Tragedi Arema vs Persebaya
Alasan Tragedi Kanjuruhan Bukan Kerusuhan? KontraS: Sejak Awal Dipersenjatai, Fakta Komando Dikuak
Tim Gabungan Aremania (TGA) bersama KontraS menyampaikan, tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan ini dilakukan secara sistematis dan struktural.
Penulis: Rifki Edgar | Editor: Arie Noer Rachmawati
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Rifki Edgar
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Sudah dua pekan ini, Tragedi Kanjuruhan Malang berlalu.
Peristiwa ini mengakibatkan lebih dari 100 suporter Aremania meninggal dunia dan lebih dari 300 orang mengalami luka-luka.
Hingga kini, polisi baru menetapkan 6 tersangka atas peristiwa ini.
Para tersangka merupakan aktor-aktor di lapangan, seperti Panitia Penyelenggara (Panpel) dan aparat kepolisian.
Berdasarkan laporan pencari fakta Tim Gabungan Aremania (TGA) bersama KontraS menyampaikan, tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan ini dilakukan secara sistematis dan struktural.
Hal ini berdasarkan bukti-bukti yang telah dihimpun oleh TGA melalui keterangan dari berbagai pihak.
Baca juga: Mensos Risma Berkaca-kaca dengar Cerita Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan: Tak Hanya Duka Pasuruan
Baca juga: Mahfud MD Bongkar Isi CCTV Tragedi Kanjuruhan: Lebih Mengerikan, Beda Jauh dari Medsos Atau TV
Mulai dari aksi peristiwa, korban dan keluarga korban, panpel, petugas keamanan dalam pertandingan, manajemen Arema FC dan sejumlah pihak lain termasuk ahli kesehatan dan forensik.
"Setidaknya yang dikeluhkan kepada kami, Aremania keluarga korban mereka gelisah, bahwa yang dihukum itu orang-orang yang di lapangan, terus aktor di balik ini siapa, siapa yang harus bertanggung jawab. Di sini keadilan harus ditegakkan," ucap Andi Irfan Sekjen Federasi KontraS.
Dia mengatakan, tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan bukanlah kerusuhan.
Tetapi tindak kekerasan berlebihan yang secara sengaja dilakukan oleh personel Polri dan TNI secara terstruktur dan sitematis sesuai rantai komando.
Hal ini dibuktikan, pada bukti video yang beredar sekitar pukul 22:08 WIB, ada seorang perwira kepolisian yang memberikan komando untuk menembakkan gas air mata ke arah tribun.
"Bentuk tindak kekerasan yang paling mematikan adalah penembakan gas air mata oleh personil Brimob dan Sabhara yang diduga kuat di bawah perintah perwira di lapangan. Dan sepatutnya diduga di bawah kontrol perwira tertinggi di wilayah Polda Jatim," terangnya.
Baca juga: Daftar Rekomendasi TGIPF Terkait Tragedi Stadion Kanjuruhan, Minta Ketum PSSI dan Exco Mundur
Melihat kejadian tersebut, tim pencari fakta TGA menganggap, tindakan aparat keamanan dalam peristiwa ini menunjukkan tindakan yang serangan yang meluas atau sistematik oleh aparat keamanan kepada penduduk sipil.
Hal ini merupakan pidana Kejahatan Kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.