Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Ambil Kendaraan Bodong di Gudang TNI AD, Kontainer Masuk Ditarif Rp 2 Juta, Hasil Dibagi Tiga Oknum

Tiga oknum TNI itu bisa mendapatkan total Rp 20 juta sampai Rp 30 juta per bulan yang nantinya akan dibagi oleh mereka bertiga hasil kendaraan bodong

|
Editor: Torik Aqua
TribunJakarta.com dan tangkapan layar
Gudang TNI AD yang menjadi tempat penyimpanan kendaraan bodong, nantinya akan dijual ke Timor Leste 

TRIBUNJATIM.COM - Tiga oknum TNI AD mematok tarif Rp 2 juta per kontainer yang masuk untuk mengambil kendaraan bodong di gudang Balkir Pusat Zeni Angkatan Darat (Pusziad) Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Ternyata dari total yang didapatkan dari tarif itu nantinya akan dibagi bertiga.

Diketahui tiga oknum TNI AD itu berinisial Mayor Czi BP, Kopda AS, Praka J.

Dari tarif tersebut, tiga oknum itu bisa mendapatkan total Rp 20 juta sampai Rp 30 juta per bulan yang nantinya akan dibagi oleh mereka bertiga.

Baca juga: Terbongkar Gudang TNI AD di Sidoarjo Jadi Tempat Penyimpanan Kendaraan Curian, 3 Anggota Sekongkol

Apabila ditotal, mereka bisa mendapat Rp 20 juta hingga Rp 30 juta per bulan.

"Uang sewa (diterima oleh) ke ketiga oknum itu," ucap Kadispenad Brigjen TNI Kristomei Sianturi saat dikonfirmasi, Kamis (11/1/2024).

Dari hasil pemeriksaan, ketiga oknum TNI AD itu tahu ratusan kendaraan yang datang ke gudang sejak 2022 hingga 2024 merupakan hasil kejahatan.

"Ketiga oknum tersebut dari hasil pemeriksaan penyidik mengetahui bahwa kendaraan tersebut hasil kejahatan," jelas dia.

Kristomei belum mengungkap lebih detail kronologi pengungkapan kasus itu. Menurut dia, penyidik masih bekerja untuk mendalami hal ini.

"Saat ini penyidik Pomdam V masih bekerja untuk memeriksa, mendalami, dan mengembangkan kasus ini," tutur dia.

Untuk diketahui, Polda Metro Jaya menangkap EI dan MY yang merupakan sindikat penyelundup kendaraan bodong.

Para tersangka mendapatkan kendaraan dari debitur leasing yang tidak sesuai dengan prosedur yang ada.

Kendaraan itu ditampung di Gudang Balkir Pusziad Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Dijual ke Timor Leste

Polda Metro Jaya mengungkap modus operandi sindikat penadah kendaraan bermotor hasil curian di gudang pengembalian akhir atau Balkir Pusat Zeni Angkatan Darat (Pusziad) TNI AD di Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. 

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Polisi Wira Satya Triputra mengatakan, selain kendaraan hasil curian, mereka juga menampung kendaraan yang dibeli dari debitur yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran cicilan.

"Selanjutnya, kendaraan pun dijual kepada tersangka EI yang selanjutnya ditampung di gudang milik Pusat Zeni Angkatan Darat (Pusziad), Sidoarjo, Jawa Timur," kata Wira dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Rabu (10/1/2024).

Wira mengungkapkan, kendaraan tersebut rata-rata tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) maupun Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), sebagai identitas ketika dibeli ataupun ditampung oleh para pelaku. 

"Selanjutnya, kendaraan tersebut itu ditampung di suatu tempat, di gudang di Sidoarjo, Jawa Timur," ujar Wira.

Tersangka pun mempersiapkan kontainer yang akan dimuat melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya untuk diberangkatkan menuju ke Timor Leste. 

"Di Timor Leste ini sudah ada pemesan yang akan menampung di sana," ucapnya.

Selanjutnya, tersangka menjualnya di Timor Leste. Mereka mengenal para pembeli di sana melalui akun media sosial Facebook.

Menurutnya, ada empat nama yang merupakan warga Timor Leste yang membeli kendaraan tersebut.

Wira menyebut pengiriman kendaraan bermotor tersebut biasanya dilakukan dalam tempo sebulan sekali atau dua bulan sekali, tergantung dari kendaraan yang sudah bisa ditampung. 

Para pelaku, kata dia, membeli kendaraan roda empat maupun roda dua itu dengan harga yang cukup bervariasi.

Tersangka membeli dari para pelaku, baik curanmor, penggelapan, ataupun pelaku fidusia dengan harga rata-rata untuk roda dua seharga Rp8 juta sampai Rp10 juta.

“Kemudian dijual kembali ke Timor Leste dengan estimasi harga antara Rp15 juta sampai Rp20 juta," ujar Wira.

Kemudian, lanjut Wira, untuk kendaraan roda empat ditampung oleh mereka dengan harga kisaran antara Rp60 juta sampai Rp120 juta. 

"Ini tergantung merek kendaraan tersebut, kemudian dijual ke Timor Leste dengan estimasi harga antara Rp100 juta- Rp200 juta per unit," katanya.

Wira menyebutkan para tersangka setiap bulannya diperkirakan mendapatkan penghasilan senilai sekitar Rp400 juta rupiah. 

Dengan demikian, maka besaran keuntungan para pelaku per tahunnya mencapai angka sekitar Rp3 miliar sampai Rp 4 miliar.

Dari hasil barang bukti yang didapat di gudang tersebut, ada beberapa kendaraan yaitu kendaraan roda empat sebanyak 46 unit dan kendaraan roda dua ditemukan sebanyak 214 unit.

Sementara untuk jumlah tersangkanya dalam kasus ini adalah lima orang, dua orang warga sipil dan tiga anggota TNI.

Untuk warga sipil berinisial MY berperan sebagai pengepul kendaraan yang akan dikirim ke Timor Leste. Sedangkan EI merupakan pengepul sekaligus yang membiayai pengiriman ke Timor Leste.

"Tiga dari oknum TNI yang terlibat, yaitu Mayor BP, Kopda AS dan Praka J," katanya.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh tahun.  Kemudian Pasal 480 KUHP dan Pasal 481 dengan ancaman 7 tahun.

Selain itu Pasal 372 KUHP dengan ancaman empat tahun, Pasal 35 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 99 tentang Jaminan Fidusia dengan ancaman lima tahun, Pasal 36 Undang-Undang 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dengan ancaman hukuman paling lama dua tahun.

Sedangkan ketiga oknum TNI dikenakan Pasal 480 KUHP, kemudian Pasal 56 KUHP turut serta dalam kejahatan. Kemudian Pasal 126 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) tentang menyalahgunakan kekuasaan.

TNI AD turun tangan, evaluasi SOP pengamanan gudang

TNI Angkatan Darat (AD) bakal melakukan evaluasi terhadap standard operating procedure (SOP) atau prosedur operasional standar pengawasan hingga pengendalian fasilitas TNI AD, termasuk gudang Balkir Pusat Zeni TNI AD (Gudbalkir Pusziad) di Sidoarjo, Jawa Timur.

Hal tersebut buntut penyalahgunaan gudang tersebut sebagai tempat penyimpanan ratusan kendaraan bermotor hasil curian. Tiga anggota TNI AD telah menjadi tersangka dalam kasus penggelapan ratusan kendaraan tersebut.

"Untuk mengantisipasi terjadinya peristiwa seperti ini, pimpinan Angkatan Darat sudah memerintahkan untuk mengevaluasi SOP tentang pengawaman, pengawasan, dan pengendalian fasilitas-fasilitas TNI AD," kata Kadispenad Brigjen TNI Kristomei Sianturi dalam Kompas Petang Kompas TV, Rabu (10/1/2024).

"Termasuk juga penekanan-penekanan kepada panglima, komandan, serta para kepala satuan kerja tentang tugas dan wawenang dan tanggung jawabnya dalam melakukan pengendalian sesuai tugasnya masing-masing," sambungnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, Gudbalkir Pusziad merupakan gudang yang digunakan untuk penyimpanan barang yang sudah tidak lagi digunakan.

"Gudbalkir ini kan di bawah Pusat Zeni Angkatan Darat," ujarnya.

"Gudang pengembalian akhir, jadi peralatan-peralatan zeni yang memang sudah selesai dipakai atau sudah tidak digunakan lagi diletakkan di tempat itu," sambungnya.

Dalam kasus penggelapan ratusan kendaraan di Gudbalkir Pusziad Sidoarjo tersebut, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Tiga tersangka merupakan anggota TNI AD yakni Mayor Czi BP, Kopda AS, dan Praka J.

Sedangkan dua tersangka merupakan warga sipil yakni EI dan MY.

Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengatakan MY adalah pengepul, sedangkan EI merupakan donatur yang membiayai pengiriman kendaraan hasil kejahatan tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Pomdam V/Brawijaya bersama Polda Jawa Timur dan Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus penggelapan ratusan kendaraan bermotor yang disimpan di Markas Gudbalkir Pusziad, Sidoarjo, Jawa Timur.

Kendaraan-kendaraan tersebut terdiri dari 215 unit sepeda motor dan 49 unit mobil. 

Seluruh kendaraan hasil curanmor itu diduga bakal dikirim ke Timor Leste. 

Ironis

Ratusan kendaraan yang diduga sebagai hasil tindak pidana pencurian motor ditemukan di Gudang Balkir Pusat Zeni TNI Angkatan Darat, Sidoarjo, Jawa Timur.

Pakar militer menilai penyalahgunaan fasilitas militer "sebagai sarana kejahatan" menunjukkan ada pengawasan yang tidak berjalan, entah itu disengaja maupun tidak.

Ghufron Mabruri dari Imparsial mendesak agar TNI "mengusut tuntas" kasus ini untuk menjawab bagaimana fasilitas militer mereka menjadi tempat penyimpanan barang-barang hasil kejahatan.

Tiga prajurit TNI tengah diperiksa oleh Polisi Militer Kodam V/Brawijaya sejauh ini. Akan tetapi, Ghufron mengatakan komandan yang bertanggung jawab atas gudang balkir tersebut "juga harus diminta pertanggung jawaban".

Menurutnya, temuan ini "sangat ironis" dan "mengagetkan" karena "melibatkan aparat pertahanan yang semestinya taat hukum".

"Karena ini fasilitias militer, tentu tidak bisa dilepaskan dari kontrol dan pengawasan pimpinan di fasilitas tersebut. Kok bisa barang-barang hasil curian dimasukkan ke gudang militer? Itu sesuatu yang harus ditelusuri, jangan-jangan ada pihak lain yang terlibat di situ," ujar Ghufron kepada BBC News Indonesia, Senin (08/01).

Sejauh ini, TNI AD menyatakan masih menyelidiki sejauh mana keterlibatan para prajurit dalam temuan 215 motor dan 49 mobil di gudang tersebut. Begitu pula terkait motif dan modus yang digunakan dalam kasus ini.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigjen Kristomei Sianturi, menjanjikan "seluruh pihak yang diduga terlibat akan diperiksa dan ditindak".

"Semua yang terlibat di situ siapa pasti diperiksa, kan ada komandannya juga, masa komandannya tidak tahu. Paling tidak dia berarti tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai komandan, masa apa yang dilakukan anak buahnya dia tidak tahu," kata Kristomei ketika dihubungi BBC News Indonesia.

Sementara itu, kendaraan-kendaraan tersebut akan dikirim ke Polda Metro Jaya, dan masyarakat yang merasa kehilangan dapat mengecek ke Polda, apakah barang milik mereka termasuk di antara temuan ini.

Bagaimana kasus ini bermula?

Dalam konferensi pers pada Senin (8/1/2024), Panglima Kodam V/Brawijaya, Mayor Jenderal TNI Rafael Granada Baay mengatakan kasus ini bermula dari laporan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) kepada Polda Metro Jaya.

Dari kasus itu, polisi menetapkan seseorang berinisial EI yang merupakan seorang warga sipil.

Pada Juni 2023, EI meminta bantuan kepada anggota TNI yakni Kopda AS agar dicarikan lokasi penyimpanan kendaraan yang akan dikirimkan ke Timor Leste. Kopda AS merupakan prajurit yang bertugas di Direktorat Peralatan Angkatan Darat, Sidoarjo.

Kopda AS kemudian berkoordinasi dengan Mayor BPR yang bertugas di Gudang Balkir Pusat Zeni Angkatan Barat di Buduran, Sidoarjo.

Pada Kamis (04/01), tersangka EI dibawa ke Sidoarjo dan diminta menunjukkan lokasi penyimpanan kendaraan tersebut.

Dari situ terungkap bahwa ratusan kendaraan tersebut disimpan di gudang milik TNI AD.

Setelah dicek, kendaraan-kendaraan tersebut ternyata merupakan "kendaraan bodong" yang diduga hasil curian.

Selain Kopda AS dan Praka J, TNI juga memeriksa satu anggota lainnya berinisial Praka J.

Rafael mengatakan ketiganya "bukan anggota organik Pomdam V/Brawijaya".

Gudang Balkir itu sendiri berada di bawah kendali Pusziad. Namun lantaran lokasi kejadiannya berada di wilayah Kodam V/Brawijaya, maka penyidikannya dilakukan oleh Pomdam V/Brawijaya.

Dihubungi terpisah, Kadispenad Brigjen Kristomei Sianturi mengatakan sejauh mana keterlibatan ketiga anggota TNI tersebut masih didalami, "apakah sebagai penadah, penampung atau yang lainnya".

"Kami akan kembangkan lagi apakah ada sindikat atau jaringan [curanmor]. Kami butuh waktu untuk menyelidiki itu," ujar Kristomei.

Pengawasan fasilitas militer dipertanyakan

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menduga kasus ini adalah implikasi dari "praktik lazim komersialisasi aset militer" tanpa pengawasan yang jelas.

Menurutnya, ada dua motif yang mungkin melatari komersialisasi aset semacam ini. Pertama, untuk mencari tambahan pendapatan demi keuntungan pribadi, atau yang kedua, demi penggalangan dana untuk kegiatan di lingkup satuan yang tidak terakomodasi oleh anggaran negara.

Terlepas dari apa pun motifnya, Khairul mengatakan patut diduga hal ini terjadi "secara sistematis".

"Pastinya sulit dibayangkan ini terjadi tanpa izin pimpinan. Jadi perlu dibuktikan apakah pengelola aset ini sejak awal mengetahui yang di gudang itu barang hasil kejahatan atau tidak," kata Khairul.

Andaipun para prajurit tersebut tidak terlibat langsung dalam sindikat pencurian motor --yang sejauh ini keterlibatannya masih didalami--, Khairul mengatakan bahwa menampung atau menadah barang-barang hasil kejahatan pun sudah termasuk tindak pidana.

Dia juga menambahkan, penting bagi TNI untuk mengaudit dan memeriksa bahwa fasilitas-fasilitas militer lainnya tidak menjadi tempat penyimpanan barang-barang hasil kejahatan.

Sejauh ini, Khairul mengatakan kasus ini adalah yang pertama terungkap ke publik di mana fasilitas militer menjadi tempat penadahan barang hasil kejahatan.

Penyelesaian di peradilan umum

Terkait penyelesaian kasusnya, Imparsial berharap para prajurit yang terlibat dapat diadili di ranah peradilan umum, bukan peradilan militer.

Mengingat kasus yang terjadi merupakan kasus pidana umum, Ghufron mengatakan penyelesaiannya juga semestinya dilangsungkan di peradilan umum.

Selama ini, penyelesaian terhadap kasus-kasus yang melibatkan anggota TNI digelar di ranah peradilan militer yang dinilai "tertutup, tidak cukup transparan, dan tidak cukup akuntabel".

"Akhirnya muncul kekhwatiran bahwa proses peradilan yang ada berujung pada impunitas, terutama untuk menutupi keterlibatan pihak-pihak lain dalam dugaan kejahatan tersebut," ujar Ghufron.

Sementara itu, Kadispenad Kristomei Sianturi mengatakan bahwa peradilan militer tetap menjadi jalur yang digunakan dalam penyelesaian kasus ini, selain pemberian sanksi disiplin. Dia membantah kekhawatiran bahwa peradilan militer disebut "tidak transparan dan tidak akuntabel"

"Hari ini apa sih yang bisa ditutupi? Toh semua hasil peradilannya bisa dicek secara online, bisa dicek hasilnya," kata Kristomei.

Menambah panjang kasus pidana yang melibatkan TNI
Ghufron mengatakan kasus ini menambah panjang daftar keterlibatan anggota TNI dalam kasus kriminal, meskipun ini merupakan kasus pertama di mana fasilitas militer terungkap ke publik menjadi tempat penyimpanan barang-barang hasil tindak kriminal.

Pada 11 Desember 2023, tiga prajurit TNI divonis penjara seumur hidup karena membunuh seorang warga Aceh setelah berupaya memeras keluarganya sebesar Rp50 juta.

Belum lagi sejumlah kasus pengeroyokan dan penganiayaan yang menyorot profesionalisme aparat TNI beberapa pekan terakhir. Seperti yang terjadi di Manado pada pekan lalu, di mana anggota TNI memukul pengendara motor dari rombongan iring-iringan jenazah.

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono pada September 2023 lalu juga mengakui bahwa terjadi peningkatan kasus kriminal yang dilakukan oleh anggota TNI.

Menurut Ghufron, situasi ini terjadi akibat sejumlah faktor. Mulai dari kesejahteraan prajurit TNI yang dianggap masih buruk sehingga berpengaruh pada profesionalitasnya, serta proses peradilan militer yang tidak menimbulkan efek jera.

"Ini harus menjadi perhatian pemerintah karena berdampak pada banyak hal, termasuk aspek profesionalisme militer," tutur Ghufron.

"Kalau yang di Sidoarjo ini dugaannya mereka terlibat langsung dalam tindak pidana, pada kasus-kasus lain ada juga yang jadi beking pengamanan di tempat hiburan sampai pusat-pusat ekonomi."

"Dan dari beberapa kasus yang kami pantau, kecenderungannya seperti itu, motifnya ekonomi dan ini terkait dengan masalah kesejahteraan," sambung Ghufron.

Kompas.com dan Kompas TV

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved