Viral Internasional
Anak Tewas dalam Perang, Orangtua Israel Ingin Ambil Sperma Sang Putra demi Punya Cucu, ‘Misi Hidup’
Orang tua di Israel ingin mengambil sperma putra mereka yang gugur di medan perang lantaran ingin punya cucu.
TRIBUNJATIM.COM - Tak dapat dipungkiri bahwa perang membuat banyak nyawa melayang.
Hal tersebut juga dialami oleh warga Israel yang kini berkonflik dengan Hamas di jalur Gaza.
Mengetahui anaknya gugur di tengah peperangan, ibu di Israel ingin mengambil sperma sang putra.
Menurutnya, sang anak ingin melanjutkan keturunan kendati belum memiliki pasangan.
Di sisi lain, orangtua-orangtua ini juga mengeluhkan kelambatan proses pengambilan sperma yang dilakukan pemerintah Israel.
Informasi berita menarik lainnya di Google News TribunJatim.com
Baca juga: Sosok Ismail Haniyeh, Bos Hamas Dikabarkan Meninggal Terkena Serangan Israel, Simak Kronologinya
Pengalaman itu diungkap oleh Avi Harush.
Suaranya bergetar saat mengingat momen dia mengetahui putranya yang berusia 20 tahun, Reef, tewas dalam pertempuran pada 6 April 2024 di Jalur Gaza.
Sejumlah perwira militer yang datang ke rumahnya menawarkan sebuah pilihan kepadanya. Masih ada waktu untuk mengambil sperma Reef, apakah keluarga tertarik?
Avi menjawab dengan cepat. Dia mengatakan bahwa putranya menjalani hidup dengan sepenuh hati. “Meskipun merasakan kehilangan yang sangat besar, kami memilih untuk hidup,” ujarnya sebagaimana dikutip BBC.
“Reef menyukai anak-anak dan menginginkan anak sendiri, hal itu tidak diragukan lagi,” tambahnya.
Reef tidak punya istri atau pacar. Namun saat Avi mulai menceritakan kisah putranya itu, beberapa perempuan menghubungi dan menawarkan untuk melahirkan anak buat Reef.

Dia mengatakan, ide itu kini menjadi “misi hidupnya”.
Keluarga tersebut termasuk di antara semakin banyak orang yang melakukan pembekuan sperma sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober tahun lalu, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan 251 lainnya dibawa ke Gaza sebagai sandera.
Israel melancarkan operasi militer besar-besaran di Gaza sebagai respons atas serangan Hamas. Serangan Israel telah menewaskan lebih dari 39.000 warga Palestina, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas. Sekitar 400 warga Israel juga tewas dalam perang tersebut.
Menurut data Kementerian Kesehatan Israel, sejak 7 Oktober itu, hampir 170 pria muda – baik warga sipil maupun tentara telah diambil spermanya. Jumlah itu 15 kali lipat dibandingkan periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya.
Proses Pengambilan Sperma dan Pembuahan
Prosesnya melibatkan pembuatan sayatan di testis dan mengeluarkan sepotong kecil jaringan, dari jaringan itu kemudian sel sperma hidup dapat diisolasi di laboratorium dan dibekukan.
Tingkat keberhasilan pengambilan sel sangat tinggi jika dilakukan dalam waktu 24 jam setelah kematian, meskipun sel itu dapat hidup hingga 72 jam.
Pada Oktober tahun lalu, Kementerian Kesehatan Israel mengesampingkan persyaratan bagi orangtua untuk mendapatkan perintah pengadilan untuk meminta prosedur tersebut. Angkatan Bersenjata Israel (atau IDF) mengatakan, pihaknya menjadi lebih proaktif dalam menawarkan bantuan kepada orangtua yang berduka dalam beberapa tahun terakhir.
Meskipun kini lebih mudah untuk membekukan sperma, para janda atau orangtua yang ingin menggunakan sperma itu untuk pembuahan harus membuktikan di pengadilan bahwa pria yang telah meninggal itu memang ingin memiliki anak. Proses ini bisa memakan waktu bertahun-tahun, terutama bagi orangtua yang berduka.
Orangtua pertama di Israel yang mengawetkan dan menggunakan sperma putra mereka yang telah meninggal adalah Rachel dan Yaakov Cohen. Menurut IDF, putra mereka, Keivan, ditembak mati penembak jitu Palestina pada tahun 2002 di Jalur Gaza.
Cucu perempuan mereka, Osher (seorang anak perampuan) – yang lahir dari sperma Keivan – kini berusia 10 tahun.
Rachel menggambarkan momen setelah kematian Keivan saat dia merasakan kehadiran putranya itu. “Saya pergi ke lemarinya. Saya ingin merasakan bau tubuhnya. Saya bahkan mencium bau sepatunya,” katanya.
“Dia berbicara kepada saya melalui fotonya. Dia meminta saya untuk memastikan dia punya anak.”
Rachel mengatakan, mereka “menghadapi begitu banyak penentangan”, namun akhirnya mendapatkan keputusan hukum yang inovatif, setelah itu dia pasang iklan untuk mencari calon ibu untuk anak dari putranya itu.
Irit – yang tidak menyebutkan nama belakangnya demi melindungi privasi keluarga – termasuk di antara puluhan perempuan yang memberikan tanggapan atas iklan Rachel.
Irit masih lajang. Dia mengatakan dirinya diperiksa oleh psikolog dan pekerja sosial, dan kemudian, dengan persetujuan pengadilan, memulai proses terapi kesuburan.
“Ada yang bilang kami sedang mengambil peran Tuhan. Saya rasa bukan itu masalahnya,” katanya.
Baca juga: Struktur Terowongan Hamas Bikin Tentara Israel Kebingungan, Tiba-tiba Menghilang Lalu Menyerang
“Ada perbedaan antara seorang anak yang mengetahui ayahnya dan anak yang dikandung melalui donasi dari bank sperma,” tambahnya.
Osher tahu ayahnya tewas dalam tugas ketentaraan. Kamarnya dihiasi dengan lumba-lumba. Dia bilang dia tahu ayahnya mencintai mereka.
“Saya tahu mereka mengambil spermanya dan mencari ibu yang sempurna untuk melahirkan saya,” tambahnya.
Irit mengatakan, Osher memiliki kakek-nenek, beberapa paman, dan sejumlah sepupu dari kedua belah pihak. Dia menambahkan, dia membesarkan Osther “secara normal” untuk memastikan dia “tidak dibesarkan menjadi monumen hidup”.
Ada Masalah Dalam Peraturan
Dr Itai Gat, direktur bank sperma di Shamir Medical Center, yang melakukan operasi pengambilan sperma, mengatakan bahwa mengawetkan sperma memiliki “arti besar” bagi keluarga yang berduka.
“Ini adalah kesempatan terakhir untuk mempertahankan pilihan reproduksi dan kesuburan di masa depan,” katanya.
Dia mengatakan ada “pergeseran budaya yang signifikan” baru-baru ini menuju penerimaan yang lebih besar terhadap proses tersebut, namun peraturan yang ada menciptakan konflik dalam kasus pria lajang.
Dr Gat mengatakan, bagi para pria lajang seringkali tidak ada catatan persetujuan yang jelas. Hal ini membuat banyak keluarga harus menghadapi kesedihan dalam “situasi yang sangat sulit”, di mana sperma telah dibekukan tetapi tidak dapat digunakan untuk proses pembuahan.
“Kita sedang mendiskusikan reproduksi, melahirkan anak laki-laki atau perempuan ke dunia... yang kita tahu akan menjadi yatim, tanpa ayah,” katanya.
Menurut dia, dalam sebagian besar kasus, pria lajang yang meninggal tidak mengetahui ibu dari anak yang lahir dari spermanya tersebut, dan semua keputusan mengenai anak itu, termasuk pendidikan dan masa depannya, akan dibuat oleh ibu itu.
Dia mengatakan, dia sebelumnya menentang pembekuan sperma kecuali ada persetujuan jelas dari orang yang sudah meninggal itu sebelumnya, namun pandangannya melunak sejak bertemu dengan sejumlah keluarga yang kehilangan orang-orang terkasih mereka dalam perang saat ini.
“Saya melihat betapa berartinya hal ini bagi mereka, betapa kadang-kadang hal ini memberi mereka kenyamanan,” kata dia.
Rabbi Yuval Sherlo, seorang rabi liberal terkemuka yang memimpin Tzohar Center for Jewish Ethics di Tel Aviv, juga mengatakan persetujuan dari orang-orang yang sudah meninggal, yang dibuat sebelum mereka meninggal, merupakan pertimbangan penting.
Dia menjelaskan, ada dua prinsip penting dalam hukum Yahudi yang juga turut menjadi pertimbangan, yaitu melanjutkan garis keturunan dan menguburkan jenazah secara utuh. Menurut dia, beberapa rabi berpendapat bahwa kelanjutan keturunan begitu esensial sehingga membenarkan kerusakan jaringan tubuh, sedangkan rabi-rabi lain berpendapat bahwa prosedur itu sama sekali tidak boleh terjadi.
Aturan yang berlaku saat ini terkait masalah itu adalah sejumlah pedoman yang diterbitkan Jaksa Agung Israel tahun 2003. Namun aturan itu tidak dituangkan dalam bentuk undang-undang.
Baca juga: Nasib Israel Serang Gaza, Atletnya Dihujat saat Tanding Olimpiade 2024, Bendera Palestina Berkibar
Sejumlah anggota parlemen Israel telah berupaya merancang rancangan undang-undang untuk menciptakan peraturan yang lebih jelas dan komprehensif, tetapi upaya tersebut terhenti.
Orang-orang yang dekat dengan proses itu mengatakan kepada BBC bahwa ada konflik mengenai tingkat persetujuan eksplisit yang harus diminta dari orang-orang yang sudah meninggal, dan apakah anak yang dilahirkan akan menerima tunjangan yang biasanya diberikan kepada anak-anak tentara yang tewas dalam dinas.
Media Israel juga melaporkan perselisihan di antara para janda dan orangtua yang berduka terkait seberapa besar kendali yang dimiliki orangtua terhadap sperma anak laki-laki mereka, terutama jika sang janda tidak ingin menggunakan sperma itu untuk memiliki anak.
Mereka yang telah membekukan sperma dari putra mereka khawatir bahwa jika undang-undang itu akhirnya disetujui, hal tersebut hanya akan mengatasi masalah persetujuan di masa depan, dan tidak mencegah mereka menghadapi pertarungan hukum yang panjang.
Bagi Avi, ada tekad dalam kesedihannya. Ia membongkar sebuah kardus berisi buku harian, album foto, dan memorabilia putranya. Ia menyatakan tidak akan berhenti sampai ia dapat memberi Reef seorang anak. 'Hal itu akan terjadi... dan anak-anaknya akan mewarisi kotak ini.'"
----
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Berita Jatim dan viral internasional lainnya.
Jangan Ucapkan Hamburger, Karaoke dan Ice Cream di Korea Utara, sudah Dilarang Kim Jong Un |
![]() |
---|
Jarang Komentar Soal iPhone, Bos ChatGPT Kini Kepincut Gadget Apple Keluaran Terbaru: Saya Inginkan |
![]() |
---|
Kisah Guru SD Bantu Murid Seberangi Sungai ke Sekolah Setiap Hari selama 19 Tahun |
![]() |
---|
Alasan Kim Jong-un Ajak Anak Perempuannya saat Kunjungan Kenegaraan ke China Diungkap Intel Korsel |
![]() |
---|
Sosok Sushila Karki, Perdana Menteri Nepal yang Terpilih setelah Menang Lewat Pemilu Via Discord |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.