Tragedi Arema vs Persebaya
Tangis Fathir Tak Terbendung di Patung Singa Kanjuruhan, Sesali Tak Bisa Selamatkan Adik Sepupu
Dengan langkah gontai, Fathir Ramadhan (21) mendekati patung kepala singa yang bermahkota di kawasan Stadion Kanjuruhan, Malang.
Penulis: Danendra Kusuma | Editor: Ndaru Wijayanto
Fathir bisa selamat karena ia lari menuju pagar tribun.
Dia keluar dari gate 13 memanjat pagar tribun dan turun di shuttle ban (lintasan lari) pinggir lapangan.
"Selanjutnya, saya dapat keluar dari stadion. Di luar stadion saya kebingungan mencari teman dan adik saya," terangnya.
Beberapa waktu berselang, ponselnya berdering. Dia mendapat telepon dari kawannya. Kawannya berhasil keluar dari dalam stadion.
Temannya meminta Fathir merapat ke gerbang masuk stadion.
Ketika Fathir bertemu rekannya, dia mendapat kabar bila adiknya telah meninggal dunia.
Mendapat kabar itu, kontan pikirannya kacau. Hatinya hancur. Dia menangis sejadi-jadinya.
Fathir merasa bersalah tak bisa menyelamatkan adik serta kerabat lainnya.
"Jenazah adik saya berada di tribun VIP. Saya menuju ke sana. Jenazah adik saya langsung dibawa pulang ke rumah duka dengan ambulans," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Di samping itu, Fathir mengungkapkan, menurutnya, Aremania yang turun ke lapangan menyusul peluit panjang babak kedua dibunyikan, tidak bermaksud menyerang pemain Arema FC dan official.
Justru Aremania ingin memberikan motivasi kepada para pemain.
Para Aremania tampak memeluk penjaga gawang Arema FC, Adilson Maringa.
Sebagai informasi, dalam pertandingan itu, Persebaya unggul dengan skor 3-2 atas tuan rumah Arema FC.
"Ya, kami salah masuk lapangan. Kami, akui. Kami kecewa tim kebanggaan kalah di kandang. Mulanya, ada satu aremania yang turun ke lapangan.Kemudian diikuti aremania lain."
"Saat di dalam lapangan, kami tak ada keinginan sedikitpun menyerang pemain dan official Arema FC. Kami memberikan motivasi."
"Namun, Aremania didorong mundur oleh aparat. Lalu, polisi juga menembakkan gas air mata ke arah tribun," ujarnya.
Dia berharap pihak berwenang mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan yang memakan korban meninggal dunia 125 orang, luka ringan 302 orang, dan 21 orang menderita luka berat ini.
"Penggunaan gas air mata di stadion dilarang oleh Fifa. Nyawa seakan tidak ada harganya. Saya minta diusut tuntas," pungkasnya.