Berita Surabaya
Puteri Anak Indonesia Budaya, Karina Aliya Afandi Ajak Lestarikan Budaya dan Permainan Tradisional
Karina Aliya Afandi dinobatkan sebagai Puteri Anak Indonesia Budaya 2022. Gadis berusia 12 tahun asal Surabaya ini bersaing dengan 39 peserta lainnya
Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Nur Ika Anisa
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Karina Aliya Afandi dinobatkan sebagai Puteri Anak Indonesia Budaya 2022. Gadis berusia 12 tahun asal Surabaya ini bersaing dengan 39 peserta lainnya dari 16 Provinsi di Indonesia.
Sebagai perwakilan Jawa Timur ke tingkat nasional, Karina mengaku banyak hal telah dipersiapkan sejak jauh hari. Terlebih sebelumnya dia berhasil menyisihkan kontestan lain di ajang pemilihan Puteri Anak tingkat regional Jawa Timur pada beberapa bulan lalu.
Semua proses kompetisi tersebut tak luput dari tantangan untuk terus mengembangkan potensi diri. Mulai dari literasi, modelling, public speaking, berlatih vocal, menari dan masih banyak lagi.
Bak pisau yang sedang diasah, Karina mengaku menikmati semua proses tersebut. Ia membekali diri dengan kemampuan dan talenta.
Kecerdasan dan rasa percaya dirinya tak membuat berkecil hati meski dihadapkan dengan para peserta lain yang juga membawa misi dan ketrampilan beragam.
“Mereka sama siapnya, mereka cantik, unik dengan karakter masing-masing. Persaingannya sama-sama berat,” kata Karina ditemui di Kawasan Pakuwon Square Surabaya, Senin (7/11/2022).
Putri dari Leo Christian Afandi dan Sherly Setiono ini optimis dalam meraih tujuannya di ajang Putri Anak Indonesia 2022. Alhasil, Karina menyumbangkan juara untuk Jawa Timur di tingkat nasional.
Kampanye Permainan Tradisional
Selain berwawasan luas tentang pariwisata, budaya dan isu anak Indonesia, sikap percaya diri dan penguasaan public speaking menjadi nilai tambah Karina di ajang nasional tersebut.
Hal itu dimanfaatkannya dengan membawa misi seputar permainan tradisional anak. Karina menilai, permainan tradisional kini tak sering dimainkan anak-anak seiring penggunaan gawai.
Padahal, lanjutnya, permainan tradisional memiliki keseruan, kekompokan dan kesabaran antar pemain.
“Permainan tradisional itu punya interaksi sosial yang bagus,” jelasnya.
Karina ingin mengaktualkan lagi permainan tradisional sebagai alternatif kegiatan anak-anak.
“Aku ingin mensosialisasikan itu ke anak-anak seumuranku, ke teman-teman sekolah. Kalau permainan tradisional itu seru, kita bisa berkumpul bareng dan tidak bisa digantikan dengan handphone,” katanya.
Pelajar kelas 7 Elyon School Surabaya ini mengaku, kecintaannya pada permainan tradisional dan budaya Indonesia tumbuh dari kebiasaan kedua orang tuanya.
Karina pun menyebut banyak permainan tradisional yang seru untuk dilakukan bersama-sama, demi melestarikannya. Jenis permainan tradisional yang ingin kembali dikenalkan lagi di anak seusianya seperti cublek-cublek suweng, egrang, dakon atau congklak.
“Dulu mami sering bermain permainan tradisional. Mami juga yang mengajari aku dan aku ingin ajari anak-anak di luar sana bermain permainan tradisional itu. Karina juga ingin membawa lebih banyak cara bermain permainan tradisional itu ke sekolah,” katanya.
Karina menyebut, dakon menjadi permainan yang kerap dilakukan bersama temannya. Permainan ini menggunakan papan panjang dengan beberapa cekungan yang harus diisi biji-bijian.
Setiap pemain harus mengumpulkan biji sebanyak-banyaknya dengan aturan dari permainan tersebut.
Permainan tradisional ini mengajarkan anak tentang ketekunan, ketepatan, menghitung dan kejujuran. Anak-anak bisa bermain dengan senang sekaligus belajar.
“Karina merasa asyik main dakon, lebih sering sama teman sekolah main itu. Mainnya harus mikir, menghitung, terus lama enggak selesai-selesai jadi belajar sabar juga,” singkatnya kemudian tertawa.
Antusias Belajar Budaya Lewat Museum dan Candi-Candi di Indonesia
Kebiasaan lain yang diajarkan oleh kedua orang tua Karina ialah mengenalkan budaya Indonesia dengan mengunjungi museum di berbagai kota.
Pengetahuan dan pengalaman belajar tentang budaya Indonesia itu diserap oleh Karina. Wawasan tersebut juga yang menjadi bekal untuk mengajak anak seusianya lebih mencintai budaya Indonesia.
“Budaya Indonesia itu bagus-bagus, banyak tempat budaya yang keren. Melihat candi-candi, mengunjungi museum, memakai batik. Mungkin anak-anak enggak tahu dan Karina ingin memperkenalkan itu,” katanya.
Tak hanya ingin memperkenalkan, lanjutnya, ia ingin membiasakan memakai batik-batik Indonesia setiap hari jumat.
Karina mengatakan pengenalan terhadap batik harus dilakukan dengan menyenangkan. Agar anak-anak seusianya senang dan mulai mencintai hingga melestarikan.
Hal itu diakuinya, saat mengunjungi sebuah lokasi pembuatan batik Indonesia di Solo, Jawa Tengah. Kesan menyenangkan diakui Karina selama jalan-jalan mengenal sejarah dan batik kota tersebut.
Dia melihat proses pembuatan batik, mengunjungi kafe batik hingga mengingat keunikan lokasi tersebut yang masih menggunakan ornamen-ornamen batik sejak tahun 90-an.
“Kemarin ke Solo, melihat pembuatan batik sampai dijual. Ada museum dan cafe batik juga,” kata gadis hobi bermain piano tersebut.
Sementara itu, sang ayah, Leo Christian Afandi menyebut, kunjungan di beberapa museum dan rumah industri batik menjadi salah satu suport yang diberikan untuk pengetahuan anaknya.
Hobi jalan-jalan di tempat peninggalan sejarah jauh sebelum mengikuti lomba Puteri Anak Indonesia 2022, kerap dilakukan keluarga tersebut.
“Saya suka sejarah. Setiap mengajak anak mengunjungi candi saya menceritakan sejarahnya. Saya juga terangkan sejarah Banyuwangi, Kota Malang, Solo, Balik Papan. Hari Sumpah Pemuda, saya ajak ke Museum. Itu bekal awalnya, sehingga interest itu memang ada untuk menghargai dan mengetahui jalannya sejarah,” kata Leo Christian.
Keinginan kuatnya mengajak anak-anak Indonesia mengenal dan memainkan permainan tradisional, dibingkai dalam kampanye “Aku Anak Indonesia, Aku Cinta Indonesia”.
Dia mengajak anak-anak bermain permainan tradisional, mencintai dan mengenalkan budaya dan pariwisata Indonesia.
“Kemarin juga pergi ke Kampoeng Dolanan di Surabaya Timur. Main traditional games bareng sama bikin mural di sana,” katanya.
Semangati Sang Buah Hati
Bagi sang ibu, Sherly Setiono, mengikuti perlombaan tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual sang anak.
Mengikuti lomba juga mengasah soft skill anak, misal menerima kekalahan, sportif, belajar disiplin dan menghargai sesama peserta.
“Saya selalu bilang Karina jangan melupakan Tuhan, jangan merasa hebat, harus tetap humble, segala sesuatu yang dilakukan harus disertai Tuhan,” kata Sherly.
Setiap perlombaan ada menang dan kalah. Hal itu juga disampaikan Sherly kepada sang buah hati. Agar kelak anaknya menerima setiap hasil dari usahanya, menghargai potensi diri dan terus memperluas pengalaman.
“Kalau tidak menang sama sekali, saya bilang its oke. Kamu bisa mengenal anak lain dan Tuhan membawa mu ke jalan itu. Kebetulan dapat (piala kemenangan) karena itu sebuah jalan Puteri Anak Indonesia 2022. Saya dukung sampai arah sana,” paparnya.
Sherly sempat tak menyangka anak bungsunya bisa dinobatkan sebagai Puteri Anak Indonesia Budaya 2022. Bahwa Karina, disebutnya tidak memiliki background dalam mengikuti ajang serupa sebelumnya.
Meski demikian, Sherly mengaku Karina tekun dalam latihan modelling dan berbagai kegiatan pengetahuan lainnya. Sebagai peserta muda, Karina menunjukan kemampuannya dan disiplin dalam segala kegiatan karantina.
“Memang anaknya kalau publik speaking tenang, tekun, karantina semangat, disiplin. Tidak hanya ketika penjurian tapi selama karantina juga jadi penilaian bagaimana pribadi anak dan kami orang tua suport memberi yang terbaik,” katanya.
Dukungan tersebut akan terus dilakukan untuk kiprah anaknya. Terlebih, penobatan sebagai Puteri Anak Indonesia Budaya 2022 juga didukung untuk melestarikan budaya Indonesia.
“Dari usia 5 tahun Karina suka history dan dia selalu seneng minta cerita budaya Indonesia. Nanti arahnya menyiapkan event untuk anak-anak Indonesia,” tutupnya.