Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen, Pengamat Politik Ungkap Dampak Positif: Publik Berdaulat

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan Presiden atau Presidential Threshold 20 persen memberikan kejutan bagi publi

tribunjatim.com
Surokim Abdussalam, pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) di Kantor TribunJatim Network beberapa waktu lalu. 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Yusron Naufal Putra

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan Presiden atau Presidential Threshold 20 persen memberikan kejutan bagi publik di awal tahun 2025 ini. Dalam kacamata politik, langkah MK tersebut dinilai sebagai putusan progresif. 

Dalam aturan sebelumnya, hanya parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya yang bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

"Secara substantif, putusan ini sangat progresif," kata Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surokim Abdussalam saat dihubungi dari Surabaya, Kamis (2/1/2025). 

Secara umum, Surokim menilai putusan ini positif sekaligus juga menjadi tantangan ke depan. Dari sisi positif, hal ini akan menguntungkan publik. Sebab, Pilpres berpotensi memunculkan banyak pasangan calon sehingga menyuguhkan alternatif pilihan kepada pemilih. 

Bahkan, Surokim menyebut, pilihan rakyat menjadi faktor utama dalam kedaulatan memilih paslon dibanding saat berlakunya presidential threshold 20 persen dimana parpol dominan dalam memutuskan pasangan yang akan diusung. Tidak akan ada lagi parpol yang dominan. 

Baca juga: MK Hapus Presidential Threshold, Semua Partai Bisa Ajukan Capres-Cawapres, DPR Bakal Tindaklanjuti

"Ini sekaligus memukul telak kekuatan dan dominasi partai besar yg selama ini dominan dalam pengusulan paslon. Daulat publik benar-benar diberi ruang oleh MK dan kuasa parpol besar dipreteli signifikan," ujar Surokim yang merupakan Peneliti Senior Surabaya Survey Center (SSC). 

"Bagaimanapun publik patut menyambut baik putusan ini , daulat publik dikembalikan dalam posisi semestinya. Beragam intrik, patgulipat, dominasi, darkzone parpol akan hilang dengan sendirinya dan kuasa parpol dalam pencalonan pilpres tidak lagi menentukan. Semua punya peluang yang sama," tambah Surokim. 

Meski demikian, hal ini menjadi tantangan. Misalnya secara teknis penyelenggaraan. Sebab, akan banyak calon yang dimunculkan sehingga membuat Pemilu kian kompleks. Sebagai gambaran, pada Pemilu 2024 lalu, diikuti oleh 18 partai politik. 

Dengan tanpa ambang batas, tentu ke depan seluruh parpol punya kesempatan untuk mendaftarkan paslon. Bisa jadi ada 18 paslon. Sehingga, perlu dipikirkan lebih jauh mengenai pelaksanaan kontestasi Pilpres mendatang. 

"Secara teknis penyelengaraan Pemilu akan kian kompleks dan tidak sesederhana yang dibayangkan," terang Surokim. 

Sebelumnya diberitakan, MK memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved