Berita Tulungagung
Penyakit Kencing Tikus Masih Jadi Ancaman, Nakes di Tulungagung Gercep Tingkatkan Deteksi Dini
Leptospirosis atau lebih dikenal dengan nama penyakit kencing tikus masih menjangkiti wilayah Kabupaten Tulungagung.
Penulis: David Yohanes | Editor: Sudarma Adi
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, David Yohanes
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Leptospirosis atau lebih dikenal dengan nama penyakit kencing tikus masih menjangkiti wilayah Kabupaten Tulungagung.
Setiap tahun penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira ini selalu merenggut korban jiwa warga Tulungagung.
Penyakit ini menyebar melalui kencing hewan yang sudah terkontaminasi bakter ini, seperti tikus, kucing, anjing, musang serta hewan ternak.
Data di Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung, tahun 2022 terdapat 3 kasus leptospirosis, 3 pasien meninggal dunia.
Tahun 2023 kasus leptospirosis meningkat 16 pasien, 2 di antaranya meninggal dunia.
Sementara Januari hingga Agustus 2024 ini ada 16 kasus, 2 di antaranya meninggal dunia.
Baca juga: Sembahyang Rebutan di Kelenteng Tjoe Tik Kiong Tulungagung, Ribuan Warga Antre Dapat Paket Sembako
“Biasanya dalam satu bulan ada 1 atau 2 temuan, tapi Bulan Agustus ini naik terbanyak, ditemukan 3 kasus. Ini yg sedang kami cari penyebabnya,” terang Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinkes Tulungagung, Desi Lusiana Wardani, Kamis (22/8/2024).
Desi mengatakan, perburukan akibat leptospirosis sangat cepat sehingga menjadi perhatian besar Dinkes.
Selama in pasien leptospirosis ditemukan sudah di RSUD dr Iskak Tulungagung, artinya sudah mendapat perawatan lebih lanjut.
Karena itu Dinkes meningkatkan deteksi dini leptospirosis melalui para tenaga kesehatan (Nakes).
“Teman-teman Nakes sudah refreshing kembali materi tentang leptospirosis. Kami mengundang dokter spesialis penyakit dalam yang menemukan dan menangani pasien leptospirosis,” sambung Desi.
Dari kasus sebelumnya, leptospirosis menular melalui tikus kepada petani yang bekerja di sawah.
Bakteri ini bisa masuk melalui kulit yang terluka, sehingga penting memakai alat pelindung diri (APD) saat bekerja di area yang berisiko.
Deteksi dini bertujuan untuk menemukan sejak awal pasien yang mempunyai gejala leptospirosis.
Baca juga: Jualan Air Bersih di IKN, Eko Pria Tulungagung Dapat Omzet Rp100 Juta Sebulan, Batal Buat Kontrakan
“Gejala yang paling khas adalah kuning, pada kornea matanya, kulitnya. Gejala lainnya umum, seperti mual, demam dan panas,” ungkap Desi.
Jika ada temuan pasien dengan gejala itu, Nakes harus curiga dengan penyakit leptospirosis.
Selama ini Dinkes selalu melakukan penelitian epidemiologi setiap kali ada temuan pasien baru.
Selain itu Dinkes juga melakukan tes dengan rapid diagnostic test (RDT) pada orang-orang yang kontak dengan pasien.
Tujuannya untuk mencari orang yang kemungkinan sudah tertular leptospirosis.
Selain itu Dinkes juga mencari sumber penularan bakteri, dengan mencari hewan yang menjadi vektor.
Proses ini melibatkan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan).
“Kami kan fokus pada penanganan pasien. Sementara untuk mencari (hewan) sumber penularan, itu bidangnya Dinas Peternakan,” papar Desi.
Selama ini temuan kasus leptospirosis tidak terkumpul di satu wilayah, namun menyebar di sekitar 7 kecamatan.
Artinya ada banyak lokasi di Tulungagung yang terjadi penularan penyakit ini.
Seluruh pasien yang ditemukan selama ini sudah berusia dewasa.
Menyusul Kades Suratman, Pemilik Apotek Jadi Tersangka Dugaan Korupsi di Desa Tambakrejo Tulungagung |
![]() |
---|
Gerakan Cabut Paku Warnai Peringatan HUT ke-57 SMA Katolik Tulungagung |
![]() |
---|
Damri Buka Suara Terkait Pengurangan Armada Trayek Tulungagung-Ponorogo dan Potensi Trayek Baru |
![]() |
---|
Pohon Kawasan Hutan di Selatan Tulungagung Sengaja Dimatikan untuk Pertanian, Lahan Diperjualbelikan |
![]() |
---|
Rencana Pembangunan TPST Tulungagung di Dekat Pasar Hewan Terkendala Anggaran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.