Pakar Kebijakan Publik Imbau Satgas BLBI Berdialog dengan Obligor Terkait Mekanisme Pembayaran Utang
Pemerhati kebijakan publik, Lutfil Hakim menyoroti upaya Satgas BLBImenagih piutang negara kepada sejumlah obligor
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pemerhati kebijakan publik, Lutfil Hakim meminta Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) berdialog dengan para obligor guna membahas mekanisme dan jumlah utang yang harus dibayar.
Hal ini menjadi sorotan karena menurutnya, dalam beberapa kasus kinerja Satgas BLBI dalam menagih piutang negara kepada sejumlah obligor perlu mendapat perhatian khusus.
Terlebih durasi waktu kerja hingga 31 Desember 2023 dinilai cukup berat untuk menuntaskan target menagih dana macet di sekitar 40 obligor sebesar lebih dari Rp110 triliun.
Hingga Juli 2022, dana yang berhasil dihimpun Satgas BLBI baru mencapai sekitar Rp22 triliun.
Angka ini dinilai masih jauh dari target nilai aset eks BLBI yang diperkirakan mencapai Rp110,45 triliun berdasar data dari Lembaga Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Pria yang juga menjabat Ketua PWI Jawa Timur itu menambahkan, upaya perdata yang selama ini telah dilakukan belum bisa memaksa obligor menuntaskan kewajibannya.
Lutfil menyebut, setidaknya ada dua lembaga serupa yang sebelumnya sudah dibentuk pemerintah untuk memburu aset BLBI namun gagal.
“Sebelumnya pemerintah sudah membentuk BPPN (Badan Penyehatan Pebankan Nasional) dan PPA (Perusahaan Pengelolaan Aset) tapi semuanya tidak berhasil,” kata Lutfil.
Ia kemudian memberikan contoh cara kerja SAtgas BLBI yang mengarah pelanggaran hukum, yakni penyitaan aset senilai Rp 2 triliun milik PT. Bogor Raya Development (BRD) dan PT. Bogor Raya Estate (BRE).
Lutfil menjelaskan bahwa aset itu yang mana berupa lapangan golf Bogor Raya serta hotel Novotel dan Ibis Style tidak ada sangkut pautnya dengan Bank Aspac maupun dengan Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono.
"Konon aset tersebut telah lama berpindah tangan menjadi milik pengusaha asal Malaysia. Ini kan lucu dan berpotensi melanggar hukum," ujar pria Alumnus Universitas Jember ini.
Oleh sebab itu, Lutfil berharap Satgas BLBI bisa memberikan kepastian kepada obligor terkait jumlah utang yang mereka harus bayar.
Menurutnya, Satgas BLBI dan obligor bisa duduk satu meja melakukan negosiasi dan kesepakatan berapa yang harus dibayar oleh obligor, termasuk bagaimana mekanismenya.
"Satgas BLBI harus berdialog dengan obligor. Harus disepakati berapa yang harus dibayar termasuk mekanisme pembayarannya. Jangan asal main sita aset tapi tidak bisa segera dicairkan atau dijual karena terbentur persoalan hukum," tegasnya.
Sebelumnya, pakar hukum perbankan dari Universitas Airlangga, Nurwahjuni juga wanti-wanti agar Satgas BLBI tidak gegabah dalam bertindak agar tidak digugat oleh banyak pihak.