Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Mengais Sampah dari TPA Winong, Tono Dapat Cuan Rp 1 Juta per Hari, Tak Lagi Mencemari Lingkungan

Modal kegiatan mengais sampah di TPA, seorang pria bernama Tono mendapatkan cuan sampai Rp 1 juta setiap hari, apa yang dihasilkannya?

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Tribun Solo
Usaha Tono di Boyolali setelah mengais rejeki di TPA memanfaatkan sampah organik. 

Kakaknya adalah seorang Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, bernama Karnoto.

Baca juga: Sosok Filip Salac, Pembalap Moto2 Beli Bensin Eceran Dilayani Bocah, Panggil Si Penjual Bos Kecil

Diceritakan oleh Ariyanto, Karnoto terinspirasi saat bencana banjir melanda desanya.

Banyak warga menggunakan kamar mandi di rumahnya saat itu.

Dari sanalah dia mendapatkan ide.

"Dulu sekitar 2010 di desa ini masih sering banjir dan rumah saya menjadi tempat berkumpulnya warga," ucap Ari kepada Tribun Jogja, Senin (9/10/2023).

"Ketika warga buang air, kakak saya berpikir, sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan (kotorannya)," lanjutnya.

"Akhirnya kakak memutuskan berternak sapi dan memanfaatkan kotorannya untuk diolah menjadi biogas," kata Ari.

Ariyanto (45), warga Desa Tangkisan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menunjukkan nyala api hasil dari kompor biogas kotoran sapi, Senin (9/10/2023).
Ariyanto (45), warga Desa Tangkisan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menunjukkan nyala api hasil dari kompor biogas kotoran sapi, Senin (9/10/2023). (TRIBUNJOGJA.COM/Dewi Rukmini)

Pada awalnya, Ari memiliki sapi sebanyak 36 ekor yang bisa menghasilkan belasan kg biogas dalam sehari.

Kotoran sapi tersebut bisa mencukupi kebutuhan memasak untuk 13 rumah di sekitar rumah Ari.

Namun seiring berjalannya waktu, dia tinggal memiliki sapi 12 ekor yang menghasilkan gas metana sekitar 3 kg dalam sehari.

Gas tersebut kini dimanfaatkan oleh tiga rumah untuk memasak.

Baca juga: Tidak Ada Sanksi, Larangan ASN Tulungagung Gunakan Gas Elpiji 3 Kg Dinilai Tak Efektif

Tribun Jogja pun berkesempatan melihat berkeliling di rumah Ari pada Senin (09/10/2023).

Kandang sapi Ari berada di bagian depan rumahnya yang langsung menghadap ke jalan utama.

Kandang sapi tersebut terlihat lebih bersih, meski sesekali masih terhirup aroma khas kotoran sapi.

Di lantai kandang terlihat ada saluran pembuangan kotoran sapi yang bermuara ke sebuah bak penampung berukuran 2x2 meter sedalam dua meter.

Bak tersebut terkubur di dalam lantai koridor menuju dapur rumah Ari.

Tak jauh dari lokasi tersebut ada bak penampung kedua yang merubah wujud kotoran sapi menjadi cair yang dialirkan ke bak penampung ketiga yang berada di luar rumah.

Bak penampung ketiga itulah yang akan jadi tempat perubahan cairan kotoran menjadi gas dan pupuk cair.

"Untuk gas metana dialirkan ke kompor menggunakan instalasi dari pipa besi," jelas Ari.

"Prosesnya terjadi setiap hari karena pasti masih ada sisa gas kemarin," imbuhnya.

"Kalau warga mau pakai biogas monggo (silakan), tidak dipungut biaya asalkan memasang instalasi gas," kata Ari.

"Kalau pupuk cair juga boleh diminta warga," tambah Ari.

Warga Desa Mundu memperagakan penggunaan instalasi biogas  yang berasal dari limbah ternak sapi, Sabtu (25/2/2017).
Warga Desa Mundu memperagakan penggunaan instalasi biogas yang berasal dari limbah ternak sapi, Sabtu (25/2/2017). (TribunJogja.com/Angga Purnama)

Selain menghemat gas LPG, biogas juga Ari manfaatkan untuk menghidupkan lampu petromak ketika listrik PLN padam.

Selain itu di rumah Ari juga memasang panel surya, sehingga ketika terjadi pemadaman listrik, lampu di rumahnya bisa tetap hidup hingga 12 jam lamanya.

Ari menyebut, rumahnya yang memanfaatkan energi biogas dan panel surya telah menjadi percontohan bagi desa.

Dikatakan Ari, sejumlah universitas dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Perikanan (Kemen LHP) pernah berkunjung ke rumahnya.

"Dulu pernah diikutkan lomba yang digelar Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, jadi Juara Harapan Satu Desa Mandiri Energi pada 2019 dan dapat Juara Dua Desa Mandiri Energi 2021," ujarnya.

Pihaknya juga mengaku pernah mendapatkan pelatihan terkait pengolahan biogas dari Kementerian LHP.

Dalam hal itu, ia mengirimkan dua orang penjaga kandang sapi agar bisa mengolah kandang dan biogas dengan baik.

Baca juga: Kondisi Stok Elpiji 3 Kg di Pacitan, Disdagnaker Sebut Tak Ada Kelangkaan: Hanya Panic Buying

Di sisi lain, sempat viral foto Bright Gas 3 kg yang dijual dengan harga Rp35.000 di tengah gas elpiji melon yang diperuntukkan warga kurang mampu.

Unggahan foto tersebut menampilkan gas elpiji berwarna hijau dan merah muda yang memiliki harga berbeda.

Terlihat gambar gas elpiji melon dan Bright Gas yang sama-sama memiliki berat 3 kg, namun harga jual berbeda.

"Dari melon ijo jadi 18.000 >>>> Tadaaa!!! Jadi Strawberry 35.000," tulis caption dalam narasi unggahan.

Melansir Kompas.com, foto tersebut dimuat oleh akun TikTok ini pada Senin (31/7/2023).

Hingga Minggu (6/8/2023) sore, unggahan tersebut sudah dilihat sebanyak 485.000 kali dan mendapatkan lebih dari 1.100 komentar dari netizen.

Unggahan tersebut juga menuai beragam komentar dari netizen.

Beberapa menyebutkan bahwa gas elpiji hijau di daerah mereka bahkan memiliki harga hampir mendekati Bright Gas 3 kg.

"Gpp sih soalnya yg ijo aja disni udh harga 22, klo pink 35 gak masalah asal ada terus gak kosong," kata akun @rina_matnoor.

"Lho yg ijo aja di rumahku udh 24 ribu haha gmn si pink," tulis akun @bulbullgemes.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved