Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Ibu Siswi SMP Sebut Anaknya Dikeluarkan Sekolah karena Hamil Hasil Rudapaksa, Kepsek: Minta Pindah

Seorang ibu siswi SMP mengaku anaknya dikeluarkan dari sekolah karena hamil hasil rudapaksa.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM/M LATIEF
SISWI DIKELUARKAN KARENA HAMIL - Foto ilustrasi untuk berita siswi SMPN 2 Karawang Timur, Jawa Barat dikeluarkan dari sekolah karena hamil hasil rudapaksa, berdasarkan pengakuan ibunya. Kepala sekolah pun membantahnya. (Foto arsip Kompas.com). 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang ibu siswi SMP mengaku anaknya dikeluarkan dari sekolah karena hamil hasil rudapaksa.

Ibu siswi berusia 15 tahun itu menyebut sekolah memintanya mendaftar sekolah paket.

Diketahui, siswi itu duduk dibangku kelas 9 di SMPN 2 Karawang Timur, Jawa Barat.

Sibu menyebut, anaknya diminta mengundurkan diri dari sekolah pada Oktober 2024 dengan alasan tengah mengandung atau hamil.

Padahal siswi itu merupakan korban rudapaksa.

"Iya disuruh mengundurkan diri sama sekolah karena anak saya hamil," kata Dwi, ibu korban pada Kamis (6/3/2025).

Dwi menyebutkan, sempat meminta permohonan agar anaknya bisa tetap sekolah.

Kalaupun tidak bisa datang ke sekolah, bisa dilakukan secara online di rumah.

Namun pihak sekolah justru meminta Dwi untuk menandatangi surat pengunduran diri anaknya.

"Malah disuruh anak saya daftar sekolah paket nomor handphone sekolah paket pun saya dapat dari pihak sekolah," ungkap Dwi, melansir dari WartaKota.

Saat dikonfirmasi, Kepala SMPN 2 Karawang Timur, Nedi Somantri membantah pihaknya telah mengeluarkan anak tersebut.

Ia menyebut bahwa orangtuanya yang ingin memindahkan anaknya ke Jawa dan sekolah meminta untuk menandatangani surat pengunduran diri.

"Bawa saja korban dan orang tua korbannya ke sini, walaupun korban pemerkosaan itu kan pergaulan. Siapa yang menjebak? bawa pelakunya sekalian ke sini, saya kan harus objektif, nanti kita kumpulkan dengan Tata Usaha (TU) dan yang mengeluarkannya," kata Nedi dengan nada tinggi kepada pewarta pada Rabu, (5/3/2025) kemarin.

Baca juga: Petaka Siswi SMA Iseng Masukin Jari Kelingking ke Kursi Kayu, Ending Bikin Damkar Turun Tangan

Nedi juga menjelaskan bahwa pihak sekolah memiliki aturan tata tertib dan prosedural tersendiri untuk mengeluarkan siswa yang melanggar tata tertib sekolah.

Sekolah juga justru menginginkan agar anak itu bisa tetap sekolah secara online.

"Saya tidak mengetahui mengenai pengeluaran ini, sekolah juga kan punya aturan tata tertib dan prosedural, harus ada Surat Peringatan (SP) 1, SP 2 dan SP 3 terlebih dahulu," tegas Nedi.

Diketahui, siswi itu menjadi korban rudapaksa tiga orang pemuda.

Peristiwa rudapaksa itu terjadi pada Agustus 2024 dan saat ini korban hamil tujuh bulan.

Dwi, orangtua korban mengungkapkan, peristiwa naas yang menimpa anaknya itu terjadi pada Agustus 2024 bertempat di area belakang GOR Adiarsa Karawang.

Baca juga: Siswi MTs Curhat Bakal Dibunuh, Ibu Mengira Hanya Iseng, Kini Kaget Bahaya Berubah Nyata

Korban, yang saat itu tengah bermain bersama adiknya.

Akan tetapi, korban didatangi tiga orang pelaku langsung memegangi dan membekap korban hingga merudapaksanya.

"Anak saya itu lagi main sama adiknya di GOR, adiknya diajak pergi dulu keluar tapi ternyata seperti sudah ada rencana buat berbuat jahat gitu," katanya kepada awak media pada Kamis (6/3/2025).

Dwi juga mengatakan jika dirinya telah melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian pada Oktober 2024 lalu.

Polres Karawang telah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP). Namun, hingga saat ini belum ada tindaklanjut terkait kasus tersebut.

"Kita sudah melapor pada Oktober 2024 tetapi hingga kini kita selaku keluarga belum menerima informasi terbaru mengenai kelanjutan proses hukum," terangnya.

Kata Dwi, pihak kepolisian sebetulnya sudah melakukan upaya pemanggilan ketiga pelaku berinisial I, A, dan L.

Bahkan, ketiga pelaku itu sudah mengakui perbuatannya. Dari keterangan, A dan L melakukan rudapaksa terhadap K, bahkan L melakukannya hingga dua kali.

Sementara itu, I diduga melakukan pelecehan fisik.

Bahkan, ia juga sempat dipertemukan dengan keluarga para pelaku di Polres Karawang.

“Tapi mana tidak ada kejelasan dan proses hukumnya. Anak saya sekarang hamil enam bulan jalan tujuh,” ungkap ibu korban.

Sementara itu, Kasi Humas Polres Karawang, Ipda Solihkin mengatakan kasus ini berjalan sesuai tahapan.

"Proses berjalan sesuai tahapan demi tahapan," katanya saat dikonfirmasi awak media.

Lanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Karawang, Ipda Rita Zahara, menyebut kasus tersebut sudah diproses dan sudah naik penyidikan.

Dia juga membantah jika kepolisian mengupayakan perdamaian antara korban dan pelaku.

"Kalau kami tidak ada mediasi. Maksudnya tidak ada memfasilitasi mediasi," kata Rita.

Kasus Lain

Seorang guru ngaji berinisial SDF (43) tega mencabuli murid-muridnya yang masih di bawah umur.

SDF kini ditetapkan oleh polisi menjadi tersangka kasus pencabulan anak di bawah umur.

SDF sendiri adalah seorang guru ngaji di Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Ironisnya, aksi bejat tersangka dilakukan saat murid-muridnya sedang melakukan praktik ibadah.

“Ini terjadi di daerah Simpenan, seorang guru ngaji melakukan pencabulan terhadap murid-murid,” kata Kepala Kepolisian Polres Sukabumi, AKBP Samian saat konferensi pers, Jumat (14/2/2025).

Perbuatan yang dilakukan oleh SDF diketahui pada 29 Januari 2025.

Baca juga: Siswi SMAN 7 Kota Cirebon Diintimidasi 5 Guru usai Bongkar Pemotongan Dana PIP, KPAI Akan Lapor Dedi

Samian menyebutkan, tersangka melakukan aksinya saat para murid tengah melaksaankan praktik ibadah.

“Tersangka mengakui bahwa tindakan tersebut dilakukan lantaran nafsu. Dalam melakukan tindakannya tersebut tersangka tidak membujuk ataupun mengiming-iming para korban melainkan perbuatannya tersebut dilakukan secara tiba-tiba,” papar Samian.

Setelah melakukan perbuatan bejatnya itu, SDF mengancam kepada para korban agar tak mengatakan apapun atas peristiwa yang terjadi.

Samian mengungkap bahwa jumlah korban tercatat lima orang dengan usia dari 8-12 tahun.

Atas perbuatannya, SDF disangkakan Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan acanman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan maksimal 15 tahun.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved