Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Jatim

Pengusaha Tembakau Asal Pasuruan Sering Dimintai Uang Eks Kepala Bea Cukai Jogja :Susah saat Pandemi

Eks Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, terdakwa kasus TPPU ternyata pernah menerima uang hampir 1 miliar dari pengusaha tembakau Pasuruan

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Samsul Arifin
TRIBUNJATIM/LUHUR PAMBUDI
Eks Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, terdakwa dugaan tindak pidana gratifikasi dan pencucian uang (TPPU) dalam jabatannya, senilai Rp37 miliar, hadir pertama kali di Ruang Sidang Cakra Kantor PN Tipikor Kota Surabaya, pada Jumat (31/5/2024). 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Eks Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, terdakwa dugaan tindak pidana gratifikasi dan pencucian uang (TPPU) dalam jabatannya senilai Rp37 miliar, ternyata pernah menerima uang hampir satu miliar dari pengusaha impor tembakau asal Pasuruan.

Sosok pengusaha yang menjadi saksi dalam sidang lanjutan di Ruang Cakra, Kantor Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya, Selasa (25/6/2024) itu, bernama Martinus Suparman. 

Martinus Suparman menjabat sebagai Direktur Utama PT. JPGI, dulunya bergerak di bidang ekspor-impor bahan kayu, namun kini menjadi pengimpor tembakau, yang berkantor di Pandaan, Kabupaten Pasuruan

Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sempat dibacakan JPU KPK, pada sidang dakwaan, beberapa pekan lalu, jumlah pemberian yang diterima Terdakwa Eko dari sosok saksi tersebut, mencapai Rp930 juta. 

Saksi Martinus Suparman mengaku dihadapan majelis hakim persidangan mengenal sosok terdakwa setelah dikenalkan oleh temannya; Steven, tahun 2010.

Baca juga: Beri Uang Rp200 Juta ke Eks Kepala Bea Cukai Jogja, Pengusaha Rokok asal Sidoarjo: Alasannya Pinjam 

Setelah mulai akrab karena beberapa kali bertemu, Saksi Martinus Suparman mengetahui bahwa sosok Terdakwa Eko Darmanto memiliki jabatan mentereng di instansi bea cukai Jatim ataupun Purwakarta.

Mengenai pemberian uang yang dilakukannya kepada Terdakwa Eko Darmanto. Saksi Martinus mengaku, dirinya pernah memberikan uang sejumlah Rp15 juta kepada terdakwa, pada tahun 2018.

Ia sengaja memberikan pinjaman uang tersebut, atas permintaan dari Terdakwa Eko Darmanto, dengan alasan bahwa uang tersebut akan dipakai untuk membayar hutang. 

"Transfer uang lain (selain transfer ke Ayu Andini). Ada beberapa kali. Saya lupa, sudah saya sampaikan ke penyidik. (BAP; tahun 2018 Eko minta pinjaman Rp15 juta)," ujarnya dihadapan majelis persidangan. 

Kemudian, pada tahun 2020, Saksi Martinus mengaku juga pernah memberikan uang kembali kepada Terdakwa Eko, sejumlah Rp100 juta. 

Pemberian tersebut merupakan permintaan dari Terdakwa Eko Darmanto, dengan alasan bahwa uang tersebut akan dipakai untuk keperluan usaha.

Mengenai jenis usaha yang dilakukan terdakwa, Saksi Martinus tidak mengetahuinya secara pasti. Karena hal tersebut dianggapnya bersifat pribadi, sehingga ia mengaku tidak menanyakan lebih lebih lanjut. 

"Saat itu, Eko ketemu saya di kafe Malang, katanya mau pinjam uang. Gak ada momen. Eko ajak ketemu. Obrolan biasa. Tapi terakhir sebelum kami berpisah, dia bilang; kalau boleh saya pinjam uang. Bahasanya seperti itu. Saya gak banyak tanya alasannya. Karena pribadi," jelas pria berkemeja lengan pendek warna biru itu. 

Anehnya, permintaan uang tersebut, selain dilakukan melalui sambungan telepon, proses transaksi uang sebanyak itu, dilakukan tanpa adanya surat kuitansi ataupun perjanjian; hitam di atas putih. 

Saat dicecar oleh JPU KPK mengenai kompensasi pengganti atas pemberian hutang piutang tersebut, manakala Terdakwa Eko tidak sanggup menggantinya. 

Saksi Martinus, berdalih bahwa dirinya dapat meminta dua unit mobil mewah milik Terdakwa Eko, sebagai ganti pelunasan hutang tersebut. 

"Hitam diatas putih, tidak ada. Ya saya percaya (Atas dasar) karena kita sudah secara pribadi sering ngobrol. Kalau gak bisa kembalikan, boleh tukar mobil antik beliau. 2 unit. Bold Mustang dan satunya lupa. Harga gak ada yang paten, tapi tergantung," jelasnya. 

Tak cuma berhenti di situ. Pemberian uang kepada Terdakwa Eko juga kembali terjadi pada tahun 2022-2023, dengan nilai total sekitar Rp300 ribu. 

Proses pengirimannya bertahap, sekitar Rp20-30 juta, berlangsung selama kurun waktu Mei 2022 hingga Februari 2023.

Status uang tersebut, masih tetap sama yakni merupakan pinjaman dari Saksi Martinus kepada Terdakwa Eko. 

Namun, keperluan kali ini, agak berbeda, menurut Saksi Martinus, Terdakwa Eko menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pengerjaan proyek pembangunan perumahan di Jabar. 

"Pernah ada permintaan uang untuk bayar hutang pembangunan perumahan. Waktu itu ceritanya Eko pemilik proyek. Saya tahu beliau cerita, lalu ditunjukkan side plan, proyek di Jabar. Kemungkinan menjelang tahun 2021. Saya bukan investasi apa-apa," ungkap Saksi Martinus. 

Masih ada lagi pemberian uang dari Saksi Martinus kepada Terdakwa Eko Darmanto. 

Ternyata nilainya sekitar Rp500 juta. Proses pengirimannya dilakukan dalam dua tahap.

Nomor rekening penerimanya, bukan atas nama Terdakwa Eko Darmanto, melainkan sosok lain, Ester dan Ayu Andini. 

"Saya gak ingat pinjaman buat. Kalau gak salah kebutuhan masa covid. Beliau cerita usaha bermasalah dan butuh uang. Lainnya saya gak ingat. Kalau nggak salah ada usaha showroom motor Harley-Davidson, saya enggak pernah ke tempat itu," jelasnya. 

Namun, lagi-lagi yang bikin penasaran JPU KPK dan majelis hakim persidangan, yakni mengapa Saksi Martinus masih mau memberikan uang yang sempat dimaknai sebagai pinjaman kepada Terdakwa Eko, secara bertahap dengan jumlah yang terus bertambah. 

Padahal, transaksi pinjaman tersebut dilakukan tanpa surat perjanjian dalam bentuk apapun. Dan, faktanya, Terdakwa Eko belum bisa melunasi semua uang pinjaman sebelumnya. 

Bahkan, jikalau memang Terdakwa Eko Darmanto bakal melunasi hutang pinjaman tersebut menggunakan gaji sebagai ASN bea cukai, toh jumlahnya, mustahil dapat melunasi semua hutang itu, dalam tenggat waktu singkat. 

Ternyata, Saksi Martinus tetap menggunakan argumentasi awal bahwa hutang tersebut dapat dilunasi dengan mengambil dua mobil mewah milik Terdakwa Eko Darmanto, yang disebut-sebut bernilai lebih besar ketimbang nilai total keseluruhan hutangnya. 

"(JPU sebuah total Rp930 juta) iya totalnya. Kalau pakai gaji ASN gak bisa bayar, tapi bisa diganti pakai mobil (satu mobil merujuk pada pasar mobil antik sekitar Rp1,7 miliar)," jelasnya. 

Sementara itu, Terdakwa Eko Darmanto mengatakan, dirinya tidak ada sanggahan terhadap semua pernyataan dari keterangan Saksi Martinus.

"Tanggapan saya, terhadap keterangan saksi, tidak ada sanggahan," ujarnya saat diberi kesempatan

Sekadar diketahui, dikutip dari Kompas.com, eks Kepala Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka atas dugaan TPPU dalam jabatannya senilai Rp10 miliar, sejak Kamis (18/4/2024).

Eko Darmanto diduga menyembunyikan dan menyamarkan asal usul kepemilikan hartanya. 

Pasalnya, pada September 2023 tahun lalu, penyidik KPK telah menggeledah sejumlah lokasi yang diduga berkaitan dengan kasus yang menyeret Eko. 

Hingga akhirnya penyidik berhasil menyita beberapa tas mewah, dan beberapa kendaraan mewah roda dua dan mobil. 

Perlu diketahui, penyelidikan KPK bermula saat sosok Eko Darmanto menjadi sorotan publik usai netizen beramai-ramai membagikan gaya hidup mewah sejumlah pejabat negara. 

Dalam foto yang beredar, Eko Darmanto mengunggah foto sejumlah mobil antik. 

KPK pun melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap LHKPN Eko dan menemukan penerimaan uang. 

Alhasil, lembaga antirasuah itu, menetapkan Eko Darmanto sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana gratifikasi, sebelum TPPU

Kemudian, dilansir dari situs resmi Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto menjabat sebagai kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta pada 25 April 2022.

Sebelum menjabat sebagai Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko pernah menggantikan Guntur Cahyo Purnomo sebagai kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta, dan bertugas di sana sejak 6 Januari 2019. 

Sementara itu, Eko Darmanto dilaporkan memiliki total kekayaan sebesar Rp 6,72 miliar pada 31 Desember 2021. 

Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dikutip oleh Kompas.com pada tanggal 2 Maret 2023. Angka ini meningkat lebih dari lima kali lipat dari laporan awalnya sejak tahun 2011. 

Dalam laporan harta kekayaannya, Eko Darmanto tercatat memiliki sejumlah aset, termasuk tanah, bangunan, kendaraan, dan deposito. 

Namun, terdapat perbedaan antara laporan harta kekayaan yang dilaporkan oleh Eko Darmanto dan nilai harta kekayaannya yang ditemukan oleh KPK.

Berikut rincian harta yang dimiliki Eko Darmanto sebagaimana tercatat di LHKPN.

1) Tanah dan bangunan senilai Rp12,5 miliar

2) Tanah dan bangunan seluas 240 m2/410 m2 di Kab/Kota Malang, hibah tanpa akta, senilai Rp2,5 miliar

3) Tanah dan bangunan seluas 327 m2/342 m2 di Kab/Kota Jakarta Utara, hasil sendiri, senilai Rp10 miliar 

4) Transporasi dan mesin Rp2,9 miliar

5) Mobil BMW Sedan tahun 2018, hasil sendiri, senilai Rp850 juta

6) Mobil Mercedes Benz Sedan tahun 2018, hasil sendiri, senilai Rp600 juta

7) Mobil Chevrolet (bekas) Bell Air tahun 1955, hasil sendiri, senilai Rp200 juta

8) Mobil Toyota Fortuner tahun 2019, hasil sendiri, senilai Rp400 juta

9) Mobil Mazda 2 tahun 2019, hasil sendiri, senilai Rp200 juta

10) Mobil Fargo (bekas) Dodge Fargo tahun 1957, hasil sendiri, senilai Rp150 juta

11) Mobil Chevrolet Apache tahun 1957, hasil sendiri, senilai Rp200 juta

12) Mobil Ford (bekas) Bronco tahun 1972, hasil sendiri, senilai Rp150 juta

13) Mobil Jeep Willys tahun 1944, hasil sendiri, senilai Rp150 juta 

14) Harta bergerak lainnya senilai Rp100,70 juta 

15) Kas dan setara kas senilai Rp238,90 juta

16) Utang senilai Rp9,01 miliar

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved