Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Dulu Jaya Jadi Pencipta Lagu Legendaris, Nasib Suhardelis Kini Jualan Kopi di Warung Pinggir Jalan

Kisah pencipta lagu legendaris ini menjadi sorotan karena nasibnya kini memprihatinkan. Ia kini jualan kopi di warung pinggir jalan.

Penulis: Arie Noer Rachmawati | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.com
Kisah pencipta lagu legendaris ini menjadi sorotan karena nasibnya kini memprihatinkan. Ia kini jualan kopi di warung pinggir jalan. 

TRIBUNJATIM.COM - Kisah pencipta lagu legendaris ini menjadi sorotan karena nasibnya kini memprihatinkan.

Ia kini jualan kopi di warung pinggir jalan.

Ia tak bisa lagi rekaman karena tak memiliki uang cukup.

Sebab hasil jualan kopi hanya cukup untuk makan sehari-hari.

Sosok pencipta lagu legendaris tersebut adalah Suhardelis (59).

Suhardelis dikenal sebagai pencipta sekaligus penyanyi asal Kabupaten Kampar, Riau, sudah 40 tahun berkarya. 

Baca juga: Nasib Syam Pencipta Lagu Pedangdut Terkenal Kini Ngamen Demi Bertahan Hidup, Royalti Dapat Sedikit

Namun, hanya sedikit mendapatkan royalti dari lagu-lagu ciptaannya.

Suhardelis menceritakan kisahnya di sebuah warung kopi semi permanen berukuran 4x3 meter persegi di pinggir jalan lintas Sumatera di Desa Balam Jaya, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Sabtu (12/10/2024) petang.

Di tempat inilah Suhardelis menghabiskan waktunya dengan berjualan kopi.

Warung ini adalah milik saudaranya, yang disewanya seharga Rp 2,5 juta per tahun.

Suhardelis lahir pada 15 Januari 1965 di Desa Kuapan, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar.

Dia merupakan pencipta dan penyanyi dangdut khas Kampar, atau yang lebih dikenal sebagai Logu Ocu, yang sudah melegenda.

Suhardelis mengatakan, sudah banyak lagu yang dia ciptakan.

Ada yang dinyanyikannya sendiri, ada juga yang dibawakan oleh artis lain di Kampar maupun Riau.

"Saya mulai menciptakan Logu Ocu sejak tahun 1984. Sampai sekarang, ada sekitar 92 lagu karya saya," ujar Suhardelis saat berbincang dengan Kompas.com.

Lagu pertama yang dia ciptakan berjudul Pantun Batandak, dinyanyikan Suhardelis dan Milla, yang merupakan artis Kampar.

Suhardelis pencipta lagu asal Kampar, Riau, saat ditemui di warung kopinya di Desa Balam Jaya, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Sabtu (12/10/2024).
Suhardelis pencipta lagu asal Kampar, Riau, saat ditemui di warung kopinya di Desa Balam Jaya, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Sabtu (12/10/2024). (KOMPAS.com/Idon Tanjung)

Lagu tersebut bercerita tentang seorang pria yang jatuh cinta pada wanita yang sudah bertunangan.

Suhardelis mengatakan, lagu itu diciptakan saat sedang musim berladang padi di kampungnya. Saat itu, warga yang bekerja di ladang sering berbalas pantun.

"Dulu kami di ladang itu sering berbalas pantun. Karena saya hobi main gitar, saya coba merangkai kata-kata dan jadilah lagu dengan judul Pantun Batandak," kata pria berkacamata itu.

Setelah itu, Suhardelis kembali menciptakan lagu berjudul Mo'okanlah.

Seiring waktu, Suhardelis bertemu dengan seorang artis Kampar bernama Rio Astar, yang kini telah meninggal dunia.

Beberapa lagu ciptaan Suhardelis dianggap layak untuk dipopulerkan.

Selain enak didengar, lagu-lagunya mengandung makna mendalam tentang kehidupan masyarakat Kampar.

Suhardelis mulai merekam lagu-lagunya.

Awalnya, rekaman menggunakan kaset pita. Lagu Pantun Batandak semakin dikenal masyarakat Kampar dan Riau.

Suhardelis kemudian merekamnya dalam format CD dan membuat video klip.

Baca juga: Baru Laku Rp30 Ribu, Penjual Es Teh Ketakutan Dipalak Oknum Karang Taruna, Uang Jualan Dirampas

"Waktu itu saya ketemu wartawan TVRI namanya Mahyudin. Dia bilang, 'Ayo kita buat album'. Jadi, kami buatlah album Pantun Batandak," kata Suhardelis.

Melihat banyaknya peminat, pria yang memiliki enam anak ini semakin semangat menciptakan Logu Ocu.

Beberapa lagu baru yang dia ciptakan saat itu antara lain Pasau Kampa, Nasib Pamotong, Ghatok Batin, dan Silagho Kasio.

Dalam proses mencipta lagu, Suhardelis pernah menghabiskan waktu tiga hari untuk menyelesaikan lagu Silagho Kasio.

"Lagu ini agak rumit untuk dirangkai. Lagu ini bercerita tentang teman saya yang ingin mengulang kasih sayang. Saya sampai menangis saat menulis lagu ini," tuturnya.

Lagu-lagu ciptaan Suhardelis populer di kalangan masyarakat Riau sampai ke Jambi.

Beberapa lagunya juga di-cover oleh sejumlah artis Kampar, seperti Rizal Ocu, Teti Aziz, Buyuong Lobek, dan Buyuong Buyau.

Namun, Suhardelis mengaku hanya sedikit mendapatkan royalti.

Ia memperoleh royalti ketika lagunya di-cover oleh orang lain, tetapi saat lagunya dibawakan di acara hiburan, dia belum pernah mendapatkan royalti.

"Kalau di-cover, ada dapat royalti Rp 500.000. Tapi kalau dibawakan di acara hiburan, sampai sekarang belum ada royalti," kata suami dari Pazila (50).

Suatu waktu, satu lagu Suhardelis pernah diaransemen ulang tanpa izin oleh seseorang di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.

Baca juga: Nelangsa Badut Penjual Balon, Dulu Bangkrut Jual Martabak Telur, Keluarga Tak Tahu Ganti Kerja: Malu

Liriknya diubah, lalu dipopulerkan tanpa sepengetahuannya.

"Saya datangi orangnya ke Kuansing karena dia rekam ulang lagu saya dan liriknya diubah tanpa izin," ujarnya.

Orang tersebut mengakui kesalahannya, tetapi hanya sanggup membayar Rp 2,5 juta dari permintaan awal Suhardelis sebesar Rp 10 juta.

Hingga saat ini, lagu-lagu Suhardelis masih sering dibawakan oleh artis-artis di acara hiburan.

Sayangnya, dia tidak mendapatkan royalti yang layak dari karyanya.

Dari semua lagu yang dia ciptakan, menurut Suhardelis, lagu Pantun Batandak adalah yang royalti terbesarnya.

Namun, dia belum mendapatkan kesejahteraan yang semestinya dari karya-karyanya.

"Saya tidak pernah mematok nilai royalti. Saya tetap bersyukur berapa pun yang diberikan orang yang membawakan lagu saya. Tapi, saya hanya berharap ada pengertian dari orang-orang yang membawakan lagu-lagu saya di acara hiburan tersebut," ujarnya.

Meski begitu, Suhardelis belum berencana membawa kasus royalti ini ke ranah hukum.

"Saya ini orang kecil, agak susah kalau mau melangkah ke jalur hukum. Tapi, ya, saling mengerti sajalah," katanya.

Baca juga: Nelangsa Mbah Sipion Jadi Korban Penipuan Jual Cincin di Sukoharjo, Pelaku Sasar Warga Lanjut Usia

Suhardelis merasa sedih saat melihat lagunya dibawakan oleh orang lain di acara hiburan atau pesta pernikahan.

Sebab, dia yang menciptakan lagu, sementara orang lain yang mendapatkan keuntungan.

Namun, di sisi lain, dia merasa bangga karena karyanya masih diminati.

"Sedih, ada. Deyen nan buek logu, ughang lain nan dapek untuong (saya yang buat lagu, orang lain yang dapat untung). Tapi ada juga rasa bangga karena karya saya masih diminati orang," ujarnya dengan dialek Melayu Kampar.

Selama puluhan tahun berkarya, Suhardelis mengaku hanya menerima total royalti sekitar Rp 60 juta.

Selain royalti yang minim, dia juga mengaku belum mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Kampar, meskipun karyanya telah mempromosikan seni dan budaya Kampar ke daerah lain.

"Perhatian dari pemerintah belum ada," katanya.

Meskipun demikian, pria yang rambutnya sudah memutih ini tidak berniat berhenti berkarya.

Selagi masih mampu, Suhardelis akan terus mencipta lagu. Ia berharap orang-orang yang mendapatkan keuntungan dari lagunya memberikan royalti.

"Walaupun kecil, bagi saya itu bentuk penghargaan dan pengertian," tutupnya.

Baru-baru ini, Suhardelis menciptakan lima lagu dangdut Ocu Kampar.

Bagian musik sudah direkam, tetapi rekaman vokal dan video klip belum bisa dilakukan karena keterbatasan biaya.

Pendapatan dari berjualan kopi belum cukup untuk biaya rekaman.

"Rekaman vokal dan video klip belum bisa dikerjakan karena tidak ada uang. Hasil dari kedai kopi ini hanya cukup untuk makan, tidak cukup untuk rekaman," ujarnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved