UMKM
Sulap Tanah Liat Jadi Keramik Estetik, Produk Lumosh dari Surabaya Kini Mendunia
Raymond Kurniawan Tjiadi sibuk menyusun data biaya produksi di Microsoft Excel, Sabtu (16/11/2024).
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Sudarma Adi
Tiga anak muda, dua di antaranya lulusan desain dan satu lagi lulusan bisnis, berusaha membangun usaha perabotan rumah tangga dari tanah liat, seperti gelas, cangkir, mug, piring, dan tumbler. Alih-alih sebagai anak muda sarjana, mereka percaya bisa bangun usaha dengan gayanya sendiri. Ternyata mereka salah besar. Bangun usaha tak semudah seperti Bandung Bondowoso yang bisa membangun candi dalam waktu semalam
***
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Raymond Kurniawan Tjiadi sibuk menyusun data biaya produksi di Microsoft Excel, Sabtu (16/11/2024).
Matanya sesekali tertuju pada layar yang menampilkan angka-angka yang terus bergerak.
Di sisi lain, Florencia Dewi Marcelina menggeser layar laptopnya, membuka marketplace dan media sosial dengan penuh perhatian, mencari cara untuk memasarkan produk perabotan rumah tangga.
Raymond dan Dewi bekerja di rumah yang telah disulap menjadi kantor kecil.
Di salah satu sisi, terdapat rak display yang dipenuhi berbagai perabotan rumah tangga dari keramik, mulai dari cangkir, gelas hingga piring dan mangkuk.
Beberapa produk baru dipajang rapi, sementara yang lainnya sedang dalam tahap penyelesaian. Kantor ini berlokasi di Jalan Ngagel Jaya Selatan No 71, Surabaya.
Sementara Raymond dan Dewi sibuk di Surabaya, sekitar 100 kilometer ke arah timur, tepatnya di Kabupaten Probolinggo, Angeline Ariesta tengah mengurus sekitar 40 perajin keramik yang memproduksi peralatan rumah tangga, seperti gelas, cangkir, dan mug dari tanah liat.
Usaha itu mereka namai Lumosh.
Hampir 70 persen semua pengerjaan barang di Lumosh dikerjakan secara manual. Kombinasi desain keramik satu dengan yang lain bisa jadi tak sama tapi tak serupa. Keunikan itulah yang mereka jual.
Baca juga: Kenalkan Produk Unggulan di BFF 2024, Disbudpar-Dekranasda Ingin UMKM Bojonegoro Tembus Pasar Ekspor
Dari tanah liat dicetak menjadi gelas, cangkir, piring, mug, sampai tumbler. Lalu dioven dengan suhu 800 derajat Celcius.
Setelah itu diberi motif. Selanjutnya selama dua hari dibakar lagi, dengan suhu yang lebih panas lagi hingga 1.200 derajat Celcius. Inilah proses pembuatan perabotan rumah tangga dari tanah liat di bengkel Lumosh.
"Piring akan tetap menjadi piring meskipun kita mengecatnya satu per satu dengan hati-hati. Lalu, bagaimana bisa membuatnya begitu asli, setiap kreasi, dibangun hanya berdasarkan imajinasi. Mudah-mudahan, kami dapat memberikan nilai lebih dari sekadar kegunaan," ujar Dewi.
Hidupi Puluhan Perajin
Mini adalah seorang pelukis keramik yang bekerja di Lumosh, usaha keramik di Probolinggo.
Penghasilannya membantu suaminya yang bekerja sebagai buruh pabrik. Di Lumosh, Mini menerima gaji setara UMR Kota Probolinggo. Produk keramik yang ia hias kini banyak dijual ke restoran, kafe, bahkan ke luar negeri.
"Sekarang produk kami enggak cuma dijual di pasar lokal, tapi sudah tembus ke luar negeri. Rasanya bangga," ujar Mini.
Selain itu, pesanan custom yang masuk memberikan keuntungan lebih. "Pesanan custom lebih mahal, jadi lebih menguntungkan bagi kami," tambah Mini.
Banyak perajin lainnya juga mulai melibatkan keluarga atau teman untuk membantu produksi, membuka lebih banyak peluang kerja.
Lumosh kini mempekerjakan sekitar 40 orang. Dalam sebulan bisa memproduksi antara 150- 200 barang. Beberapa produk bahkan pernah dibeli oleh seorang pelanggan dari Malaysia. Bahkan, pernah dikirim ke pengusaha restoran asal Bahrain.
Baca juga: Penampakan Kandang Kambing Mewah di Tuban yang Viral, Bersih Berlantai Keramik, Estetik Mirip Villa
Diwarnai Jatuh Bangun
Lumosh sebenarnya usaha yang cukup tua. Dahulu sekitar tahun 1992 Paulus, ayah Angeline yang merintis usaha tersebut.
Namun, seperti banyak usaha kecil lainnya, Lumosh harus berhadapan dengan tantangan zaman. Pada tahun 2015, Paulus menyadari bahwa usahanya mulai kalah saing dengan perkembangan industri yang lebih cepat. Paulus menyerahkan estafet usaha kepada Angeline.
Pada saat itu, Angeline mengajak Dewi dan Raymond, dua sahabat yang sudah lama bersama, untuk bergabung dan mengembangkan usaha kecil menengah (UMKM) yang selama ini hanya dikenal di kalangan terbatas.
Raymond, yang menangani keuangan dan pasar ekspor, menambahkan, sejak awal mereka sudah membedakan jobdesk. Untuk produksi ditangani Angeline, marketing ditangani Dewi.
“Kami punya ranah yang tidak boleh dilangkahi. Desain dan produksi adalah hak prerogatif Angeline,” ujar Raymond.
Pembagian tugas ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, mereka sering menghabiskan waktu berdebat tanpa ujung, mulai dari desain produk hingga strategi pemasaran alias tukaran (ribut, red).
Hingga akhirnya, mereka sepakat untuk memperjelas pembagian tanggung jawab, memisahkan dengan tegas antara produksi, pemasaran, dan keuangan.
Sejak tahun 2016, mereka resmi menjalankan usaha ini. Dewi menjelaskan bahwa awalnya mereka bertiga berembuk untuk mencari nama.
Baca juga: Dinikahi Polisi, Pedangdut Ternyata Tinggal di Rumah Kayu, Pakai TV Tabung dan Lantai Belum Keramik
Raymond dan Angeline mengusulkan beberapa pilihan, namun Dewi yang nyeletuk dengan nama Lumos, salah satu mantra dari film Harry Potter yang digunakan untuk mengeluarkan cahaya dari tongkat sihir.
“Buat penggemar Harry Potter pasti familiar dengan nama lumos. Lumos itu kan salah satu spell buat mengeluarkan mantra cahaya dari tongkat sihir. Cuma kan terlalu pendek dan mati namanya kalau lumos gitu aja, jadi ditambahin 'H',” ucap Dewi.
Bangun bisnis tidak mudah. Awal-awal tak kenal siapa-siapa. Kontak konsinyasi ke Jakarta, toko souvenir ditolak. Di Instagram satu bulan omset satu tahun paling 20 juta.
Upaya ketiganya tak sia-sia. Pasalnya, produk-produk yang dihasilkan mampu menarik minat pemerintah daerah setempat, dan mengajaknya ikut pameran Inacraft pada tahun 2017.
Hal itu membuatnya semakin percaya diri karena dari situ produk Lumosh kian dikenal pasar.
“Akhirnya kami aktif ikut di beberapa pameran, seperti Jakarta Coffee Week, hingga Coffee Show di Korea pada tahun 2019,” tambah Raymond Tjiadi.
Usaha itu pelan-pelan menanjak naik. Sekarang dalam satu bulan bisa laku 150-200 barang.
Namun, industri keramik menghadapi tantangan serius. Dikutip dari Harian Kompas edisi 28 Juni 2024, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menyebut pasar industri keramik saat ini dibanjiri barang impor dari China.
Produsen keramik di China mendapat subsidi dari pemerintahnya, sehingga bisa memproduksi lebih massal dan lebih murah. Di Indonesia, biaya produksi untuk gas industri saja sudah sangat mahal.
Dewi menyadari bahwa tantangan terbesar bagi Lumosh adalah persaingan dengan produk keramik impor yang murah dan masif. Ia menjelaskan bahwa salah satu keunggulan Lumosh adalah layanan produk kustom.
“Kami memaksimalkan layanan kustom dan menerima pesanan proyek khusus. Misalnya, banyak restoran yang menginginkan desain unik dan berbeda dari yang lain. Apalagi di era di mana hampir setiap makanan difoto, restoran bisa menonjolkan identitas mereka melalui piring dan peralatan makan yang mereka pilih. Kami bisa mendesain sesuai dengan kebutuhan mereka, bahkan menyesuaikan produk dengan re-branding atau menu yang mereka tawarkan,” terang Dewi.
Selain itu, mereka juga melihat peluang dari kelemahan produk impor. Menurut Raymond, produk impor umumnya memiliki desain yang seragam, yang memberikan Lumosh peluang untuk bersaing dengan menawarkan fleksibilitas desain.
“Kami tahu kami tidak bisa bersaing dalam hal harga dengan produk impor. Produk impor itu desainnya seragam. Kami serangnya dengan fleksibilitas itu. Kalau saingan harga nggak akan bisa. Kami harus cari something else untuk memperkuat kami,” tandas Raymond.
perajin keramik
produk keramik
tanah liat
Lumosh
produk kustom
UMKM
industri keramik
Surabaya
TribunJatim.com
Keuletan Ichwan Pengrajin Burung Garuda di Jombang, Menjaga Identitas Bangsa Lewat Ukiran Kayu |
![]() |
---|
Jejak Tono Saputro Bangun UMKM Karangan Bunga di Jombang, Berdayakan Ibu RT hingga Tembus Papua |
![]() |
---|
Kisah Mantan TKI Jadi Pelaku UMKM Sukses di Madiun, Olah Umbi Talas Jadi Cemilan Ekspor |
![]() |
---|
Uniknya Onde-Onde Ubi Ungu, Camilan Lokal Naik Kelas Berkat Inovasi Ibu Rumah Tangga di Jombang |
![]() |
---|
Kreatif, Emak-emak di Kota Mojokerto Produksi Minuman Dawet Daun Kelor yang Bernilai Ekonomi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.