Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Kediri

Nasib Pelaku yang Aniaya Santri di Ponpes Kediri hingga Tewas, Terancam Hukuman Mati Dijerat 4 Pasal

Nasib Pelaku yang Aniaya Santri di Ponpes Kediri hingga Tewas, Terancam Hukuman Mati Dijerat 4 Pasal

|
Penulis: Melia Luthfi Husnika | Editor: Samsul Arifin
istimewa
Dua tersangka kasus penganiayaan santri hingga meninggal dunia di pondok pesantren kawasan Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri diserahkan pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kediri, Jumat (8/3/2024). 

TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Dua tersangka kasus penganiayaan santri berinisial B (14) hingga meninggal dunia di pondok pesantren kawasan Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri diserahkan pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kediri, Jumat (8/3/2024).

Sebelumnya pihak kepolisian telah menetapkan empat tersangka dalam kasus penganiayaan tersebut.

Dua tersangka anak telah diserahkan dan dua tersangka lain masih dalam proses pemisahan berkas.

Kasi Intel Kejari Kabupaten Kediri, Iwan Nuzuardhi mengatakan, dua tersangka yang sudah diserahkan adalah AK (17) asal Surabaya dan AF (16) asal Denpasar.

Keduanya diserahkan oleh Penyidik Anak Polres Kediri Kota kepada Penuntut Umum Anak Kejari Kabupaten Kediri.

"Jadi yang terdakwa anak ada dua dan sudah diserahkan ke Kejari Kabupaten Kediri. Sementara dua lainnya masih proses atau pemisahan berkas perkara karena sudah memasuki usia dewasa," kata Iwan, Jumat (8/3/2024).

Dalam kasus penganiayaan ini, lanjut Iwan, tersangka akan dikenakan pasal berlapis yakni pasal 80 ayat (3) jo pasal 76C UU RI No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, jo pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 3 miliar.

Baca juga: Tim Hotma 911 Dampingi Keluarga Santri Tewas Dianiaya ke Mapolres Kediri Kota, Bahas Rekonstruksi

Atau kedua yakni pasal 340 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana mati, seumur hidup, atau selama waktu tertentu paling lama lama 20 tahun. Subside pasal 338 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun.

Atau ketiga yakni pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun.

Selanjutnya keempat pasal 351 ayat (3) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun.

Meskipun di dalamnya terdapat tuntutan maksimal hukuman mati, namun tersangka anak masih dilindungi undang-undang yang berlaku.

"Sangkaannya ancaman maksimal hukuman mati, tetapi nanti untuk undang-undang sistem peradilan anak tidak bisa, jadi maksimal 10 tahun," ujar Iwan.

Orang Tua Korban Tak Maafkan Pelaku

Orangtua almarhum Bintang Balqis Maulana (14) santri yang tewas dianiaya seniornya di Ponpes Al Hanifiyyah, Mojo, Kabupaten Kediri bakal menolak berdamai dengan pihak pelaku penganiayaan yang telah menewaskan putranya.

Hal itu disampaikan Suyanti dan Effendi kedua orangtua almarhum Bintang Balqis Maulana saat bertemu awak media di Radio Andika Kediri, Senin (4/2/2024).

Malahan Suyanti memohon pihak -pihak lain terutama yang terlibat dalam kejahatan yang menewaskan anaknya juga ikut diusut.

Indikasi ini diungkapkan Suyanti, karena sebelumnya anaknya meninggal sempat menelepon dirinya memakai nomer telepon orang lain.

"Anak saya selama ini tertekan sehingga minta tidak usah dijemput. Diduga kejadian itu ada pelaku yang mengancam anaknya. Saya minta kejahatan ini diusut tuntas," tandasnya.

Diakui Suyanti, semula memang ada rencana untuk perdamaian.

Namun setelah melihat tanyangan di media massa dan penyataan pengacara tersangka malah menyalahgunakan anaknya yang menjadi korban.

"Saya sebagai ibunya merasa sangat disayangkan sekali apalagi anaknya sudah meninggal. Sehingga tidak ada kata berdamai dan kejahatannya harus diusut," ungkapnya. 

Sehingga jika ada pengajuan dari pengacara tersangka untuk melakukan Restorasi Justice bakal ditolaknya.

"Saya tidak akan berdamai dan serahkan kepada hukum," jelasnya.

Suyanti juga mengakui salah satu pelaku penganiayaan masih berstatus saudara dengan keluarganya.

Pelaku malahan ikut mengantarkan kepulangan anaknya ke rumahnya di Afdeling Glenmore, Kabupaten Banyuwangi.

Namun Suyanti mengaku langsung curiga setelah melihat ceceran darah di lantai dari keranda mayat dan kain kafan. 

Selain itu pesan yang disampaikan anaknya juga bertolak belakang, sebelumnya anaknya meminta segera dijemput karena sangat merasa ketakutan diduga karena dianiaya.

Namun pada pesan kedua, anaknya meminta tidak perlu dijemput karena tanggal 17 Februari 2024 akan pulang.

Pesan itu belakang benar, anaknya dipulangkan ke rumahnya dalam kondisi sudah meninggal dunia.

"Pesan itu disampaikan dengan menggunakan HP pihak pondok," ungkapnya.

Suyanti juga berencana untuk mengunjungi Mapolres Kediri Kota untuk menanyakan perkembangan penyelidikan kasus putranya didampingi tim hukum dari Radio Andika.

Sementara Akson Nul Huda,SH, tim hukum Radio Andika menyampaikan harapan agar penegak hukum dapat menyeret pelaku dan menyelesaikan kasus ini dengan baik.

Diharapkan tidak hanya 4 orang pelaku saja yang merupakan santri senior yang dijadikan tersangka, namun juga ada tersangka lainnya.

"Setidak -tidaknya sebagai tersangka karena kelalaiannya. Kami mengharapkan kepolisian mengungkapkan kasus ini secara terbuka," tandas Akson Nul Huda.

Sebelumnya penyidik Satreskrim Polres Kediri Kota telah menetapkan 4 orang tersangka masing -masing NN (17) santri asal Sidoarjo, MA (17) santri asal Nganjuk, AF (16) santri asal Denpasar Bali dan AK (17) santri asal Surabaya.

Didampingi Tim Hotman Paris

Tim Hotma 911 mendampingi keluarga almarhum Bintang Balqis Maulana (14), santri Ponpes Al Hanifiyyah Mojo, Kabupaten Kediri yang meninggal dianiaya seniornya ke Mapolres Kediri Kota, Senin (4/2/2024). 

Rombongan diterima Waka Polres Kediri Kota Kompol Dody. Anggota tim Hotma 911 yang datang ke Mapolres Kediri Kota berdiri, Dhea Arrum Sasqia Putri,SH, Thomas,SH, Herman Sakti Imam,SM, Lanang Kunjang Pananjung,SH, Ismail Marzuki,SH dan Sartika Dwi Piscessa,SH.

Thomas,SH yang menjadi jubir Tim Hotma 911 menjelaskan, kedatangannya ke Mapolres Kediri Kota bersama keluarga korban untuk menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan pertanyaan setelah usia dilakukan rekonstruksi dalam kasus santri tewas di Kediri ini.

Salah satunya rekonstruksi dilakukan tanpa diketahui oleh pihak keluarga korban. Berkaitan dengan pertanyaan ini dilakukan polisi untuk mempercepat proses penanganan perkara. 

"Kami menyampaikan terima kasih atas penjelasannya tersebut untuk menindaklanjuti permasalahan dari pihak keluarga korban," jelasnya.

Selain itu juga disampaikan beberapa hal temuan yang menjadi kecurigaan berkaitan dengan para pelaku dan sikap terhadap keluarga korban yang dilakukan oleh pihak keluarga pondok. 

"Salah satu pertanyaan tersebut korban saat diantar ke rumah keluarga korban kenapa dari pihak pondok melarang membuka keranda jenazah," ungkapnya.

Berkaitan dengan pertanyaan ini telah disikapi oleh pihak Polres Kediri Kota untuk mengembangkan perkaranya.

Tim Hotma 911 bakal terus mengawal kasus ini sampai selesai dan meminta aparat kepolisian selaku penyidik untuk serius mengungkapkan perkara ini. 

Sementara berkaitan dengan pertanggungjawaban pihak ponpes berkaitan dengan kasus yang mengakibatkan korban jiwa santrinya. 

Semestinya pihak ponpes harus bertanggung jawab ketika telah diserahi oleh keluarga korban untuk mengasuh putra dan putrinya.

Pertanggungjawaban pihak ponpes tidak harus materi, tetapi pertanggungjawaban secara hukum.

Sementara berkaitan dengan luka berdarah yang ada di tubuh korban telah ada kesesuaian dengan luka yang dilakukan oleh pelaku.

 

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved