Berita Blitar
Kisah Sekuriti di Blitar Menjemput Rezeki Lebaran, Raup Omzet Menggiurkan dari Jualan Ketupat
Wahyudi (43), warga Kelurahan Tanjungsari, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, memanfaatkan momen Hari Raya Idul Fitri untuk mencari penghasilan tambaha
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Ndaru Wijayanto
TRIBUNJATIM.COM/Samsul Hadi
Wahyudi menggantung ketupat yang sudah matang di teras rumahnya, Kelurahan Tanjungsari, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, Senin (9/5/2022).
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Samsul Hadi
TRIBUNJATIM.COM, BLITAR - Wahyudi (43), warga Kelurahan Tanjungsari, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, memanfaatkan momen Hari Raya Idul Fitri untuk mencari penghasilan tambahan dengan berjualan ketupat.
Pria yang bekerja sebagai sekuriti di Bendungan Serut Blitar milik Perum Jasa Tirta itu memproduksi ketupat untuk dijual lagi saat Hari Raya Idul Fitri atau Hari Raya Kupatan.
Dalam tiga hari, bapak dua anak itu bisa menjual 5.000 biji kupat dengan omzet jutaan rupiah.
"Ini usaha sampingan tiap momen Lebaran saja. Pendapatannya lumayan untuk menambah penghasilan keluarga," kata Wahyudi ditemui di rumahnya, Senin (9/5/2022).
Ratusan ketupat yang sudah matang terlihat tergantung di teras rumah milik Wahyudi. Sejumlah ketupat itu merupakan pesanan pembeli yang belum diambil.
Beberapa perempuan tampak mengisi beras ke dalam janur yang sudah dibentuk menjadi ketupat di teras rumah.
Baca juga: UPDATE Situasi Arus Balik Idul Fitri dan Mudik Lebaran Ketupat di Jembatan Suramadu Bangkalan
Sedang Wahyudi bersama anak laki-lakinya membuat ketupat dari janur atau daun muda pohon kelapa.
Di samping kiri rumah Wahyudi, terdapat tiga dandang ukuran besar untuk merebus ketupat. Satu dandang bisa untuk merebus 1.000 biji ketupat.
Dandang ukuran besar itu ditata menggunakan batako membentuk sebuah tungku. Wahyudi menggunakan kayu bakar untuk merebus ketupat.
"Bisnis ini turun temurun dari orang tua. Dulu orang tua yang membuat ketupat untuk dijual lagi tiap Lebaran. Setelah orang tua meninggal, saya yang meneruskan," ujarnya.
Biasanya, Wahyudi mulai memproduksi ketupat pada hari ketiga Lebaran. Tapi, pesanan ketupat sudah masuk sejak puasa Ramadan.
Pelanggannya bermacam-macam ada pedagang yang beli untuk dijual lagi dan warga yang beli untuk dikonsumsi sendiri.
"Lebaran ini, saya mulai produksi sejak Jumat lalu. Puncak ramainya Minggu kemarin. Sekarang masih produksi untuk pesanan yang terakhir," katanya.
Selama tiga hari produksi, Wahyudi sudah menjual sekitar 5.000 biji ketupat. Tiap 1.000 biji ketupat, ia menghabiskan satu kuintal beras.
Ketupat ukuran kecil dijual seharga Rp 22.000 per 10 biji. Sedang ketupat ukuran besar dijual dengan harga Rp 50.000 per 10 biji.
Baca juga: Menolak Jadi Istri Kedua, TKW Asal Tulungagung Dianiaya Majikannya di Brunei, Begini Nasibnya Kini
"Selama tiga hari, omzet dari produksi ketupat bisa mencapai Rp 10 juta," ujarnya.
Untuk proses produksinya sama seperti membuat lontong. Janur yang sudah dibentuk ketupat diisi beras.
Setelah itu, ketupat direbus selama empat sampai lima jam. Ketupat yang sudah matang bisa bertahan selama tiga sampai empat hari.
"Untuk ketupatnya, sebagian buat sendiri dan sebagian ambil dari orang lain," ujarnya.
Menurut Wahyudi, Lebaran tahun ini produksi ketupat di tempatnya justru menurun dibandingkan Lebaran pada dua tahun lalu ketika awal terjadi pandemi Covid-19.
Selama dua tahun lalu, ketika awal terjadi pandemi Covid-19, ia bisa memproduksi sekitar 9.000 sampai 10.000 biji ketupat.
"Awal pandemi ada larangan mudik, orang-orang tidak ada yang pulang kampung. Permintaan ketupat waktu itu tinggi bisa mencapai 10.000 biji selama Lebaran," kayanya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com