Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Nasib Desa yang Dihapus dari Peta, Pemandangan Alam Menawan Cuma Tinggal Kenangan, Kisah Memilukan

Begini ternyata nasib desa yang dihapus dari peta dan tak lagi bisa dinikmati padahal punya pemandangan alam yang menawan.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TribunJateng.com
Sudah tak ada lagi desa yang dihapus dari peta karena tragedi beberapa tahun silam 

Kronologi Tragedi Sinila dimulai dengan meletusnya Kawah Sinila pada pukul 05.04 WIB, yang disusul terbentuknya kawah baru sekitar 250 meter di sebelah barat Kawah Sinila.

Kawah yang baru terbentuk itu dinamai Kawah Sigludug juga mulai mengeluarkan asap pukul 06.50 WIB.

Letusan freatik Kawah Sinila itu mengembuskan sekitar 200.000 ton gas karbon dioksida (CO2) murni dalam waktu sangat cepat.

Gas karbon dioksida dan uap air bertekanan tinggi berembus menuruni lereng ke dataran di bawahnya tanpa memberi ruang untuk oksigen (O2). Saat kejadian tersebut, penduduk dari enam desa segera diungsikan.

Sayangnya, penduduk Desa Kepucukan terjebak dalam kepungan aliran lahar dari Kawah Sinila dan Kawah Sigludug.

Baca juga: Buru-buru ke Pasar, Mbah Runtah Dianiaya Bidan Hingga Terduduk di Tanah, Kini Hilang Ingatan

Warga yang terpapar karbon dioksida dalam konsentrasi tinggi dan tidak bisa bernapas karena kekurangan oksigen.

Evakuasi korban berlangsung selama beberapa hari (Kompas, 25 Februari 1979).

Sementara dilansir dari publikasi Rencana Kontijensi Gas Beracun Erupsi Gunung Api Dieng yang dirilis BPBD Jateng pada 2019, Tragedi Sinila terjadi pada 20 Februari 1979 yang dimulai dari letusan yang berlangsung pada tengah malam pukul 01.55 WIB.

Saat itu terdengar suara ledakan yang berasal dari Kawah Sinila disertai gempa bumi, padahal sebelumnya temperatur Kawah Sinila dinyatakan normal dan tidak ada tanda-tanda tremor atau getaran.

Peristiwa letusan Kawah Sinila ini menyebabkan sebanyak 149 orang korban meninggal dunia dan 15.000 jiwa warga Dieng dari enam desa harus diungsikan. 

Baca juga: Nasib Pilu Nenek Runtah Hilang Ingatan, Gegara Tolak Layani Oknum Bidan karena Buru-buru ke Pasar

Sementara arsip pemberitaan Harian Kompas, 22 Februari 1979, menyebut bahwa salah satu pejabat Desa Kepucukan berusaha sekuat tenaga mengumpulkan dan memimpin warga untuk mencari jalan keluar. 

Berkat petunjuknya, sebagian penduduk bisa menyelamatkan diri dengan keluar melalui bukit-bukit dan jalan-jalan setapak yang belum tertutup lahar.

Namun, sebagian dari mereka yang belum sempat keluar dari desa kemudian dipastikan tewas karena menghirup gas beracun. 

Pascakejadian, lokasi Desa Kepucukan yang aksesnya sulit didekati membuat upaya penyelamatan untuk mencari korban tewas dan yang masih hidup sangat sulit dilakukan.

Bahkan, gas beracun akibat letusan tersebut diketahui masih terdeteksi hingga sebulan setelahnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved