Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

Angka MBR di Surabaya Ditargetkan Turun Drastis Tahun Ini, Wali Kota Eri Cahyadi Beberkan Caranya

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menargetkan angka Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa turun drastis tahun ini. Untuk itu, ada sejumlah startegi

TRIBUNJATIM.COM/istimewa
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat melihat data penerima bantuan sosial di Surabaya beberapa waktu lalu. 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menargetkan angka Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa turun drastis tahun ini. Untuk itu, ada sejumlah startegi yang dicanangkan Pemkot.

Berdasarkan data Pemkot, jumlah MBR di Surabaya di awal 2022 mencapai 979,624 jiwa.

"Kami targetkan jumlah ini berkurang pada tahun 2022. Menjadi 300 ribu jiwa," kata Cak Eri Cahyadi di Surabaya, Sabtu (9/4/2022).

"Bagaimana caranya? Pemerintah bersama DPRD Kota Surabaya dan stakeholder akan saling bersinergi untuk mengentaskan kemiskinan,” kata dia.

Strateginya, Pemkot memberikan stimulan agar masyarakat kurang mampu mendapatkan penghasilan. Baik dengan menjadi pengusaha, petani, hingga sejumlah profesi di bidang lain.

MBR bisa mengikuti berbagai program. Di antaranya, lewat pencanangan program Padat Karya sejak Maret 2022. Lewat program ini, masyarakat dibekali dengan berbagai keahlian hingga lahan yang bisa dimanfaatkan.

Untuk mendukung hal itu, maka Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) akan dioptimalkan. Ini untuk pemberdayaan bidang usaha pertanian maupun non pertanian.

Baca juga: 15 Tahun Mangkrak, Pasar Turi Baru Beroperasi di Era Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi

Di bidang pertanian, mereka bisa mulai bertani dengan menanam berbagai kebutuhan pokok jangan hasilnya mereka bisa manfaatkan. Sedangkan di bidang non-pertanian ada usaha cuci mobil, laundry, menjahit, rumah produksi batik, cafe, hingga sentra wisata kuliner.

“Surabaya memiliki banyak aset, maka untuk mengentaskan kemiskinan, gizi buruk maupun stunting, maka harus ada pekerjaan untuk warga kami yang menganggur,” katanya.

Aset yang akan dimanfaatkan tidak boleh dilakukan perseorangan, namun harus kelompok. ''Tiap kelompok bertanggung jawab di setiap lahan dan mendapatkan pengawasan kami dan DPRD Kota Surabaya,” kata dia.

Dalam hal ini, pemerintah berperan sebagai fasilitator. Memberikan fasilitas kegiatan masyarakat untuk menghasilkan pendapatan untuk menaikkan taraf hidup.

Dalam proses mengolah lahan, MBR mendapat pendampingan oleh para ahli. Sehingga, hasilnya bisa optimal.

Selain itu, pihaknya juga terus memperkuat jaringan pemasaran UMKM. Bahkan, Pemkot berkolaborasi menyerap hasil UMKM warga Surabaya.

Progam ini mendapat penguatan dari pemerintah pusat. Ini melalui terbitnya Surat Edaran Bersama (SEB) tentang Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Pemerintah Daerah.

Melalui SEB, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sepakat menetapkan, minimal 40 persen alokasi belanja barang dan jasa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus dikerjakan UMKM.

Berbagai terobosan ini diharapkan bisa merangsang MBR untuk memperjuangkan penghasilan mereka. Sehingga, tak hanya bergantung pada bantuan pemerintah saja.

“Ini menjadi tantangan. Sebab, kita harus mengubah pola pikir masyarakat yang terbiasa ingin mendapat bantuan, untuk mau bekerja dan berusaha," kata pria yang kini menempuh program doktor pengembangan SDM di Unair ini.

"Kami terus memberikan pelatihan, agar mereka terbiasa mandiri. Insya Allah, kekuatan itu akan kita lakukan bersama DPRD Surabaya,” katanya.

Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti meminta kerjasama seluruh pihak. Data MBR harus akurat sehingga bisa menentukan arah intervensi.

“Artinya, para camat dan lurah juga harus menghitung total usia produktif dari MBR di wilayahnya. Serta menghitung jumlah aset dan potensi pemanfaatannya,” kata Reni.

Ia mencontohkan, salah satu aset Pemkot Surabaya yang berlokasi di Jalan Nias Kecamatan Gubeng, rencananya akan dimanfaatkan dalam kategori non pertanian. Yakni, dimanfaatkan sebagai tempat cuci mobil dan sentra ekonomi kuliner, yang mulai dimanfaatkan setelah Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijiriah.

“Selain strategis karena berada di tengah kota, tentunya juga bermanfaat untuk penyediaan lapangan pekerjaan. Ini adalah salah satu model aset untuk kegiatan non pertanian, yang bisa dicontoh oleh camat dan lurah lainnya,” terang dia.

Pihaknya akan terus melakukan pengawasan dengan meminta penjelasan program secara jelas dan terperinci. Diantaranya, digitalisasi aset, pendataan potensi masyarakat dan potensi kota.

“Karena konsep dari Wali Kota Eri Cahyadi sudah sangat bagus, kami berharap di tingkat PD hingga tingkat kecamatan dan kelurahan bisa segera mewujudkan pencapaian yang diinginkan,” pungkasnya. 

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved