Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kasus Gratifikasi Mantan Bupati Sidoarjo

UPDATE Kasus Gratifikasi Eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Sederet Pengusaha Dihadirkan dalam Sidang

UPDATE kasus gratifikasi eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, sederet pengusaha dihadirkan dalam sidang, kebanyakan ngaku tak pernah beri uang ke terdakwa

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Dwi Prastika
TribunJatim.com/Luhur Pambudi
Sidang lanjutan, mantan Bupati Sidoarjo dua periode, Saiful Ilah (74), terdakwa dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp 44 miliar, di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (2/11/2023). 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sejumlah pengusaha kembali dihadirkan dalam sidang lanjutan, mantan Bupati Sidoarjo dua periode, Saiful Ilah (74), terdakwa dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp 44 miliar, di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (2/11/2023).

Mereka, di antaranya, Presiden Direktur PT Integra Indocabinet (WOOD), Halim Rusli, beserta istrinya, Stephanie. 

Kemudian, Moch Turino Junaedi, Komisaris PT Indraco, yang bergerak di bidang bisnis properti; Sun City Waterpark, Sun Hotel, dan Sun City Plaza. 

Lalu, Inggrid, Divisi Pembelian, PT Mutiara Andalan Sejahtera, yang berbidang developer. 

Selanjutnya, Alexander Ronny selaku Commercial Banking Area Head Eastern Indonesia PT Bank Maspion Indonesia Tbk.

Adapun, Septian F Cahyani Salim, dan Widjaja Sugiharto merupakan Direktur PT Pondok Tjandra Indah. 

Di hadapan majelis hakim persidangan, saksi Halim Rusli mengatakan, dirinya tidak pernah memberikan uang dalam bentuk apapun kepada terdakwa Saiful Ilah saat masih menjabat sebagai Bupati Sidoarjo, untuk kepentingan memperlancar bisnis perusahaannya. 

"Selama ini Sidoarjo sudah ISO. Perusahaan saya sudah jelas. Buat saya tidak ada kepentingan segala macam. Saya ekspor 95 persen, tidak ada kepentingan soal itu," ujar Halim Rusli

Mengenai dugaan gratifikasi yang diterima Saiful Ilah dalam acara lelang bandeng sebagaimana yang ditanyakan oleh JPU KPK, Halim Rusli mengungkapkan, dirinya pernah menghadiri acara tersebut pada satu kali kesempatan. 

Itupun dirinya berinisiatif untuk mengikuti acara tersebut karena para pengusaha di Kabupaten Sidoarjo, lainnya juga diundang. 

Baca juga: Jawaban Lupa Saksi Eks Anak Buah Saiful Ilah Buat JPU Geram, Padahal BAP Tertulis Jelas: Tak Ngarang

Selama ini, undangan untuk acara tersebut selalu datang kepada dirinya. Namun ia tidak pernah bisa untuk menghadirinya. 

Lalu, lanjut Halim Rusli, dirinya pada sekali kesempatan turut menghadiri acara lelang bandeng tersebut. 

"Pernah, sekali. Saya gak ingat. Saya sendiri yang hadir, saya seringkali diundang saya gak pernah datang, saya akhirnya datang," kata Halim Rusli

Saksi Halim Rusli mengatakan, dirinya sempat ikut menyetorkan sejumlah uang dalam lelang bandeng tersebut. Jumlahnya sekitar Rp 25-50 juta. 

Ia melakukan proses pembayarannya secara non-tunai, atau melalui nomor rekening perusahaannya. 

Saksi Halim Rusli menganggap acara tersebut juga sebagai acara sosial kemasyarakatan. 

Sehingga sejumlah uang yang diberikannya secara cuma-cuma itu, tak ubahnya uang sumbangan untuk kegiatan amal sosial kemasyarakatan. 

"Saya kira ada banyak bandeng. Ternyata ada ucapan-ucapan untuk kegiatan sosial. Pengusaha ikut berpartisipasi," tambahnya. 

"Ada (ikut) menyumbangkan. Kalau gak Rp 25 juta ya Rp 50 juta. Ditransfer. Saya lupa TF (transfer) berapa. Karena untuk kegiatan sosial. Tidak menang," pungkasnya. 

Sementara itu, Saiful Ilah diberikan kesempatan oleh Majelis Hakim untuk memberikan pertanyaan dan pernyataan atas kesaksian yang telah didengarnya. Namun, ia memilih tidak memberikan respons apa pun. 

"Tidak ada, Yang Mulia. Sudah cukup," ujar terdakwa Saiful Ilah

Kemudian giliran saksi Turino Junaedi yang memberikan keterangan di hadapan majelis hakim.

Pria berkemeja batik lengan panjang warna kuning itu, mengaku kenal terdakwa sejak sebelum menjadi wakil bupati. 

Tepatnya, saat Saiful Ilah masih menjadi pengusaha. 

"Saya kenal sebelum dia jadi bupati, dan saya kenal sejak jadi pengusaha. Saya pengurus asosiasi, kami jadi kadin. Dekat sejak beliau di birokrasi. (jadi wabup) iya," ungkap saksi Turino. 

Ia mengaku pernah mengurus perizinan sebuah tempat usaha miliknya kepada Saiful Ilah saat masih menjabat sebagai Bupati Sidoarjo. 

Namun, ia menegaskan, tidak pernah memberikan uang dalam jumlah berapapun dan dalam bentuk apapun kepada Saiful Ilah kala itu. 

"Enggak pernah," jelasnya. 

Namun, saat JPU KPK menunjukkan barang bukti tumpukan uang yang dikeluarkan dari sebuah amplop berlogo brand hotel miliknya, ia membenarkan pernah diperlihatkan barang bukti tersebut oleh penyidik KPK. 

Namun ia tak mengetahui pasti jumlah uangnya dan tulisan tangan yang tertera pada amplop tersebut. 

"Pernah (ditunjukkan barang bukti amplop). Amplop berkop surat Sun Hotel. Satu lagi bukan nama saya," jawab saksi Turino. 

Saat JPU KPK mulai menanyakan perihal pertemuan antara dirinya dengan terdakwa, saksi Turino Junaedi mengatakan, dirinya malah mulai menerapkan sebuah mekanisme baru dalam bertemu klien seorang pejabat publik. 

Yakni, dirinya setiap bertemu dengan pejabat publik tidak lagi seorang diri. Namun berupaya mengajak seorang teman atau staf perusahaannya. 

Tujuannya, mengantisipasi adanya praktik lancung yang berpotensi terjadi. Sehingga dalam pertemuan tersebut dapat saling mengawasi. 

"Kalau ketemu pejabat kami selalu mengajak dua orang. Untuk mengantisipasi hal seperti ini. Semenjak ada kasus ini. Jadi ada saksinya," ujar Saksi Turino. 

Lalu, menginjak pertanyaan mengenai partisipasi acara lelang bandeng yang selalu diadakan oleh Saiful Ilah selama menjabat, Turino mengaku jarang menghadiri acara tersebut.

Terkadang, ia mendelegasikan salah seorang jajaran direksi perusahaannya untuk menghadiri acara lelang bandeng tersebut. 

"Jarang lelang langsung. Saya enggak pernah hadir. Yang hadir dari perusahaan Pak Duri Permata, Dirut IPI. (Ikut sumbangan) Rp 5-10 juta, sifatnya hanya berpartisipasi aja," ungkap saksi Turino. 

Saksi Turino menganggap acara tersebut berorientasi pada kegiatan sosial kemasyarakatan untuk turut berpartisipasi mengembangkan sektor perikanan. Sehingga, dirinya merasa tidak ada salahnya untuk terlibat sesekali dalam acara tersebut. 

Kemudian, ia mengaku hanya sekali ikut menyumbangkan sejumlah uang sebagai partisipasi acara tersebut. Yakni, sekitar Rp 5-10 juta. 

"Yang kami tahu baca di media, berpartisipasi untuk peternakan, berpartisipasi untuk kegiatan sosial. Bukan iuran, tapi berpartisipasi untuk CSR. Iya (menyumbang)," kata saksi Turino. 

Namun, saat JPU KPK menunjukkan barang bukti daftar nilai sumbangan dalam acara tersebut, ternyata perusahaan milik Turino pernah memberikan sumbangan pada tahun 2019 senilai Rp 11 juta. Kemudian, pada tahun 2015 pernah menyumbang senilai Rp 20 juta. 

Saksi Turino langsung merevisi pernyataan mengenai sumbangan yang diberikan oleh pihaknya dalam acara lelang bandeng tersebut. 

Ia mengaku tidak mengetahui pasti proses pemberian sumbangan tersebut, karena memang dilakukan secara struktural perusahaannya. 

"(JPU tampilkan daftar sumbangan lelang bandeng pada tahun 2015 jumlah Rp 20 juta dan tahun 2019 ada Rp 11 juta) iya kalau tertulisnya seperti itu," pungkasnya. 

Selanjutnya, saksi Inggrid memberikan keterangannya di hadapan majelis hakim persidangan. 

Perempuan berambut panjang sepunggung yang terurai itu, mengaku pernah menemani atasannya menemui Saiful Ilah di ruang bupati sebanyak dua kali. 

Kemudian, soal acara ulang tahun Saiful Ilah, saksi Inggrid menegaskan dirinya pernah turut menghadiri acara tersebut di pendopo. 

Ia mengaku, tidak pernah memberikan hadiah dalam bentuk apapun. Kecuali papan ucapan ulang tahun yang dipajang di depan pendopo pada acara tersebut. 

"Saya pernah menghadap Saiful Ilah, bersama pak kosta. 2 kali. Pernah datang ke ultah bupati, sama peluncuran bukunya. Tidak pernah (kasih hadiah). Cuma ngasih papan ucapan. Tidak pernah (uang atau barang)," ujar saksi Inggrid. 

Sekadar diketahui, Saiful Ilah didakwa oleh JPU KPK dengan Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Saiful Ilah didakwa menerima sejumlah gratifikasi, baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha, senilai sekitar Rp 44 miliar. 

Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel. 

Perkara gratifikasi itu diduga dilakukan terdakwa selama menjabat sebagai Bupati Sidoarjo dua periode, periode 2010-2015 dan 2016-2021.

Saiful Ilah sebelumnya juga diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada 2022 silam, dalam perkara suap proyek infrastruktur senilai Rp 600 juta. 

Saiful Ilah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta pada Oktober 2020. 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved