Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Yanto Petani Sayur Sedih Kangkungnya Dibeli Cuma Rp300 per Ikat, Modal Merawat Tak Sedikit: Rugi

Nelangsa nasib petani sayur belakangan ini. Harga sayuran hasil panen petani anjlok di pasaran. Seperti kangkung yang dijual hanya Rp300 per ikat.

Penulis: Arie Noer Rachmawati | Editor: Mujib Anwar
via Sripoku
Nelangsa nasib petani sayur belakangan ini. Harga sayuran hasil panen petani anjlok di pasaran. Seperti kangkung yang dijual hanya Rp300 per ikat. 

"Saya ini tidak sekolah. Tidak bisa baca tulis, jadi pas diminta tanda tangan kertas sama polisi, saya coretkan tanda tangan saya. Saya tidak tahu itu bunyinya apa, ternyata itu surat penahanan," ujar Ahmad saat ditemui pada Minggu, 13 Oktober 2024.

Ia mengaku sangat bersyukur atas putusan bebasnya, yang dianggapnya sebagai keadilan bagi masyarakat yang selama ini terpinggirkan.

"Nasib saya ini, sebenarnya dialami banyak masyarakat di Desa Buong Baru dan desa-desa sekitar, yang setiap saat dapat dijadikan tersangka di atas tanahnya sendiri," katanya, dikutip dari Kompas.com.

Setelah bebas, Ahmad berencana kembali ke kampung halamannya untuk berkumpul dengan keluarga dan melanjutkan pengelolaan lahan garapannya sebagai kebun campur.

Baca juga: 47 Tahun Hilang, Mbah Tobari Pulang Kondisinya Buta Disambut Tangis Keluarga, Dikira Sudah Meninggal

Ahmad dilaporkan oleh PT AHL pada 25 Maret 2024, dan ditahan keesokan harinya.

Ia dituduh melakukan tindak pidana mengerjakan dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, yang diancam dengan pidana maksimal 10 tahun dan denda 5 miliar rupiah.

"Saya bingung karena saya menggarap tanah kebun warisan turun temurun dari kakek saya. Ada saya punya SPPT sejak 1990, sementara PT AHL itu ada di KTT pada 1996. Kenapa saya dituduh menyerobot lahan perusahaan?" ungkap Ahmad.

Kasus Ahmad mulai disidangkan pada 3 Juni 2024, tanpa didampingi penasihat hukum.

Situasi ini menarik perhatian komunitas aktivis lingkungan Green Of Borneo (GOB), yang kemudian menggandeng pengacara dari Kantor Advokat Safir Law Office Jakarta.

Ketua GOB Kaltara, Darwis, menyesalkan Ahmad tidak didampingi penasihat hukum selama proses penyidikan.

"Ini jelas bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan Yurisprudensi Mahkamah Agung," sesal Darwis.

Ia menambahkan Ahmad menggarap tanah keluarga seluas 3 hektar dengan bukti penguasaan tanah berupa SPPT yang diterbitkan pada 1990.

Sementara itu, PT AHL mengeklaim tanah tersebut berada dalam konsesi HTI yang telah mendapatkan izin dari pemerintah pada 1996.

Setelah proses persidangan yang berlangsung selama 4 bulan 7 hari, Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Budi Hermanto memutuskan Ahmad tidak terbukti melakukan tindak pidana.

Ahmad Bin Hanapi (tengah) petani asal KTT Kaltara yang dikriminalisasi perusahaan PT AHL, bersama aktifis GOB dan salah satu Penasehat Hukumnya saat ditemui pasca bebas dari Lapas Nunukan.
Ahmad Bin Hanapi (tengah) petani asal KTT Kaltara yang dikriminalisasi perusahaan PT AHL, bersama aktifis GOB dan salah satu Penasehat Hukumnya saat ditemui pasca bebas dari Lapas Nunukan. (Kompas.com/Ahmad Dzulviqor)

Ahmad dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum (Vrijspraak) dan dikeluarkan dari Lapas Nunukan sesuai perintah hakim.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved