Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Bangunan Sekolah Rusak, Siswa SD dan SMP Terpaksa Belajar di Teras Posyandu, Tak Ada Ruang Pengganti

Nasib puluhan siswa SD dan SMP di Bandung, Jawa Barat terpaksa belajar di teras posyandu. Ini terjadi karena bangunan sekolah rusak.

Penulis: Arie Noer Rachmawati | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.com/Bagus Fuji Panuntun
Potret puluhan siswa SD dan SMP di Bandung, Jawa Barat terpaksa belajar di teras posyandu. Ini terjadi karena bangunan sekolah rusak. 

TRIBUNJATIM.COM - Nasib puluhan siswa SD dan SMP di Bandung, Jawa Barat terpaksa belajar di teras posyandu.

Situasi ini terjadi karena bangunan sekolah mereka rusak dan kini tengah tahap proses rehabilitasi.

Para siswa SD dan SMP tersebut diketahui belajar di satu atap.

Kepala SDN Cibungur, Dadan Ramdan, menjelaskan siswa-siswi mereka harus belajar di luar ruangan.

“Betul, siswa-siswi kami terpaksa belajar di luar ruangan. Di pelataran rumah warga, di depan Posyandu dekat sekolah. Karena bangunan sekolah kita sedang direhab,” ungkap Dadan saat dihubungi pada Rabu (11/9/2024).

Kondisi ini dialami oleh semua siswa SD Negeri Cibungur kelas jauh dan SMPN Satu Atap Rimba Karya untuk kelas 7 dan 8, serta SMPN 1 Cipeundeuy kelas jauh Cijuhung yang terdiri dari siswa kelas 9.

Baca juga: 64 Siswa SD Keracunan usai Makan Siang di Sekolah, Mengeluh Sakit Perut hingga Muntah saat Mengaji

Siswa-siswi dari dua sekolah tersebut berada di pedalaman Kampung Cijuhung, Desa Margaluyu, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat.

“Semuanya ada 67 siswa. Terdiri dari 46 siswa SDN Cibungur dan 21 siswa SMP. Mereka memang belajar di satu atap. Dengan hanya 3 ruangan untuk 2 sekolah, tidak ada ruang pengganti sementara,” papar Dadan.

Awalnya, KBM untuk semua siswa SDN Cibungur dan SMP satu atap tersebut dilakukan secara daring selama 4 pekan selama proses rehabilitasi berlangsung.

“Jadi, KBM di luar ruangan ini memang diinisiasi oleh guru. Mengingat kondisi di perkampungan seperti ini tidak memungkinkan untuk dilakukan belajar dari rumah,” kata Dadan.

Dadan menekankan kondisi KBM di luar ruangan ini harus dilakukan agar anak didik tetap mendapatkan haknya untuk belajar.

“Niat kami hanya memberikan yang terbaik kepada peserta didik, termasuk memperbaiki ruang kelas yang sebelumnya sudah rusak,” jelasnya.

“Rencananya, mereka diimbau kembali untuk belajar dari rumah sampai proses rehabilitasi ruang kelas selesai sekitar 2 pekan lagi,” tandasnya.

Puluhan siswa SD dan SMP di Kabupaten Bandung Barat terpaksa melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di halaman kantor Posyandu, Rabu (11/9/2024).
Puluhan siswa SD dan SMP di Kabupaten Bandung Barat terpaksa melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di halaman kantor Posyandu, Rabu (11/9/2024). (KOMPAS.com/BAGUS FUJI PANUNTUN)

Sementara itu, sebuah SMA di Bali baru-baru ini menjadi viral lantaran para siswanya diminta melakukan patungan atau membayar uang iuran untuk fasilitas kelas.

Para siswa diminta membayar patungan kelas untuk memasang AC atau penyejuk ruangan di sekolah.

Ternyata pihak sekolah mengungkapkan soal adanya persetujuan dari orang tua siswa.

Polemik pungutan terhadap para siswa untuk memenuhi fasilitas pendingin ruangan tersebut akhirnya ditanggapi oleh Dikpora.

Setelah viral dan menjadi perbincangan, pihak SMAN 6 Denpasar, Bali itupun mengubah keputusan yang awalnya disebut hasil persetujuan semua pihak.

Pihak SMA Negeri 6 Denpasar, Bali, akhirnya memilih untuk membatalkan pungutan kepada orang tua murid kelas X sebesar Rp 1,5 juta untuk membeli alat pendingin ruangan atau AC.

Langkah itu diambil usai kebijakan tersebut menjadi sorotan tajam di media sosial Instagram.

Pihak sekolah juga telah dipanggil Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Dikpora) Provinsi Bali.

Baca juga: Penjelasan Ibu Siswa SD yang Viral Dipaksa Ayah Tiri Jadi Pemulung, Bantah Suami Eksploitasi Anak

"Kami sudah memanggil kepala sekolahnya untuk pertama mengklarifikasi atau mencari jalan terbaik."

"Kami bersama inspektorat sudah merapatkan, intinya kami akan menyetop pungutan itu karena bertentangan dengan peraturan," kata Kepala Bidang SMA Dikpora Bali Ngurah Pasek Wira Kusuma saat dihubungi wartawan, Senin (15/7/2024), seperti dikutip TribunJatim.com via Kompas.com, Selasa (16/7/2024).

Ia mengatakan kebijakan pungutan tersebut berdasarkan kesepakatan antara komite sekolah, dewan guru bersama orang tua murid dari 179 siswa kelas X pada 11 Juli 2024.

Dalam pertemuan itu, mereka sepakat terkait pungutan untuk membeli AC atau kipas angin, dengan dalih agar para siswa bisa belajar dengan nyaman.

Kemudian, pihak sekolah mengeluarkan surat pemberitahuan No.B.10.400.3.8/413/SMAN6/DPS/DIKPORA, yang ditandatangani oleh Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah SMA Negeri 6 Denpasar.

Dalam surat itu, siswa baru dibebankan membayar uang seragam Rp 2,2 juta dan MPLS Rp 150.000, pembiayaan komite Rp 250.000 per bulan dan sumbangan AC Rp 1,5 juta dibayar lunas atau tiga kali cicilan sampai Oktober 2024.

"Itu rapat dari komite, dewan guru dan orang tua siswa dan disepakatilah seperti itu dan disetujui."

"Yang kedua, ketika itu disetujui, itu bertentangan dengan aturan sehingga saya panggil tadi jam 3 saya putuskan untuk tidak memungut itu," kata dia.

Baca juga: Guru Sulasmiyati Antar Jemput Siswa SD yang Rumahnya Jauh Naik Dorkas Bekas, Kepsek Bantu Perawatan

Ia mengatakan pungutan tersebut melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 yang tercantum dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2).

Kendati melanggar aturan, Dikpora Bali tidak menjatuhkan sanksi kepada pihak SMA Negeri 6 Denpasar karena ikut menandatangani surat pemberitahuan pungutan tersebut.

"Kalau sudah terjadi pungutan pasti ada sanksi ini kan belum. Artinya cuma pembinaan saja," sambung Kusuma.

Sementara itu Kepala SMAN 6 Denpasar I Ketut Suendi mengatakan pihaknya segara mengeluarkan surat kepada orang tua murid terkait pembatalan kebijakan pungutan tersebut.

Hanya saja, dia masih enggan menjelaskan duduk perkara terkait pungutan untuk membeli AC hingga mendadak dibatalkan.

"Ini sudah klarifikasi di inspektorat. Terus kami klarifikasi ke dinas pendidikan jadi untuk sumbangan AC itu kami batalkan."

"Jadi besok komite akan membuat surat dengan keputusan itu yang ditunjukkan kepada orangtua kelas X," kata dia.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved