Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Kediri

Sosok Kyai Ponpes di Mojo Kediri Divonis Hakim 3 Tahun 6 Bulan, Terbukti Bersalah Nodai Santriwati

Sosok KI Kyai sebuah ponpes di Kediri divonis hakim 3 tahun 6 bulan, bersalah nodai santriwati, mengaku pikir-pikir atas vonis tersebut

|
Penulis: Melia Luthfi Husnika | Editor: Samsul Arifin
TribunJatim.com/Melia Luthfi Husnika
Sidang putusan kasus kyai berbuat asusila terhadap santriwati yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Senin (4/12/2023). 

TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - KI (48) terdakwa kasus pencabulan santriwati salah satu pondok pesantren (Ponpes) di wilayah Kecamatan Mojo menjalani sidang putusan, Senin (4/12/2023) di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri.

Terdakwa didampingi kuasa hukumnya dihadirkan langsung di persidangan untuk mendengarkan Majelis Hakim PN Kabupaten Kediri membacakan vonis penjara terhadap terdakwa.

Oleh majelis hakim, terdakwa dijatuhi vonis 3 tahun 5 bulan penjara.

"Atas perbuatan yang dilakukan, kami menjatuhkan vonis terhadap terdakwa yaitu penjara selama 3 tahun 5 bulan dan denda Rp 20 juta subsider," ujar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Muhammad Rifa Rizah saat membacakan vonis.

Setelah pembacaan vonis, majelis hakim menanyakan pada terdakwa apakah menerima putusan tersebut.

Baca juga: Jerit Tangis Santriwati Bikin Pria Probolinggo Kabur dari Kamar Ponpes, Baju Jadi Bukti Aksi Bejat

Namun terdakwa menyampaikan bahwa dirinya akan berpikir-pikir terlebih dahulu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri Nanda Yoga Rohmana juga mengaku pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu.

"Karena terdakwa masih berpikir, kami juga akan berpikir terlebih dulu. Kami akan konfirmasi dulu ke pimpinan karena kasus ini menjadi perhatian publik," ucap Nanda ditemui seusai sidang.

Ditanyai soal vonis dari majelis hakim, Nanda mengaku cukup puas dengan putusan tersebut.

Sebab pihak JPU sebelumnya menuntut hukuman 3 tahun 6 bulan penjara, dan hakim menurunkan hanya satu bulan.

"Cukup puas karena kami menuntut 3 tahun 6 bulan dan vonisnya hanya berkurang satu bulan. Tapi kalau misal nanti banding, bakal mentah lagi perkaranya. Kembali lagi ke awal, tuntutan bisa naik, bisa turun atau bahkan bisa bebas," jelas Nanda.

Nanda menjelaskan, hal yang memberatkan terdakwa adalah statusnya yang merupakan seorang kyai di mana seharusnya mengayomi dan melindungi anak santriwatinya.

Namun terdakwa justru melakukan pencabulan dan persetubuhan.

Terdakwa sendiri dijerat dengan Pasal 6 huruf C UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan korbannya berusia 22 tahun  . 

"Terdakwa melakukan perbuatannya sampai empat kali dan yang terakhir sampai persetubuhan dengan bukti visum. Ini juga jadi hal yang memberatkan," tandas Nanda.

Sebelumnya, aksi bejat juga dilakukan seorang guru kepada santriwatinya. 

Akibatnya, guru agama di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di kawasan Sei Beduk, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), berinisial HD (25) ditangkap polisi.

Pelaku ditangkap setelah salah satu wali santri melaporkannya kepada Polisi terkait kasus pencabulan.

“Pelaku ini telah melakukan perbuatan asusila kepada santrinya. Parahnya perbuatan tersebut dilakukan oknum berulang kali sejak Februari 2023 hingga Mei 2023,” kata Kapolsek Sei Beduk AKP Benny Syahrizal, Sabtu (12/8/2023).

Benny mengatakan dari hasil pemeriksaan sementara, pelaku mengaku nekat melakukan hal tersebut karena kerap menonton film dewasa.

“Tidak itu saja. Penyidik menduga pelaku memiliki kelain seks atau pedofil,” ungkap Benny.

Benny menjelaskan, kejadian berawal pada, Kamis (1/6/2023) sekitar pukul 22.00 WIB.

Korban A bercerita kepada ibunya, bahwa pelaku HD telah melakukan perbuatan cabul pada awal Maret 2023 lalu sekitar pukul 02.00 WIB.

Bahkan perbuatan tersebut dilakukan pelaku saat korban sedang tidur bersama santri lainnya.

Pelaku HD masuk dan langsung berbaring di kasur korban dengan posisi memeluk korban dari belakang.

Kemudian pelaku menurunkan celana panjang dan celana dalam korban hingga lutut.

“Kemudian pelaku melakukan perbuatan cabul dan melakukan persetubuhan terhadap korban. Lalu pelaku pergi,” terang Benny.

Mendengar cerita itu, Lanjut Benny, ibu korban spontan marah dan langsung melaporkan kejadian ini ke pihak pondok pesantren.

Ibu korban meminta supaya pelaku tidak lagi berada di Pondok Pesantren.

Kemudian pada, Senin (5/6/2023) setelah pelaku dipulangkan ke Gresik, Jawa Timur.

Lalu korban pun kembali ke pondok tersebut.

Namun pada tanggal 11 Juni 2023, ibu korban melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Sungai Beduk.

“Setelah menerima laporan tersebut, Selasa (18/6/2023) tim opsnal Reskrim Polsek Sungai Beduk berkoordinasi dengan Polres Gresik untuk mengamankan pelaku,” papar Benny.

Tersangka berhasil diamankan oleh Polres Gresik.

Selanjutnya tim opsnal Polsek Sei Beduk berangkat menuju ke Polres Gresik untuk menjemput pelaku.

“Pelaku mengakui semua perbuatannya. Sselanjutnya Rabu (19/7/2023) tersangka dibawa menuju ke Batam dan dilakukan penahanan di Polsek Sungai Beduk untuk dilakukan proses lebih lanjut,” jelas Benny.

Atas kejadian ini, Benny mengungkapkan, pelaku dijerat dengan pasal 82 Ayat (1) dan (2) UU RI No. 17 tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No. 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

“Pelaku terancam hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun penjara,” pungkas Benny.

Kisah serupa juga terjadi di tempat lain, beberapa waktu lalu.

Inilah nasib pilu seorang santriwati di Batang.

Santriwati tersebut dinodai oleh oknum pengajar di sebuah ponpes.

Pelaku menggunakan modus obati santriwati yang pingsan.

Dilansir dari TribunStyle, F, oknum pengajar di salah satu pondok pesantren di Batang dilaporkan ke polisi lantaran tindakan pelecehan yang dilakukannya.

Sejumlah alumni santriwati di Desa Tumbrep, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang ramai mendatangi Polres Batang, Kamis (27/7/2023).

Kuasa hukum korban, Muhammad Dasuki mengatakan, saat ini, ada tiga korban yang melapor.

Dari tiga korban, satu di antaranya masih di bawah umur.

Dasuki menjelaskan, oknum pengajar berinisial F itu melecehkan santriwati yang pingsan.

Korban yang pingsan dibawa ke ruang oknum itu dengan alasan diobati dalam ruang tertutup. Saat itulah, dugaan pelecehan terjadi.

"Dari pengakuan korban, pelecehan seksual yang dilakukan pelaku mulai dari membuka baju hingga meraba tubuh korban."

"Setiap korban mengalami pelecehan lebih dari sekali, empat hingga lima kali," terangnya.

Dasuki menambahkan, pelecehan seksual yang dilakukan oknum pengajar itu terjadi dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.

"Yang cukup aneh adalah para santriwati yang menjadi korban ini tidak ada riwayat sakit tapi di situ (di ponpes) sering pingsan."

"Saat pingsan, setengah sadar, korban merasa diraba-raba tubuhnya hingga pada alat vital," imbuhnya.

Korban yang melapor tersebut ada yang sudah alumni atau keluar dari ponpes sehingga pelaporan ini diharapkan bisa membuka keberanian korban lain yang masih belajar di ponpes tersebut.

"Harapannya, para santriwati yang masih belajar dan menjadi korban, punya keberanian untuk melapor dan kejadian itu tidak terulang," harapnya.

Kasus serupa juga terjadi di tempat lain, beberapa waktu lalu.

Seorang guru ngaji berinisial NA (41) asal Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang ditangkap Satreskrim Polres Malang.

NA diamankan lantaran telah mencabuli lima muridnya berusia di bawah umur yang mengaji di TPQ tempat ia mengajar.

Kasihumas Polres Malang, Iptu Ahmad Taufik mengatakan, pada Senin (24/7/2023) salah satu keluarga korban melapor ke Polres Malang.

"Sebelumnya, korban bercerita kepada orangtuanya ingin pindah tempat mengaji, karena takut terhadap NA, guru mengajinya," ucap Taufik, Kamis (27/7/2023).

Korban takut terhadap NA, lantaran ia kerap melakukan pelecehan seksual dengan cara meraba-raba bagian sensitif pada tubuh korban usai kegiatan mengaji.

Tak hanya itu, bahkan pelaku sempat menggesekkan alat kelaminnya ke korban hingga mengakibatkan trauma dan takut.

Berdasarkan laporan tersebut, petugas kepolusian langsung mengamankan pelaku di kediamannya. Selanjutnya ia dibawa ke Polres Malang guna dilakukan pemeriksaan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, NA mengaku kerap melakukan tindakan asusila tersebut sejak 2018 hingga saat ini.

"Korbannya lima anak, semuanya perempuan dengan rentang usia 9 hingga 17 tahun. Salah satu korban bahkan sudah diperdaya sejak 2018," paparnya.

Perbuatan NA dilakuka secara berulang kali kepada kelima korban di TPQ, tempat ia mengajar. Ia melakukan aksinya ketika kegiatan mengaji sudah selesai, sekira pukul 15.00 WIB.

"Modus yang digunakan tersangka yakni memperdaya korban dengan mengatakan harus menurut agar mendapat pahala, sementara korban tidak berani melawan karena sosoknya sebagai guru ngaji," katanya.

Kegiatan tidak senonoh yang dilakukan pelaku itulah akhirnya ia ditahan di Polres Malang sesuai hasil gelar perkara, pada Selasa (25/7/2023)  . 

Sementara itu, terhadap kelima korban dilakukan pendampingan psikologis agar tidak trauma atas kejadian tersebut.

"Terhadap korban diberikan pendampingan oleh Unit PPA Satreskrim Polres Malang. Sementara kasus sudah diproses dan tersangka saat ini telah ditahan," imbuhnya.

Akibat perbuatannya, NA disangkakan Pasal 82 Jo pasal 76 E UU No. 35 tahun 2014 atas perubahan UU No. 23 Th. 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

 

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved