Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Bisnis

Menjaga Industri Digital Indonesia, Begini Aspirasi Driver Ojek Online dalam Bingkai Kebijakan

Proyeksi pemerintah menyebutkan lima tahun ke depan nilai ekonomi digital akan tumbuh empat kali lipat, mencapai USD210-360 miliar

Editor: Sudarma Adi
Istimewa
Ilustrasi ojek online 

TRIBUNJATIM.COM - Industri digital Indonesia kini menjadi penopang utama perekonomian nasional. 

Proyeksi pemerintah menyebutkan lima tahun ke depan nilai ekonomi digital akan tumbuh empat kali lipat, mencapai USD210-360 miliar atau sekitar Rp5.800 triliun.

Faktor pendorongnya kuat yakni populasi besar, penetrasi internet yang masif, dukungan regulasi, serta lahirnya startup lokal yang bahkan sudah berstatus unicorn.

Penelitian Prasasti menunjukkan bahwa sektor digital lebih efisien dibanding sektor lain karena memiliki Incremental Capital Output Ratio (ICOR) lebih rendah, artinya setiap rupiah yang diinvestasikan menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih besar dibanding sektor tradisional.

Baca juga: Driver Ojek Online Dapat Order Makanan dari Filipina untuk Dibagikan ke Rekan Ojol, Tren Solidaritas

Salah satu tulang punggung ekonomi digital adalah layanan on-demand: ojek online, taksi online, dan kurir online. Ekosistem ini bukan hanya menyambungkan pengemudi dengan konsumen, melainkan juga jutaan UMKM. Pada 2023, kontribusi ride hailing terhadap PDB mencapai Rp382,62 triliun (2 persen PDB), sekaligus menyerap tenaga kerja di tengah badai PHK manufaktur.

Seiring tumbuhnya sektor ini, polemik soal besaran komisi aplikator terhadap driver kian mencuat. Pemerintah telah menetapkan batas maksimum komisi 20 % , dengan kewajiban 5 % dialokasikan untuk program kesejahteraan driver. 

Namun, di tengah pertumbuhan pesat sektor ini, masih muncul protes dari sebagian driver yang menyoroti besaran komisi. Bagi mereka, kebijakan aplikator dinilai belum sepenuhnya berpihak pada kesejahteraan pengemudi. Polemik ini penting dicermati, karena hanya dengan memahami aspirasi dan pengalaman para driver aktif, kita bisa menilai apakah isu yang kerap muncul di ruang publik tersebut benar mencerminkan kondisi riil.

Klaim yang disampaikan sebagian pihak adalah bahwa sistem komisi yang diterapkan oleh aplikator bersifat mengeksploitasi driver.  Apakah memang demikian?

Untuk menjawabnya, menurut Ekonom Senior Prasasti Piter Abdullah Redjalam,  penting memahami aspirasi dari para driver aktif secara langsung. Piter bersyukur bisa mendapatkan hasil dari dua survei terbaru yang diselenggarakan oleh Lembaga terpercaya yakni Tenggara Strategics dan Paramadina Public Policy Institute (PPPI). Kedua survei ini dilakukan terhadap para driver aktif dan hasilnya memberikan gambaran yang menarik.

Survei yang pertama adalah survei yang dilakukan oleh Tenggara Strategics. Survei ini dilakukan pada September 2025 yang lalu terhadap 1.052 driver aktif di Jabodetabek. Hasilnya menunjukkan bahwa 82 % driver lebih memilih potongan komisi 20 % tetapi orderan tinggi, ketimbang potongan 10 % orderan sepi. 

Masih terkait potongan komisi, kata Piter, hasil survei juga menunjukkan bahwa dari sejumlah driver yang pernah mencoba platform dengan potongan 10 % , 85 % mengatakan penghasilan sama saja atau bahkan lebih rendah. Sementara itu terkait status hubungan aplikator dan driver, hasil survei menunjukkan mayoritas driver (85 % ) tidak keberatan dengan status “mitra”. Bagi mereka fleksibilitas jam kerja merupakan hal yang utama. Mereka juga memahami bahwa status pekerja justru bisa merugikan bagi driver. 

“Secara umum hasil survei Tenggara Strategics menyimpulkan bahwa bagi driver di wilayah metropolitan, kepastian order dan perlindungan tambahan lebih penting daripada sekadar besaran potongan. Hasil survei juga menunjukkan bahwa potongan rendah tanpa jaminan order tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan,”paparnya.

Survei Paramadina ternyata memberikan hasil yang sejalan dengan survei Tenggara Strategic. Survei Paramadina dilakukan di 6 kota besar dengan sampel 1.623 responden. Hasilnya, 60,8 % responden (driver) juga memilih potongan 20?ngan insentif dan promo (yang berarti orderan lebih terjamin tinggi) dibandingkan potongan 10 % tanpa insentif yang bisa berarti orderan sepi. 

Survei Paramadina juga mengungkap bahwa 81 % responden lebih mengutamakan stabilitas pendapatan harian dibandingkan margin per order. Mereka juga memahami bahwa potongan 20 % yang dikenakan oleh aplikator akan kembali ke mereka dalam bentuk promo di luar biaya aplikasi. Mereka juga mendapatkan insentif lainnya seperti diskon servis, paket data atau bahkan sembako. Bagi mereka promo ke pelanggan sangat penting untuk menjaga kontinuitas orderan, terutama bagi driver yang full time (>8 jam per hari). 

Temuan survei Paramadina, kata Piter, menegaskan bahwa bagi mayoritas driver, komisi bukanlah isu utama. Yang lebih penting adalah bagaimana aplikator memastikan stabilitas penghasilan harian melalui promo pelanggan, insentif, dan dukungan fasilitas lain. Promo dan insentif dipandang krusial untuk menjaga kesinambungan order. 

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved