Suku Primitif
Kisah Suku Kanibal Terakhir di Hutan Papua, Hidup di Rumah Pohon, Ilmuwan Temukan Ritual Mengerikan
Ada satu suku di Indonesia yang masih hidup primitif, yakni suku Korowai. Saat ini, suku Korowai punya anggota sekira 3000an orang
TRIBUNJATIM.COM - Sudah diketahui ada ratusan suku di Indonesia yang tersebar dari barat hingga timur.
Meskipun jumlahnya mencapai ratusan, tapi sebagian besar dari suku-suku itu sudah beradaptasi dengan peradaban modern.
Hanya sebagian kecil saja yang mempertahankan tradisi lama dan jauh dari peradaban.
Ada satu suku di Indonesia yang masih hidup primitif, yakni suku Korowai.
Saat ini, suku Korowai punya anggota sekira 3000an orang.
Baca juga: Ngopi Jaran Goyang di Desa Kemiren Kental Tradisi Suku Osing Banyuwangi, Sekali Seduh Jadi Saudara
Suku ini tinggal di provinsi Papua, terutama yang dekat dengan perbatasan Papua Nugini.
Suku Korowai telah mendiami wilayah Papua selama 10 ribu tahun.
Dikutip dari laman en.goodtimes.my, Korowai dikatakan sebagai satu kelompok manusia paling terpencil di dunia.
Dipercaya bahwa Korowai tidak menyadari keberadaan orang lain selain diri mereka sendiri sebelum orang luar melakukan kontak dengan mereka pada 1970an.
Baca juga: Terjawab Sudah Cara Suku Wanita Pedalaman Wanita Amazon Bisa Punya Anak, Padahal Tak Ada Pria
Suku Korowai diyakini pertama kali ditemukan pada 1974 oleh sekelompok ilmuwan.
Ilmuwan yang tersesat ini tanpa sengaja memasuki wilayah Suku Korowai.

Kelompok yang dipimpin oleh antropolog Peter Van Arsdale, ahli geografi Robert Mitton, dan pengembang komunitas Mark Grundhoefer memutuskan untuk mempelajari kehidupan penduduk.
Melalui observasi, daftar kata dasar dibuat dan mereka juga merekam aktivitas harian suku ini.
Baca juga: Kabut Tebal Tambah Khidmat Ritual Catur Brata Umat Hindu Suku Tengger Probolinggo
Telah banyak jurnalis dan fotografer yang melakukan ekspedisi untuk mengenal suku Korowai dan pedalaman Papua yang indah.
Mei 2006, pemandu wisata dan jurnalis Paul Raffaele memimpin kru dalam ekspedisi ke hutan Papua.
Dia ingin memahami mereka dan alasan mereka melakukan beberapa ritual yang mengerikan.

Raffaele menulis dalam artikelnya, “kanibalisme dipraktekkan di antara manusia prasejarah, dan itu bertahan hingga abad ke-19 di beberapa kebudayaan Pasifik Selatan yang terisolasi, terutama di Fiji. Tapi hari ini Korowai adalah satu dari sedikit suku yang diyakini memakan daging manusia.”
Dia melanjutkan dengan detail penulisannya:
“Mereka tinggal sekitar 100 mil dari Laut Arafura, dimana Michael Rockefeller, putra gubernur New York, Nelson Rockefeller, menghilang pada 1961 saat mengumpulkan artefak dari suku Papua lainnya. Tubuhnya tidak pernah ditemukan."
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Pria ini juga menegaskan bahwa sebagian besar orang Korowai hidup dengan mengabaikan dunia di luar suku mereka.
Raffaele menuliskan, “Seperti yang ditulis van Enk, Korowai sering terkena beberapa wabah penyakit, termasuk malaria, tuberkulosis, elephantiasis dan anemia, dan apa yang dia sebut ‘kompleks khakhua.’
"Korowai tidak memiliki pengetahuan tentang kuman mematikan yang menduduki hutan mereka, dan begitu percaya bahwa kematian misterius disebabkan oleh khakhua, atau penyihir yang mengambil bentuk laki-laki.”
Menurut pemandu Raffaele, Kembaren “Banyak khakhua dibunuh dan dimakan setiap tahun.”
Dalam sebuah wawancara yang dilakukan Raffaele dengan pemimpin suku, dia menjelaskan alasan orang Korowai mempraktikkan kanibalisme.
“Bagi Korowai, jika seseorang jatuh dari rumah pohon atau terbunuh dalam pertempuran maka alasan kematian mereka cukup jelas. Tetapi mereka tidak memahami mikroba dan kuman, jadi ketika seseorang mati secara misterius, mereka percaya itu adalah karena seorang khachua , penyihir lelaki yang datang dari akhirat.”
Baca juga: Kisah Suku Wanita Amazon yang Hidup Tanpa Pria, Cara Mereka Bisa Hamil & Punya Anak Terugkap
“Seorang khakhua harus dibunuh dengan cara dimakan. Sebab khakhua sebenarnya adalah orang mati. Memakan mereka dianggap sebagai sistem keadilan terbaik."
Sementara pada Desember 2019 lalu jurnalis dan fotografer Italia Gianlunca Chiodini juga ingin bertemu langsung dengan suku misterius ini.
Chiodini kemudian mendokumentasikan foto-foto suku Korowai saat dia berkunjung di sana.
Foto tersebut menunjukkan warga suku Korowai berpesta memakan serangga hidup; memperbaiki rumah mereka dengan tangkai-tangkai panjang; dan pemanah yang berburu untuk makan malam seluruh suku.
Karena masih terisolasi, suku Korowai tidak memiliki akses kepada pengobatan modern dan menyembuhkan diri dengan tanaman-tanaman dan ilmu sihir.
Umumnya, harapan hidup anggota suku adalah di bawah umur 50 tahun.
Pengamatan Chiodini menghasilkan hal yang sama dengan pengamatan jurnalis Raffaele, yaitu mengenai setan 'Khakhua' yang menyamarkan diri sebagai teman atau anggota keluarga untuk mendapat kepercayaan dari suku Korowai.
Setelah mereka lengah, 'Khakhua' akan membunuh mereka.
Dari kepercayaan tersebut, mereka merasa perlu melindungi anggota suku dari siapapun yang mereka anggap sebagai 'Khakhua'.
Untuk melindunginya, mereka melakukan ritual kanibalisme kepada siapapun yang mereka anggap 'Khakhua'.
Setelah menangkap setan tersebut, suku Korowai akan membunuh korban 'Khakhua' dan memakan dagingnya.
Chiodini sendiri mengaku dia takut terhadap kanibalisme.
Korowai hidup di rumah pohon yang tersusun dari tangkai-tangkai yang mereka temukan di hutan.
Rumah mereka dibuat untuk melindungi dari roh jahat yang bersembunyi di bawah kanopi hutan.
Saat ini populasi Korowai mencapai angka 3.000, sebagian besar tidak mengetahui ada dunia di luar tempat mereka tinggal.
Artikel ini telah tayang di Intisari.grid.id