Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Ayah Siksa Anak Tak Mau Tidur Siang hingga Tewas, Mertua Curiga Kebohongan Menantu, Makam Dibongkar

Terungkap ayah siksa anak yang tak mau tidur siang hingga tewas, mertua tampak membongkar kebohongan menantu, kini makam dibongkar.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Kompas.com
Ilustrasi ayah siksa anak hingga tewas karena tak mau tidur siang 

TRIBUNJATIM.COM - Viral kejahatan ayah siksa anak yang tak mau tidur siang hingga tewas.

Kebohongan keji menantu itu dibongkar ayah mertua.

Seorang ayah berinisial MR (26) tega menganiaya anak tirinya, SN (3) hingga tewas.

Peristiwa tewasnya SN itu terjadi di Dukuh Sajen, Desa Guli, Kecamatan Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah.

Penganiayaan ini dilakukan pelaku sejak November 2023 hingga terungkap pada Senin (22/1/2024), pukul 18.30 WIB.

Kecurigaan ini muncul bermula dari mertua MR yang berinisial JM (53) melihat luka memar kemerahan di beberapa bagian tubuh SN.

Merasa curiga JM kemudian menanyakan kepada MR terkait penyebab kematian korban.

MR pun menjawab korban terjatuh setelah mandi dari kamar mandi lantaran terhalang handuk pada Sabtu (20/1/2024).

Mengetahui kejanggalan atas kematian SN, JM kemudian melaporkannya ke Polres Boyolali.

"Dari laporan itu Satreskrim Polres Boyolali telah melakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dengan melakukan pengecekan TKP, meminta keterangan saksi-saksi, mengumpulan barang bukti, koordinasi dengan dokter Puskesmas Nogosari," kata Kapolres Boyolali AKBP Petrus Parningotan Silalahi dalam keterangan pers yang diterima Sabtu (27/1/2024).

Baca juga: Waria Tobat usai Nonton Film Siksa Neraka, Sampai Mimpi ke Neraka, Lepas Job Biduan dan Penampilan

Makam SN dibongkar untuk mengungkap penyebab kematiannya.

Kapolres Boyolali AKBP Petrus Parningotan Silalahi mengatakan, pembongkaran makam tersebut dilakukan untuk proses otopsi.

"Hari ini kita melakukan otopsi terhadap jenazah SN. Kita dahului dengan pembongkaran makam," kata Petrus kepada wartawan di Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (27/1/2024).

SN sebelumnya telah dimakamkan di tempat pemakaman umum dukuh setempat pada Senin (22/1/2024).

Proses pembongkaran makam anak yang disiksa ayahnya
Proses pembongkaran makam anak yang disiksa ayahnya (Kompas.com)

"(Pembongkaran makam) ini terkait dengan adanya kasus dugaan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh tersangka MR yang merupakan bapak/ayah tiri dari korban," ungkap dia.

SN kerap mendapatkan penyiksaan saat sang ibu bekerja di perusahaan tekstil di Boyolali.

Sedangkan pelaku atau ayah tiri korban merupakan pengangguran yang diminta ibu kandung korban untuk mengurus korban di rumah.

Diketahui, ibu kandung korban menikah dengan pelaku pada 17 Oktober 2023 atau sekitar empat bulan lalu.

"Ayah tiri diminta untuk mengurus SN. Ibu kandung bekerja di perusahaan tekstil berangkat pagi pulang malam. Dikarenakan kekesalan terhadap anak, maka berujung pada kekerasan yang mengakibatkan SN meninggal dunia," kata dia.

Baca juga: Nestapa Pasangan Lansia Mengais Barang di Reruntuhan Rumahnya yang Terbakar, Kerugian Rp 80 Juta

MR ditangkap tanpa perlawanan mengaku kesal karena korban diminta tidur siang tapi tidak mau.

Pelaku mencubit dan membenturkan kepala korban ke pintu.

Benturan tersebut membuat korban lemas hingga meninggal dunia saat dilarikan ke puskesmas.

"Hari Senin itu siang hari anaknya disuruh tidur oleh ayah tirinya. Namun karena anak dia tidak mau tidur. Terjadi kekesalan oleh bapak tirinya terus kemudian dilakukan kekerasan berupa cubitan, pukulan, benturkan kepala anak ke pintu," kata Kapolres Boyolali AKBP Petrus Parningotan Silalahi kepada wartawan di Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (27/1/2024).

Pelaku ditangkap dan dikenakan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia dan atau kekerasan dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) dan ayat (4) UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan atau Pasal 44 ayat (3) UU RI No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Adapun ancaman hukumannya dipidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000.

"Saat ini tersangka kami lakukan penahanan untuk 20 hari ke depan," jelas Petrus.

Baca juga: Nasib Petugas Kebersihan Dulu Viral Dinikahi Bule, Kini Diceraikan Istri Imbas Kecanduan Judi Online

Sementara itu, di Surabaya ada anak yang mengalami kondisi memilukan.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menerjunkan tim untuk membantu korban pelecehan seksual anak di bawah umur oleh 4 orang anggota keluarga.

Korban selanjutnya mendapatkan penanganan psikologis dari Pemkot Surabaya.

Wali Kota Eri telah menginstruksikan Dinas Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak, serta Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya memberikan intervensi.

Diharapkan, psikologis korban tersebut dapat pulih.

"Insyaallah bisa kembali dengan kekuatan hatinya, dengan psikologisnya," kata Cak Eri di Surabaya.

Baca juga: Gadis di Surabaya Dilecehkan Ayah, Kakak dan Dua Paman, Pengakuan Pelaku Buat Polisi Kesal: Ya Beda!

Nantinya, pihaknya akan terlebih dahulu berkomunikasi dengan anggota keluarga yang lain.

Kalau anggota keluarga tak dapat merawat, maka Pemkot akan mengambilalih intervensi pendidikan.

Melalui program sekolah bibit unggul, anak-anak tersebut akan berada di bawah penanganan Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan.

"Anak-anak seperti ini akan kami kumpulkan, kami asramakan, dan kami sekolahkan hingga lulus," katanya.

Menurutnya, para anak yang menjadi korban kekerasan tetap memiliki masa depan.

Wali Kota mencontohkan, ada beberapa anak yang saat ini dirawat Pemkot dan berhasil mengangkat derajat keluarga.

"Ada yang sebelumnya, maaf, dijual bapaknya, sekarang sudah kuliah bahkan sudah bekerja di salah satu maskapai penerbangan. Bahkan, ada yang menjadi konsultan hukum," kata kandidat doktor Pengembangan SDM Unair ini.

Mengantisipasi kejadian tersebut terulang, Cak Eri melibatkan seluruh masyarakat untuk melakukan pengawasan bersama.

"Kami menggalakkan sosialisasi. Kami juga menyampaikan melalui RT/RW untuk sama-sama menjaga di kampung masing-masing," kata pria kelahiran Surabaya ini.

"Bagaimana pun, kekerasan terhadap perempuan dan anak, sulit juga (pengawasannya) kalau terjadi dalam rumah, dalam tempat yang tertutup," kata bapak 2 anak ini.

Pencegahan terhadap perilaku kekerasan pada anak dan perempuan menjadi fokus Pemkot Surabaya. Ini menjadi bagian dari upaya Pemkot untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) di Kota Pahlawan.

"Pembangunan (daerah) tak cukup kalau hanya fisik. Namun, bagaimana pembangunan itu juga menyangkut dengan pembangunan manusianya, termasuk soal Akhlakul Kharimah," tandas mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini.

DP3APPKB Kota Surabaya mengungkapkan sejumlah faktor bisa memicu terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Di antaranya, karena masalah individual, sosial, dan hukum.

Pada faktor individual, hal ini bisa disebabkan karena lingkungan keluarga. Banyak pelaku dan korban kekerasan, tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga atau masyarakat yang tidak harmonis.

"(Pelaku) menganggap kekerasan ini hal yang wajar. Tidak perlu dilaporkan, tidak perlu ditindaklanjuti, dan mereka itu tidak sadar, bahwa apa yang mereka lakukan salah dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)," jata kata Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), DP3A-PPKB Kota Surabaya, Thussy Apriliyandari, dikonfirmasi terpisah.

Selain itu, tidak adanya kesadaran pelaku terhadap tindakan kekerasan. Menurut dia, banyak pelaku kekerasan tidak menyadari bahwa tindakan yang dilakukan itu menyakiti atau merugikan korban.

Selain kurangnya kesadaran, faktor individual juga bisa dipicu dari sosok pelaku yang memang memiliki karakter keras, agresif, impulsif, egois dan tidak sabaran. Di samping itu, faktor lain yang bisa menjadi penyebab adalah rantai kekerasan yang tidak terputus.

"Jadi mereka tidak selesai sebagai orang tua. Mereka (pelaku) juga (sebelumnya) dikerasi oleh orang tuanya dari dulu, secara fisik dan sebagainya," paparnya.

Kemudian faktor lain yang bisa memicu terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah masalah sosial budaya patriarki. Thussy menjabarkan, bahwa dalam beberapa kasus, menempatkan laki-laki sebagai superior dan perempuan inferior.

"Kesetaraan gender belum digubris dalam (kasus) itu. Nah, budaya ini melegitimasi kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai sesuatu yang wajar dan dapat diterima," bebernya.

Tak hanya itu, perkembangan teknologi juga memiliki pengaruh. Warga yang tak bijak dalam memanfaatkan gawai akan mendapatkan pengaruh negatif. "Gadget itu luar biasa pengaruhnya. Ini dapat berperan dalam memicu terjadinya kekerasan," kata dia.

Thussy menerangkan, selain faktor individual dan sosial, kurangnya kesadaran terhadap hukum, juga memicu terjadinya kasus kekerasan. "Yang tidak paham itu masyarakatnya atau pelaku. Jadi mereka tidak paham apa yang dilakukan itu ada konsekuensi hukum," jabarnya.

Dalam mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, lingkungan keluarga berperan penting. Baik itu orang tua maupun anak, harus kembali memegang teguh ajaran agama masing-masing.

"Tidak ada agama yang mengajarkan tentang kekerasan terhadap keluarga, apakah golongan-golongan minoritas yang lemah yaitu perempuan dan anak. Kemudian faktor terbesar lain adalah ekonomi," kata dia.

Sebelumnya, Tindak pelecehan seksual kembali terjadi kepada anak di bawah umur. Kali ini menimpa siswi SMP di Tegalsari, Surabaya, Jawa Timur, yang usianya masih 12 tahun.

Korban jadi sasaran tindak asusila oleh empat orang, yang semuanya anggota keluarganya sendiri. Empat pelaku tindak asusila tersebut adalah ayah kandungnya, PE (43), kakak lelakinya, MA (14) dan dua pamannya masing-masing I (43) dan JW (49).

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved