Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Nasional

TERKUAK, Mahfud MD Sebut Pimpinan Al Zaytun Panji Gumilang Adalah Ekor NII Kartosoewirjo

Menko Polhukam RI, Prof Dr Mahfud MD menyebut bahwa Panji Gumilang dan Pondok Pesantren Al Zaytun merupakan rentetan dari gerakan Darul Islam dan NII.

Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Taufiqur Rohman
Tribun Jatim Network/Hanif Manshuri
Menko Polhukam RI, Prof Dr Mahfud MD di acara Halaqah Ulama Nasional, Rabu (12/7/2023). 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Hanif Manshuri

TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN -Menko Polhukam RI, Prof Dr Mahfud MD menyebut bahwa Panji Gumilang dan Pondok Pesantren Al Zaytun merupakan rentetan dari gerakan Darul Islam dan NII yang dicetuskan oleh Kartosoewirjo.

Secara rinci, Mahfud MD menjelaskan bahwa di masa awal kemerdekaan Indonesia, banyak pejuang dari kalangan Islam yang terpinggirkan dan tak tertampung dalam tata kelola pemerintahan.

Menurutnya, hal itu imbas dari politik pendidikan yang diwariskan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang cenderung diskriminatif.

Hanya kalangan Islam yang punya ijazah-lah yang bisa masuk ke pemerintahan.

"Pejuang, anak-anak muda, dan tokoh Islam banyak yang tidak tertampung dalam tugas-tugas di pemerintahan negara baru."

"Kemudian banyak kalangan Islam yang memutuskan untuk kembali ke pesantren dan fokus dalam mendidik santrinya."

"Tapi ada juga yang marah karena tidak tertampung," ungkap Mahfud MD dalam Halaqah Ulama Nasional, yang digelar di Pesantren Sunan Drajat Lamongan, Rabu (12/7/2023).

Selain itu, sambung Mahfud, terpinggirkannya kalangan Islam dalam tata kelola negara baru Indonesia ini bahkan menimbulkan kemarahan sebagian kalangan Islam, salah satunya adalah Kartosoewirjo yang kemudian mendirikan Darul Islam atau Negara Islam Indonesia (NII).

"Perjuangan yang dilakukan Kartosoewirjo untuk mendirikan Negara Islam Indonesia sebenarnya terus berlanjut, masih ada ekornya sampai sekarang, hingga sekarang ada ribut-ribut soal Panji Gumilang."

"Jadi Panji Gumilang dulu induknya adalah Negara Islam Indonesia," katanya.

Dijelaskan oleh Mahfud, NII merupakan organisasi tanpa bentuk, gerakan bawah tanah tetapi NII memiliki struktur yang terdiri dari syekh yang memimpin, gubernur, menteri, bupati hingga camat.

Pemikiran Kartosoewirjo yang dilanjutkan oleh penerusnya itu akhirnya diketahui oleh pemerintah.

NII bikinan Kartosoewirjo yang seolah sudah tamat itu kemudian dioperasi kembali oleh intelijen.

Pemerintah mengetahui bahwa NII itu sebenarnya masih hidup meski sudah ditumpas di berbagai tempat.

Akhirnya pemerintah menggalang gerakan untuk melemahkan NII dengan cara dipecah dan diadu, NII versus NII.

"Nah, (NII) itu diketahui oleh pemerintah, sehingga pada awal tahun 1970-an, NII oleh pemerintah dipecah, diadu, yang satunya untuk melawan yang lain. Itu operasi yang dilakukan Ali Moertopo," beber Mahfud.

"Memang begitu dulunya, dulu ada komando jihad, ada orang dipancing untuk berkumpul lalu disuruh membuat resolusi, disuruh buat pernyataan keras, setelah itu ditangkap lalu dicitrakan ada komando jihad yang sama dengan NII sebelumnya."

"Saya dengar dari sumbernya langsung," tambahnya.

Lebih lanjut, Mahfud membeberkan, NII hasil operasi dan bentukan pemerintah waktu itu salah satu wilayahnya adalah Komandemen 9, yang sekarang menjadi Al Zaytun.

"Mengadu NII dengan NII itu kalau pakai sholawatnya orang NU itu sama dengan sholawat asyghil. Wa asyghilid dholimin bid dholimin. NII diadu dengan NII, maka NII akan hancur sendiri, kira kira begitu," katanya.

Kemudian sesudah merasa nyaman dengan pemerintah, merasa aman, kemudian Panji gumilang ini memecahkan diri.

Menampilkan sosok Al Zaytun yang seperti sekarang.

Di balik inilah latar belakang sejarahnya dan pengikut-pengikutnya itu masih banyak, yang memang ideologinya sendiri.

Kalau bertanya mau diapakan Al Zaytun itu? ada yang mengatakan dibubarkan saja, itu berbahaya.

Dikatakan, sampai sekarang pemerintah tidak pernah membubarkan pesantren.

"Saya berfikir kita jangan membuat preseden buruk untuk membubarkan pesantren,"ungkapnya.

Pesantren Ngeruki, yang melahirkan banyak teroris, mulai dari Abu Bakar Ba'asyir dan cabang-cabangnya itu disebut dihukum dan terorisnya, santrinya enggak dibubarkan.

Karena begini, kalau kita membubarkan pesantren nanti jadi preseden.

"Kita berfikir tidak usah membubarkan pesantren. Terus bagaimana? Panji gumilangnya itu yang kita tindak secara hukum bukan pesantrennya."

"Pesantren nanti kita bina, karena secara resmi pesantren itu memang tidak pernah melahirkan teroris," katanya.

Pesantren itu alumni-alumninya bagus, kurikulumnya juga bagus, tapi yang dibalik itu, yang kita tindak.

Apa yang kita tindak? kalau yang dari pemerintah itu kita laporan tindak pidana saja, kalau majelis ulama itu melaporkan penistaan agama, itu bukan pemerintah yang melaporkan.

Tindak pidana pencucian uang, pengumpulan uang yang diduga secara ilegal, menurut saksi-saksi dan pelakunya, kemudian disamarkan seakan-akan menjadi uang halal.

Pondok Pesantren Al Zaytun dengan Raden Panji Gumilang itu mempunyai 360 rekening bank.

145 rekening di antaranya sudah dibekukan dua hari yang lalu, karena dugaan pencucian uang.

"Ada uang-uang masuk ke situ sangat mencurigakan dan dikeluarkan juga secara sangat mencurigakan," kata Mahfud.

Ditemukan 295 sertifikat tanah hak milik (SHM), 295 yang SHM atas nama Panji Gumilang, anak dan istrinya

Apa dasar kalau pencucian uang?

Pertama, Dana BOS masuk ke rekening, yang mula-mula masuk ke institusi lalu berpindah ke orang, tanpa pertanggungjawaban yang jelas menurut administrasi.

Ada juga dana yang pengirimnya namanya gubernur NII, masuk uang ke situ, nah itu semua yang seperti itu, tanahnya juga, ada 1.300 hektar sudah kami temukan dalam sehari 295 sertifikat yang dicurigai juga itu berasal dari kekayaan yayasan yang masuk ke pribadi.

Dalam tindak pidana seperti ini, yang dilaporkan oleh masyarakat tentang penistaan atau penodaan agama, biar diproses polisi dengan ukuran-ukuran hukumnya sendiri, untuk menentukan itu.

Ikuti berita seputar Nasional

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved