Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Ponorogo

Biar Tetap Untung, Begini Cara Pedagang Makanan di Ponorogo Ini Siasati Tingginya Harga Beras

 Harga beras yang tinggi membuat pedagang makanan di Kabupaten Ponorogo harus mensiasati. Bagaimana bisa bertahan ditengah harga beras yang semakin ti

Editor: Ndaru Wijayanto
tribunjatim.com/Pramita Kusumaningrum
Pemilik warung makan mbok soe di Ponorogo yang harus menyiasati harga beras yang tinggi 

Laporan Wartawan Tribunjatim.com, Pramita Kusumaningrum

TRIBUNJATIM.COM, PONOROGO -  Harga beras yang tinggi membuat pedagang makanan di Kabupaten Ponorogo harus mensiasati. Bagaimana bisa bertahan di tengah harga beras yang semakin tinggi.

Salah satu pedagang makanan, Hilda Ayu Rahmawati memilih menurunkan grade beras dibanding harus menaikkan harga makanan. Jalan tersebut dipilih agar pelanggan tidak kabur.

“Kalau dinaikkan nanti pada ndak mau, sambat (mengeluh) mahal lah. Saya turunkan grade berasnya, tetapi bukan yang down grade banget,” ujar Pemilik rumah makan Sego Babat Mbok Soe, Jumat (8/9/2023).

Dia mengaku jika biasanya merk beras tawon. Dulu harganya adalah Rp 250 ribu per 25 kilogram. Namun saat ini, beras yang bisa digunakan tembus Rp 300 ribu per 25 kilogram.

“Naiknya Rp 50 ribu sendiri. Sekarang Saya beli yang merk melon, harganya Rp 292 ribu per 25 kilogram. Ya beda Rp 8 ribu saja sih,” terang Hilda kepada Tribunjatim.com.

Entah kenapa, kata di, semenjak harga beras baik, warung miliknya di Jalan Suromenggolo sepi. Padahal harga makanan yang dijualnya juga tidak naik.

Baca juga: Harga Beras di Ponorogo Terus Naik Tiap Hari, Pedagang Keluhkan Penjualan Menurun

Baca juga: Warga Blitar Berbondong-bondong Beli Beras di Pasar Pangan Murah, Sampai Ada Antrean Panjang

“Sudah harga beras naik, pembeli berkurang. Pendapatan jelas berkurang. Tapi untuk berapa nya kurang biar saya sendiri yang tahu,” tegas Hilda.

Cara berbeda dilakukan oleh penjual nasi pecel Sumiati. Penjual kuliner  di Kecamatan Bungkal mengantisipasi kerugian berlebih dengan mengurangi pembelian beras.

“Sambil ditunggu, siapa tahu harga beras turun. Dulu saya pasti stok beras 50 kilogram. Sekarang gima beli 10 kilogram, mentok-mentok Rp 25 kilogram,” jelasnya.

Dia pun tidak mau menaikkan harga makanan. Alasannya, jika dinaikkan harga nasi pecel yang dia jual akan kehilangan pelanggan.

“Ada sih berasnya Bulog, harganya lebih murah. Tapi nanti dulu lah kalau beli beras Bulog. Nanti ndak cocok sama pelanggan. Pendapatan juga berkurang karena laba berkurang,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved