Mengenal Fenomena Badai Matahari, Diprediksi Ilmuwan Terjadi Akhir 2023, Siklus Maju Awalnya 2025
Para ahli memperingatkan fenomena badai Matahari berpotensi terjadi pada akhir 2023. Lantas apa itu badai Matahari?
TRIBUNJATIM.COM - Para ahli memperingatkan fenomena badai Matahari berpotensi terjadi pada akhir 2023.
Dikutip dari Live Science, Rabu (12/7/2023) via Kompas.com, awalnya para ilmuwan memperkirakan siklus matahari saat ini akan mencapai puncaknya pada 2025.
Matahari merupakan bola gas yang 'hidup dan bernapas', yang terus aktif.
Seperti dari kebanyakan proses alami di Bumi, aktivitas Matahari bersifat siklus atau berulang dalam jangka waktu tertentu.
Para ilmuwan menyebut siklus ini sebagai 'siklus Matahari' atau solar cycle, dikutip dari situs resmi NASA Jet Propulsion Laboratory.
Lantas, apa itu fenomena badai Matahari dan bagaimana dampaknya?
Baca juga: Awalnya Tidak Bermakna Negatif, Ternyata Inilah Arti Kata Klitih, Jadi Fenomena yang Marak di Jogja
Fenomena badai Matahari adalah lonjakan pelepasan energi Matahari melalui titik-titik tertentu karena terjadinya gangguan magnetik seiring tidak seragamnya kecepatan rotasi bagian-bagian permukaan Matahari dan antara permukaan dengan interior Matahari.
Ketidakseragaman kecepatan rotasi ini menyebabkan garis-garis gaya magnetik Matahari bisa saling berbelit dan membentuk busur yang menjulur keluar dari fotosfera.
Busur tersebut akhirnya memerangkap plasma Matahari, yang pada satu saat busur ini akan putus dan menghasilkan dua fenomena, yang keduanya bisa menjadi penyebab terjadinya badai matahari.
Aktivitas di permukaan Matahari, di antaranya seperti jilatan api (solar flares) atau ledakan massa korona (CME), yang dapat meningkatkan energi yang dibawa oleh angin Matahari dan kecepatannya.
Selain itu, aktivitas Matahari tersebut juga dapat memengaruhi intensitas medan magnet antar planet (IMF).
Kendati magnetosfer atau salah satu lapisan atmosfer Bumi dapat membelokkan sebagian besar aktivitas Matahari yang dibawa oleh angin matahari, namun beberapa partikel yang dilontarkan oleh CME tetap dapat memasuki Bumi.

Partikel-partikel energik ini kemudian yang menyebabkan gangguan magnetik, yang selanjutnya diklasifikasikan sebagai fenomena badai geomagnetik atau sub-badai Matahari.
Badai Matahari yang memancarkan gelombang geomagnetik ini juga dapat menciptakan fenomena langit yang cantik, yakni yang dikenal dengan cahaya aurora di daerah kutub Bumi.
Akan tetapi, fenomena badai Matahari juga dapat sangat merusak dan berbahaya, yakni dapat menyebabkan cuaca antariksa yang merusak, terutama menyebabkan gangguan satelit hingga jaringan internet.
Fenomena badai geomagnetik dan sub-badai Matahari Badai geomagnetik Matahari diklasifikasikan sebagai fenomena 'berulang' dan 'tidak berulang'.
Artinya, badai Matahari yang teradi berulang, terkait dengan rotasi Matahari yang terjadi setiap 27 hari.
Fenomena badai tersebut dipicu oleh pertemuan Bumi dengan interplanetary magnetic field (IMF) ke arah selatan, yakni saat daerah bertekanan tinggi terbentuk oleh interaksi aliran angin matahari berkecepatan rendah dan tinggi yang ikut berotasi dengan Matahari.
Sementara badai tidak berulang yang paling sering terjadi selama solar minimum atau aktivitas minimum Matahari, yakni fase penurunan siklus matahari.
Fenomena badai yang tidak berulang sering terjadi selama maksimum matahari, ketika siklus matahari berada pada puncak yang tinggi.
Baca juga: Fenomena Suhu Panas Terik pada Siang Hari Dekati 38°C Masih Berlangsung, Berikut Penjelasan BMKG
Badai Matahari ini disebabkan oleh lontaran massa korona (CME) (kumpulan partikel bermuatan) dan, biasanya, pertemuan CME dengan gelombang kejut antar planet.
Sedangkan, asal mula terjadinya substorm atau sub-badai matahari mirip dengan badai geomagnetik.
Hanya saja, substorm berlangsung singkat, sekitar dua sampai tiga jam dan lebih sering terjadi, rata-rata enam kali sehari.
Sub-badai ini terjadi selama fase utama pertumbuhan badai. Substorm hanya teramati di zona aurora, sedangkan badai magnetik adalah fenomena di seluruh dunia.
Sementara itu, peristiwa-peristiwa besar akibat aktivitas matahari di Matahari bersifat berulang dalam satu siklus.
Salah satu contohnya, bintik Matahari maksimum terjadi setiap 11 tahun sekali dan dapat berlangsung selama beberapa tahun.
Ketika kumpulan bintik matahari, yakni area gelap yang disebabkan oleh gangguan magnetik, tumbuh dengan cepat, dan berputar seperti badai, pelepasan energi yang sangat eksplosif akan menciptakan solar flare atau jilatan api matahari.
Energi solar flare ini pun bahkan dapat terlontar hingga sejauh 93 juta mil, yang menyebabkan banyak sistem di Bumi akan terpengaruh oleh energi dari aktivitas Matahari tersebut
Informasi lengkap dan menarik lainnya hanya di Googlenews TribunJatim.com
badai Matahari
siklus Matahari
Tribun Jatim
TribunJatim.com
jatim.tribunnews.com
berita Jatim terkini
Demi Biayai Anak Sekolah di UGM, Nunung Rela Jadi Driver Ojol, Tiap Bulan Bayar Cicilan Rp2,4 Juta |
![]() |
---|
JATIM TERPOPULER: Kisah Warung Kopi Rp500 Perak di Jombang hingga Wanita Melahirkan di Kamar Mandi |
![]() |
---|
Sopir Mengantuk, Truk Molen Hantam Truk Muatan Bata Ringan di Sampang, 1 Tewas Saat Dibawa ke RS |
![]() |
---|
Curhat Artis Pernah Diludahi Teman Gara-gara Sering Foto Bareng Pejabat: Wong Ndeso |
![]() |
---|
Jumbara PMR X PMI Jatim di Gresik Sukses Digelar, Dorong Semangat Kemanusiaan Remaja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.