Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Viral Internasional

Anak Tewas dalam Perang, Orangtua Israel Ingin Ambil Sperma Sang Putra demi Punya Cucu, ‘Misi Hidup’

Orang tua di Israel ingin mengambil sperma putra mereka yang gugur di medan perang lantaran ingin punya cucu.

Editor: Olga Mardianita
Tangkapan layar/RNTV/Photo: Francisco Secol
Tentara Israel (IDF) berpatroli di dekat perbatasan antara wilayah pendudukan Israel (Palestina Utara) dan Lebanon. 

Osher tahu ayahnya tewas dalam tugas ketentaraan. Kamarnya dihiasi dengan lumba-lumba. Dia bilang dia tahu ayahnya mencintai mereka.

“Saya tahu mereka mengambil spermanya dan mencari ibu yang sempurna untuk melahirkan saya,” tambahnya.

Irit mengatakan, Osher memiliki kakek-nenek, beberapa paman, dan sejumlah sepupu dari kedua belah pihak. Dia menambahkan, dia membesarkan Osther “secara normal” untuk memastikan dia “tidak dibesarkan menjadi monumen hidup”.

Ada Masalah Dalam Peraturan

Dr Itai Gat, direktur bank sperma di Shamir Medical Center, yang melakukan operasi pengambilan sperma, mengatakan bahwa mengawetkan sperma memiliki “arti besar” bagi keluarga yang berduka.

“Ini adalah kesempatan terakhir untuk mempertahankan pilihan reproduksi dan kesuburan di masa depan,” katanya.

Dia mengatakan ada “pergeseran budaya yang signifikan” baru-baru ini menuju penerimaan yang lebih besar terhadap proses tersebut, namun peraturan yang ada menciptakan konflik dalam kasus pria lajang.

Dr Gat mengatakan, bagi para pria lajang seringkali tidak ada catatan persetujuan yang jelas. Hal ini membuat banyak keluarga harus menghadapi kesedihan dalam “situasi yang sangat sulit”, di mana sperma telah dibekukan tetapi tidak dapat digunakan untuk proses pembuahan.

“Kita sedang mendiskusikan reproduksi, melahirkan anak laki-laki atau perempuan ke dunia... yang kita tahu akan menjadi yatim, tanpa ayah,” katanya.

Menurut dia, dalam sebagian besar kasus, pria lajang yang meninggal tidak mengetahui ibu dari anak yang lahir dari spermanya tersebut, dan semua keputusan mengenai anak itu, termasuk pendidikan dan masa depannya, akan dibuat oleh ibu itu.

Dia mengatakan, dia sebelumnya menentang pembekuan sperma kecuali ada persetujuan jelas dari orang yang sudah meninggal itu sebelumnya, namun pandangannya melunak sejak bertemu dengan sejumlah keluarga yang kehilangan orang-orang terkasih mereka dalam perang saat ini.

“Saya melihat betapa berartinya hal ini bagi mereka, betapa kadang-kadang hal ini memberi mereka kenyamanan,” kata dia.

Rabbi Yuval Sherlo, seorang rabi liberal terkemuka yang memimpin Tzohar Center for Jewish Ethics di Tel Aviv, juga mengatakan persetujuan dari orang-orang yang sudah meninggal, yang dibuat sebelum mereka meninggal, merupakan pertimbangan penting.

Dia menjelaskan, ada dua prinsip penting dalam hukum Yahudi yang juga turut menjadi pertimbangan, yaitu melanjutkan garis keturunan dan menguburkan jenazah secara utuh. Menurut dia, beberapa rabi berpendapat bahwa kelanjutan keturunan begitu esensial sehingga membenarkan kerusakan jaringan tubuh, sedangkan rabi-rabi lain berpendapat bahwa prosedur itu sama sekali tidak boleh terjadi.

Aturan yang berlaku saat ini terkait masalah itu adalah sejumlah pedoman yang diterbitkan Jaksa Agung Israel tahun 2003. Namun aturan itu tidak dituangkan dalam bentuk undang-undang.

Baca juga: Nasib Israel Serang Gaza, Atletnya Dihujat saat Tanding Olimpiade 2024, Bendera Palestina Berkibar

Sumber: Kompas.com
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved