraish Shihab:

Begitu bunyi sekian banyak spanduk di jalan raya menyambut bulan Ramadan.

Ia dipahami oleh banyak orang kebanyakan dalam arti “Selamat datang”.

Itu tidak salah, tetapi amat sederhana.

Kata Marhaban terambil dari kata raheb yang berarti luas/lebar.

Ia diucapkan kepada tamu untuk menggambarkan bahwa ia disambut dengan hati lapang penuh kegembiraan.

Dari akar kata raheb lahir juga kata yang berarti tempat perhentian musafir untuk memperbaiki kendaraan dan mengambil bekal perjalanan.

Pada hakikatnya, kedua makna di atas inilah yang dimaksud oleh ungkapan di atas.

Yakni pengucapnya menilai bahwa bulan Ramadhan adalah tamu agung yang disambut dengan kegembiraan dan lapang dada didasarkan oleh kesadaran bahwa melalui bulan ini kita dapat memperbaiki apa yang salah dari sikap dan kelakuan kita serta mengambil bekal perjalanan menuju ke akhirat.

Memang betapa ia tidak disambut gembira oleh mereka yang sadar bahwa dosanya banyak, sedang bulan ini adalah bulan pengampunan, umurnya hari ke hari berlalu tanpa diisi dengan baik, sedang di bulan ini ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, harapannya pun banyak yang belum terpenuhi, sedang di bulan ini Allah menjanjikan pengabulan bagi yang tulus berdoa.

Rasul berpesan agar melakukan empat hal pokok dalam bulan ini.

Baca juga: Curhatan Fabio Quartararo Jelang Balapan MotoGP Argentina 2022: Punya PR Besar Gara-gara Hal Ini

Dua di antaranya menjadikan Allah rida, yaitu mengakui keesaan-Nya dan memohon ampunan-Nya, sedang dua lainnya menurut Rasul jangan tidak diusahakan meraihnya, yaitu memohon surga dan berlindung dari neraka.

Mengesakan Allah bukan sekadar mengakui wujud-Nya yang tidak berbilang, tidak berunsur, tidak beranak dan diperanakkan, tetapi juga tidak mempersekutukan-Nya dalam beribadah, yakni tidak pamrih. Bahkan tidak berkelompok-kelompok yang saling berseberangan sehingga berakibat terpecahnya kesatuan masyarakat (baca QS. ar-Rûm[30]: 32).

Memohon ampunan-Nya menuntut pengakuan dosa disertai dengan penyesalan yang mendalam yang mengantar kepada permohonan maaf dan ampun, baik terhadap Allah maupun sesama manusia.

Sumber: TribunnewsWiki
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved