Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Viral Nasional

Arti PERINGATAN DARURAT Gambar Garuda Pancasila Biru, Viral Terkait Putusan MK Soal Pilkada 2024

Berikut asal usul dan arti PERINGATAN DARURAT yang kini viral di media sosial. Berkaitan dengan putusan MK soal Pilkada 2024.

Editor: Hefty Suud
Istimewa/TribunJatim.com
Asal usul dan arti PERINGATAN DARURAT yang kini viral di media sosial. 

TRIBUNJATIM.COM - Video PERINGATAN DARURAT dengan gambar Garuda Pancasila, kini viral di media sosial

Apa arti PERINGATAN DARURAT yang kini ramai dibagikan warganet alias netizen, artis, dan sejumlah tokoh publik di media sosial ini? 

Berikut asal usul dan arti PERINGATAN DARURAT yang Tribunners harus tahu. 

'PERINGATAN DARURAT' ini ternyata berkaitan dengan Pilkada 2024

Berikut penjelasan lengkapnya:

Di platform X, kata kunci 'Peringatan Darurat' menduduki jejeran trending topik dengan menghimpun lebih dari 70 ribu posts terhitung Rabu (21/8/2024) Pukul 17.30 WIB. 

Mengutip dari Banjarmasinpost.co.iod, awalnya gambar Garuda Biru dibagikan akun kolaborasi @narasinewsroom, @najwashihab, @matanajwa, dan @narasi.tv di Instagram.

Gerakan unggah 'Peringatan Darurat' itu mengacu pada ajakan untuk sama-sama mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Baca juga: PDIP Kecam Baleg DPR Usai Ubah Putusan MK, Kaesang Berpeluang Lagi Maju Pilkada 2024, Niat Jokowi?

Narasi yang beredar di media sosial ramai membahas soal putusan MK pada Selasa (20/8/2024) kemarin, yang berbunyi partai politik (parpol) yang tidak memiliki kursi di DPRD tetap bisa mengusung calon kepala daerah.

Kemudian pada hari ini, Rabu (21/8/2024), DPR memutuskan akan menggelar rapat dalam membahas revisi Undang-undang (UU) Pilkada.

Beberapa pihak merasa revisi UU Pilkada dilakukan untuk menganulir putusan MK.

Namun, hal ini dibantah Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi. Ia mengatakan pembahasan revisi UU Pilkada tidak akan berbentrokan dengan putusan MK terkait syarat pencalonan.

Di Balik Tagar Peringatan Darurat dan #KawalPutusanMK
Unggahan Gambar Garuda Latar Biru Dongker Viral di X dan Instagram
Unggahan Gambar Garuda Latar Biru Dongker Viral di X dan Instagram (Handout)

Baca juga: Respons PAN Soal Polemik Ambang Batas Pencalonan Pilkada, Singgung Putusan Final MK

Viralnya postingan "PERINGATAN DARURAT" di media sosial muncul usai DPR RI dinilai mengabaikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat calon kepala daerah. 

Badan Legislasi DPR RI untuk revisi UU Pilkada mendesain pembangkangan atas dua putusan MK kemarin.

Pertama, mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah pileg sebelumnya, suatu beleid yang dengan tegas sudah diputus MK bertentangan dengan UUD 1945.

Kedua, mengembalikan batas usia minimal calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan, meskipun MK kemarin menegaskan bahwa titik hitung harus diambil pada penetapan pasangan calon oleh KPU.

MK sendiri sudah berulang kali menegaskan bahwa putusan Mahkamah berlaku final dan mengikat. 

Pada putusan terkait usia calon kepala daerah, majelis hakim konstitusi sudah mewanti-wanti konsekuensi untuk calon kepala daerah yang diproses dengan pembangkangan semacam itu.

Baca juga: Putusan MK yang ‘Diakali’ Baleg DPR RI, Bikin Peluang Anies Terganjal, Putra Jokowi Punya Kans

Baca juga: PKS Tak Goyah Soal Putusan MK, Susul PKB Beri Rekom untuk Bacabup Mojokerto Ikfina-Gus Dulloh

Putusan MK soal syarat pencalonan Pilkada 2024

MK sebelumnya memutuskan terkait syarat usia calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan kepala daerah.

Keputusan MK terkait syarat usia calon kepala daerah tertuang dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Anthony Lee dan Fahrur Rozi, Selasa (20/8/2024).

"Persyaratan usia minimum, harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah ketika mendaftarkan diri sebagai calon," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra dikutip dari Kompas.com, Selasam (20/8/2024).

"Titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah," tambahnya.

Penegasan MK ini berkebalikan dengan tafsir hukum yang dilakukan Mahkamah Agung (MA) belum lama ini.

Melalui putusan nomor 24 P/HUM/2024, MA mengubah syarat usia calon dari sebelumnya dihitung dalam Peraturan KPU (PKPU) saat penetapan pasangan calon, menjadi dihitung saat pelantikan calon terpilih.

MA menilai bahwa PKPU itu melanggar UU Pilkada.

Sementara itu, keputusan MK terkait ambang batas pencalonan kepala daerah tertuang dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Buruh dan Gelora.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan yang digelar pada Selasa (20/8/2024).

Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.

Berdasarkan putusan MK tersebut, partai politik atau gabungan partai politik cukup memenuhi threshold ini untuk mengusung gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai 2 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 10 persen

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 2-6 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 8,5 persen

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 6-12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 7,5 persen

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 6,5 persen.

Putusan MK tidak bisa dibatalkan DPR
Ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.

Menurut dia, putusan MK memiliki kekuatan eksekutorial begitu dibacakan oleh hakim konstitusi.

"Maknanya tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan untuk mengubah putusan MK, termasuk oleh DPR," kata dia dikutip dari Kompas.com, Rabu.

Oce menambahkan, putusan MK tersebut bersifat erga omnes atau bermakna mengikat untuk semua pihak tanpa terkecuali.

Oleh karenanya, semua pihak termasuk DPR, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), partai politik, maupun masyarakat luas, harus mematuhi isi putusan MK.

Adapun, bila terdapat pihak-pihak yang tidak mematuhi putusan MK, maka tindakan tersebut termasuk perbuatan melawan hukum.

Oce mengingatkan, akan ada dampak serius jika putusan MK terkait pilkada tidak ditaati. Salah satunya, pilkada serentak yang akan berlangsung rawan melanggar hukum.

Selain itu, hasil pilkada juga dapat dibatalkan oleh MK. Sebab, lembaga negara ini memiliki kewenangan dalam memutus perkara hasil pemilihan umum.

Artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com

Berita Viral Nasional lainnya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved