Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kunjungi Jatim, BPKN RI Ajak Pemprov Ikut Lindungi Konsumen atas Kerugian Akibat PAYDI

Kunjungi Jawa Timur, BPKN RI mengajak pemprov ikut melindungi konsumen atas kerugian akibat Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI).

Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: Dwi Prastika
TribunJatim.com/Fikri Firmansyah
(Kanan) Ketua BPKN RI, Rizal E Halim saat berbicara kepada tamu undangan terkait pembahasan 'Kerugian Konsumen Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi' di Kantor Disperindag Jatim, Selasa (14/3/2023). 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Fikri Firmansyah

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pemerintah pusat melalui berbagai regulator terus konsisten melindungi konsumen atas kerugian yang dialami akibat dari 'Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi' atau disebut PAYDI.

Terbaru, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa (SEOJK PAYDI) atau yang dikenal dengan Unit Link.

SEOJK PAYDI mengatur penyelenggaraan Keuangan Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi PAYDI oleh perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah, termasuk unit usaha syariah mulai berlaku sejak 14 Maret 2022.

Saat berkunjung ke Kantor Disperindag Jatim, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Rizal E Halim mengungkapkan, kasus yang terbanyak terjadi pada saat awal pengenalan polis, agen memberikan informasi yang tidak jujur, agen menyebut produk yang akan dibeli nasabah merupakan tabungan atau investasi, namun dengan bonus asuransi.

"Jadi, kerap memang bahwa agen itu tidak menyebut produk tersebut adalah asuransi Unit Link," ungkap Rizal pada TribunJatim.com, Selasa (14/3/2023).

"Kami melihat fakta di lapangan, masih banyak konsumen calon pemegang polis kerap kali tidak memahami risiko pembelian produk Unit Link, terutama mengenai pembagian komponen investasi Unit- Link, bahwa konsumen maupun calon pemegang polis tidak paham risiko pembelian produk," lanjutnya.

Rizal menyebut, kondisi tersebut bisa terjadi lantaran literasi konsumen tentang produk asuransi lebih tinggi dibandingkan dengan inklusinya.

"Artinya konsumen tahu tentang produk asuransi, tetapi tidak mau menggunakan produk asuransi yang disebabkan karena kurangnya kepercayaan konsumen terhadap produk asuransi, karena pengalaman buruk dari kasus asuransi yang pernah terjadi," sambung dia.

Dikatakannya pula, banyaknya permasalahan PAYDI ini agar fungsi asuransi dengan investasi dikembalikan kepada bisnis masing-masing, dikarenakan masing-masing produk mempunyai manfaat dan risiko sendiri-sendiri.

Berdasarkan permasalahan di atas tersebut pula, lanjutnya, saat ini BPKN-RI sedang melakukan analisis mengenai "Kerugian Konsumen Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI)" dengan mengunjungi Provinsi Jawa Timur.

Baca juga: Asuransi Jagadiri Luncurkan Jaga Hujan, Solusi Perlindungan Risiko Kecelakaan saat Hujan

Fokus yang akan didiskusikan adalah upaya pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, khususnya pada sektor jasa keuangan di Provinsi Jawa Timur, serta strategi pemerintah provinsi dalam bersinergi dengan stakeholder terkait mengenai pembahasan dari permasalahan mis-matching/selling produk asuransi jiwa Unit Link yang terjadi di wilayah Provinsi Jawa Timur.

"Perlu adanya penataan kembali industri keuangan nonbank, khususnya asuransi mendorong bisnis inti di asuransi, dan terakhir regulator perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat agar konsumen Indonesia dapat menjadi konsumen yang berdaya," tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi, Firman T Endipradja dalam siaran pers yang diterima Tribun Jatim menambahkan, kondisi ini terjadi, karena belum dijalankannya UUPK sebagai umbrella act dan UU sektoral seperti UU OJK secara konsisten, terutama mengenai pengawasan dan penindakan, misalnya terhadap ketentuan pencantuman klausula/perjanjian baku yang masih banyak beredar, padahal wajib disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sejak Agustus 2014.

Selain dari itu, masih kata Firman, sejatinya UUPK telah mengatur adanya tiga sanksi terhadap pelaku usaha (termasuk pelaku usaha jasa keuangan dan perusahaan asuransi) yang dapat dikenakan sekaligus, yakni sanksi perdata berupa kompensasi atau ganti kerugian (Pasal 19 ayat 1), sanksi pidana (Pasal 19 ayat 4 dan Pasal 62 ayat 1), dan sanksi administratif (Pasal 61 dan Pasal 63 huruf f).

"Oleh karenanya, penerbitan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/SEOJK.05/2022 diharapkan dapat melindungi konsumen serta peningkatan tata kelola dan manajemen risiko bagi perusahaan asuransi, agar pemasaran produk PAYDI atau Unit Link ini tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari, namun pada kenyataannya sampai saat ini masih terjadi pelanggaran-pelanggaran," tutup Firman.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved