Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Arti Kata

Arti Kata Silent Majority, Istilah yang Digunakan dalam Ranah Pemilu 2024, Ini Dampak dan Sejarahnya

Inilah arti kata silent majority, istilah yang digunakan dalam ranah politik dan Pemilu 2024. Ini dampak dan sejarahnya.

|
Editor: Elma Gloria Stevani
Kompas.com/Retia Kartika Dewi
Istilah silent majority memang cukup sering digunakan dalam ranah politik dan Pemilu. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, silent majority artinya mayoritas yang diam. 

Meskipun mereka tidak terlalu vokal, mereka dianggap sebagai kekuatan meyoritas yang mendasari suatu posisi atau pandangan.

Adapun istilah ini biasa digunakan dalam politik untuk merujuk kepada massa yang tidak terwakili dalam media atau arena politik yang aktif.

Inilah arti kata silent majority

Silent majority adalah kata benda berupa frasa yang berasal dari bahasa Inggris.

Dilansir dari Cambridge Dictionary, silent majority adalah sekelompok orang yang belum menyatakan pendapatnya terhadap suatu hal.

Dalam konteks politik, silent majority dikaitkan dengan mayoritas orang yang diam.

Silent majority pun diartikan bagian terbesar dari penduduk di suatu negara yang terdiri dari orang-orang yang tidak terlibat aktif dalam politik dan tidak mengungkapkan pendapat politiknya di muka umum, seperti dilansir dari Britannica.

Sejarah singkat penggunaan silent majority

Dikutip dari Miller Center, istilah silent majority awalnya dipopulerkan oleh Presiden AS Richard Nixon dalam pidatonya di televisi pada 3 November 1969.

Saat itu, Nixon meyakinkan rakyat AS bahwa dia mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mendorong perdamaian dan mengakhiri Perang Vietnam.

Dia tidak menganjurkan penarikan pasukan, melainkan merundingkan perdamaian.

Presiden tetap bersimpati pada seruan Amerika untuk perdamaian namun terus maju dengan niat teguh untuk mengakhiri perang dan menjamin stabilitas di Vietnam Selatan.

Dampak silent majority

Sikap membisu mayoritas memunculkan banyak dampak negatif, misalnya, terlihat dalam hal korupsi yang mengakibatkan penyakit ini tetap menjadi salah satu masalah besar dan serius.

Selama bertahun-tahun, rakyat umumnya hanya diam melihat dan mengalami korupsi yang merajalela sejak tingkat paling bawah sampai tingkat atas birokrasi.

Alih-alih bersuara lantang menentang, mayoritas warga memilih diam dan permisif atau merestui (condoning) serta menerima korupsi dalam berbaai bentuknya. Hasilnya, korupsi seolah menjadi budaya yang sangat sulit diberantas.

Dampak negatif lain juga terlihat dalam kehidupan keagamaan. Banyak bukti historis dan empiris yang memperlihatkan, kaum Muslim yang merupakan penduduk mayoritas Indonesia adalah umat beriman yang inklusif akomodatif.

Namun, berbagai perkembangan hampir dua dasawarsa ini menunjukkan meningkatnya sikap tidak toleran di sebagian warga atas nama agama. Intoleransi itu meruyak, baik intra-agama maupun antar-agama.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved